Pedoman Pemidanaan Tipikor untuk Cegah Disparitas Putusan Perlu Ditambah
Pedoman pemidanaan Pasal 2 dan 3 UU Tipikor sudah diterbitkan MA. Pedoman pemidanaan perkara suap juga dibutuhkan sebab perkara yang paling banyak ditangani KPK terkait dengan suap.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemberantasan Korupsi mengapresiasi Mahkamah Agung yang telah merilis Peraturan MA Nomor 1 Tahun 2020 pada 2 Agustus tentang Pasal 2 dan 3 UU Tindak Pidana Korupsi. Namun, diharapkan juga ada pedoman terkait pemidanaan perkara korupsi di pasal lain.
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nawawi Pomolango mengatakan, sudah cukup lama MA didorong untuk segera menerbitkan pedoman yang terkait dengan pemidanaan ini.
”KPK mengapresiasi, pada akhirnya aturan ini terbit juga karena ini penting sebagai pedoman pemidanaan agar disparitas penghukuman itu bisa dihindari,” kata Nawawi saat membuka diskusi daring bertajuk ”Korupsi, Disparitas, Pemidanaan, dan Perma No 1/2020”, Jumat (4/9/2020).
Pembicara dalam diskusi tersebut adalah Direktur Penuntutan KPK Fitroh Rochcahyanto, Direktur Eksekutif Lembaga Kajian dan Advokasi Independensi Peradilan Liza Farihah, dan Ketua Bidang Studi Hukum Pidana Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera Anugerah Rizki Akbari.
Nawawi mengatakan, bagi para hakim, keberadaan pedoman ini penting karena semua putusan pengadilan yang menjadi obyek kajian tidak memberikan penjelasan mengenai alasan penjatuhan hukuman dengan kurun waktu dan nilai uang tertentu. Namun, masih sebatas pada penguraian unsur tindak pidana dalam pembuktian perbuatan dan kesalahan.
Saat ini, KPK sedang menuntaskan pedoman penuntutan. Sebab, masih terdapat juga disparitas dalam hal penuntutan. Ia menegaskan, disparitas putusan adalah ketidakadilan yang sangat nyata.
”Jika boleh jujur, selama ini disparitas tidak hanya terjadi pada putusan hakim, tetapi juga berlangsung di tingkat penuntutan oleh para penuntut umum,” kata Nawawi.
Ia menuturkan, Perma No 1/2020 menjadi acuan dalam pembuatan pedoman penuntutan. Namun, lingkup yang diatur dalam pedoman penuntutan lebih luas daripada yang dituangkan dalam Perma No 1/2020. Sebab, pedoman penuntutan meliputi tidak hanya Pasal 2 dan 3, tetapi juga tindak pidana korupsi yang banyak muncul dalam praktiknya.
Fitroh Rochcahyanto menambahkan, pedoman pemidanaan perkara suap juga dibutuhkan, selain Pasal 2 dan 3. ”Sekarang, yang diatur Pasal 2 dan 3. Padahal, justru yang paling banyak ditangani KPK terkait pasal suap,” kata Fitroh.
Ia mengungkapkan, selain dibutuhkan pedoman pemidanaan terkait perkara suap, diperlukan juga perma yang mengatur uang pengganti dan denda. Ketiga hal tersebut belum ada dalam Perma No 1/2020.
Anugerah Rizki Akbari mengatakan, untuk menjamin efektivitas Perma No 1/2020 diperlukan penjelasan lebih lanjut atas terminologi yang digunakan dalam perma. Selain itu, perlu ditambahkan elemen konversi uang pengganti, pemidanaan untuk korporasi, dan pasal-pasal lain dalam UU Tipikor.
Secara terpisah, Juru Bicara MA Andi Samsan Nganro mengatakan, wacana dan harapan untuk membuat pedoman pemidanaan baik dalam perkara tindak pidana umum maupun tindak pidana khusus sudah lama dipikirkan.
Banyak referensi yang merekomendasikan betapa perlunya pedoman pemidanaan tersebut tanpa bermaksud mengganggu independensi dan kemandirian hakim. Keberadaan pedoman pemidanaan di sejumlah negara sudah lama dilakukan untuk menghindari terjadinya disparitas pemidanaan dalam perkara yang sama dan sejenis.
”Diharapkan ke depan tidak hanya Pasal 2 dan 3, tetapi juga pasal-pasal tipikor lainnya,” kata Andi.