Indonesia Perkuat Koordinasi Penanganan Pelanggaran Udara
Untuk mengatasi berbagai pelanggaran wilayah udara yang kian marak belakangan ini, Indonesia memperkuat kerja sama antar instansi. Tujuannya, agar penjagaan kedaulatan menjadi tugas dan tanggung jawab bersama.
Oleh
Edna C Pattisina
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Untuk mengatasi berbagai pelanggaran wilayah udara yang kian marak belakangan ini, Indonesia memperkuat kerja sama antar instansi. Dengan demikian, prosedur pemaksaan mendarat bisa dilaksanakan dengan baik. Tujuannya, agar penjagaan kedaulatan menjadi tugas dan tanggung jawab bersama.
Kepala Staf Umum (Kasum) TNI Letjen TNI Joni Supriyanto di sela-sela Latihan Pertahanan Udara “Perkasa A” di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta, Jumat (4/9/2020), mengatakan maraknya pelanggaran pesawat udara asing tidak terjadwal di wilayah udara yurisdiksi nasional menunjukkan bahwa konsep ruang udara nasional Indonesia masih relatif terbuka.
Menurutnya, pelanggaran wilayah udara nasional berbeda dengan kriminal biasa dimana pelanggaran wilayah udara berdampak pada aspek pertahanan dan kedaulatan negara.
Joni mengatakan penanganan terhadap pesawat udara asing yang melanggar wilayah udara nasional dalam rangka pengamanan wilayah udara untuk kepentingan pertahanan negara dan keselamatan penerbangan, mempunyai arti penting dalam menjaga kedaulatan negara. Kedaulatan di ruang udara dan menjadi tugas dan tanggung jawab bersama dari Kementerian/Lembaga serta instansi terkait.
"Luasnya ruang udara nasional dan keterbatasan sarana dan prasarana bukanlah kendala atau alasan bagi Kohanudnas untuk selalu berupaya melaksanakan tugas selaku penegak kedaulatan wilayah udara yurisdiksi nasional secara optimal," kata Joni.
Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD yang menyaksikan langsung latihan tersebut menegaskan pentingnya koordinasi antara Kementerian dan Lembaga dalam penanganan pesawat udara yang dipaksa mendarat (force down).
Menurutnya, latihan ini menjadi implementasi dari pembuatan Kesepakatan Bersama Penanganan Pesawat Udara Asing Setelah Pemaksaan Mendarat (Force Down). Kesepakatan yang diinisiasi Kemenko Polhukam itu ditandatangani pada bulan Februari 2020.
Acara Latihan Bersama ini adalah kerjasama Kemenko Polhukam, Mabes TNI, Kementerian Pertahanan, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Kesehatan, Kementerian Perhubungan, Kementerian Pertanian, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Perum LPPNPI, Angkasa Pura I dan Angkasa Pura II.
Indonesia belajar dari penurunan paksa pesawat Ethiopian Airlines pada 14 Januari 2019. Penanganan pesawat Ethiopia itu berlangsung lama dan maskapai tersebut mengajukan keberatan dan gugatan karena tidak ditangani secara cepat dan merugikan maskapai tersebut.
“Hal ini memberikan peringatan kepada kita semua, terhadap pentingnya koordinasi antara kementerian dan lembaga, khususnya dalam penanganan pesawat udara yang telah di force down,’’ ujar Mahfud.
F-16 memaksa pendaratan
Penanganan terpadu dilakukan terhadap pesawat udara asing yang tidak memiliki izin dan dipaksa mendarat di Pangkalan Udara oleh pesawat udara TNI AU.
Komandan Latihan yang juga Panglima Kohanudnas Marsekal Muda Khairil Lubis mengatakan, pada latihan tersebut disimulasikan dua pesawat F-16 TNI AU berhasil memaksa mendarat pesawat asing yang melanggar kedaulatan wilayah udara Indonesia setelah mendapat laporan dari petugas radar jajaran Komando Sektor (Kosek) Komando Pertahanan Udara Nasional (Kohanudnas) dengan mendeteksi obyek yang tidak dikenal di layar monitor.
Dari hasil identifikasi ternyata pesawat asing (Lasa X) tersebut tidak memiliki izin terbang melintas di wilayah udara Indonesia, sehingga Kosekhanudnas memerintahkan pesawat tempur F-16 dari Skadron Udara 3 Lanud Iswahjudi untuk memaksa mendarat (force down) pesawat asing tersebut di Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma Jakarta.
Dua Pesawat tempur F-16 bertugas untuk mencegat, mengawal, dan melaksanakan mendaratkan paksa pesawat asing. Sesampainya di darat, prajurit mengepung pesawat asing tersebut, petugas menggunakan senjata api dan melibatkan anjing pelacak. Kemudian setelah di force down, selanjutnya tim intelijen melakukan interograsi kepada pilot dari pesawat asing tersebut guna mendapatkan data dan informasi.
Latihan Hanudnas dalam penanganan pelanggaran pesawat udara asing ini dipimpin oleh TNI AU dan melibatkan tim investigasi terpadu diantaranya, Ditjen imigrasi, Ditjen bea dan cukai, Ditjen perhubungan udara, kesehatan bandara, dan badan karantina.
Khairil Lubis mengatakan, pemaksaan mendarat (force down) adalah penindakan yang dilaksanakan oleh TNI AU kepada pesawat asing yang tidak memiliki izin atau melanggar wilayah udara Indonesia, penegakkan hukum ini sudah diatur dalam PP no 4 Tahun 2018 tentang Pengamanan Wilayah Udara Republik Indonesia dan Prosedur Tetap Komando Pertahanan Udara Nasional.
Khairil mengatakan, Latihan Perkasa merupakan latihan pertahanan udara kelanjutan dari latihan kilat dan cakra. Latihan itu dilakukan Kohanudnas untuk menghadapi ancaman nyata di setiap Kosek Kohanudnas. Latihan ini diadakan untuk menguji aplikasi perangkat lunak dan kesiapan Kosek serta jajarannya dalam menghadapi kontijensi untuk mewujudkan sistem pertahanan udara nasional yang handal.
“Hari ini kita laksanakan Latihan Perkasa A untuk wilayah udara bagian barat NKRI,” kata Khairil.