Tepis Isu ”Reshuffle”, Presiden Minta Para Menteri untuk Fokus Bekerja
Presiden Joko Widodo meminta para menterinya untuk fokus bekerja menangani pandemi Covid-19 dan dampaknya. Presiden meminta para menteri tak terpengaruh dengan isu ”reshuffle”.
Oleh
Nina Susilo
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Isu penggantian personel kabinet kembali menerpa. Presiden Joko Widodo pun meminta para menteri fokus bekerja mengatasi krisis kesehatan dan perekonomian akibat pandemi Covid-19.
Menteri Sekretaris Negara Pratikno membantah adanya isu reshuffle.
”Kita semua terkejut dengan rilis yang mengatakan ada 18 menteri yang akan di-reshuffle. Itu tidak benar karena hari-hari ini kita konsentrasi luar biasa untuk menghadapi krisis kesehatan dan krisis perekonomian,” kata Pratikno di Jakarta, Sabtu (22/8/2020), seperti disampaikan dalam keterangan pers yang diterima harian Kompas.
Kita semua terkejut dengan rilis yang mengatakan ada 18 menteri yang akan di-reshuffle. Itu tidak benar karena hari-hari ini kita konsentrasi luar biasa untuk menghadapi krisis kesehatan dan krisis perekonomian.
Presiden Joko Widodo, menurut Pratikno, selalu memerintahkan menteri-menterinya untuk fokus bekerja, fokus menyelesaikan krisis akibat Covid-19, dan fokus memanfaatkan momentum krisis ini untuk melakukan lompatan kemajuan di semua bidang. Hal ini disampaikan Presiden kepada Pratikno setelah konfirmasi isu ini, Jumat (21/8/2020).
Pratikno meyakinkan bahwa seluruh jajaran di Kabinet Indonesia Maju bekerja keras, baik para menteri maupun birokrasi di bawahnya. Selain itu, kabinet ini mendapat dukungan luar biasa dari lembaga-lembaga lain, seperti DPR.
Kendati demikian, isu ini sempat membuat beberapa menteri galau. Sebab, ada kabar yang menyatakan bahwa para menteri tidak boleh keluar kota pada 22 Agustus. Oleh karena itu, Pratikno mengingatkan para menteri untuk bekerja lebih keras dan tetap fokus.
”Rekan-rekan menteri yang diisukan akan di-reshuffle tolong untuk fokus pada tugas masing-masing, saling bersinergi. Karena saat ini rakyat Indonesia memerlukan kecepatan kerja pemerintah dan seluruh jajarannya dan juga dengan seluruh komponen bangsa agar kita segera keluar dari krisis,” tutur Pratikno.
Secara terpisah, pengajar Ilmu Komunikasi Politik Universitas Paramadina, Hendri Satrio, menilai, semestinya isu semacam ini tak perlu ditanggapi berlebihan. Penggantian personel di kabinet adalah kebijakan Presiden dan hak prerogatif Presiden.
”Kalau Presiden mau reshuffle, silakan. Kalau enggak ada (reshuffle), juga enggak apa-apa. Enggak ada pandemi pun, kalau Presiden mau reshuffle, lakukan saja,” katanya.
Di sisi lain, semestinya para menteri di jajaran Kabinet Indonesia Maju tak perlu terlampau galau ketika ada isu reshuffle. Semestinya para menteri bisa tetap profesional bekerja meskipun ada desas-desus ini. Apalagi, reshuffle bukan barang baru dan setiap Presiden juga melakukan ini.
”Kalau menterinya kegenitan, setiap ada isu reshuffle dan mereka ambil pusing, enggak ke mana-mana kabinetnya,” ujar Hendri.
Semestinya para menteri di jajaran Kabinet Indonesia Maju tak perlu terlampau galau ketika ada isu reshuffle.
Pemerintah dan Istana secara khusus disarankan untuk lebih berkonsentrasi pada komunikasi terkait pembangunan. Rumor serupa ini semestinya tidak menyita perhatian.
Berdasarkan survei Litbang Kompas pada 7-11 Juli 2020 terhadap 587 responden di 23 provinsi dengan nirpencuplikan atau margin of error 4,04 persen, 69,6 persen responden menilai bahwa perombakan kabinet mendesak dilakukan.
Hasil survei yang dilakukan Charta Politika pada Juli 2020 juga menunjukkan hasil serupa. Survei terhadap 2.000 responden dengan nirpencuplikan 2,19 persen itu mengungkap bahwa 73,1 persen responden setuju dengan penggantian personel Kabinet Indonesia Maju. Hal tersebut didorong oleh ketidakpuasan terhadap kinerja jajaran menteri dalam menangani pandemi Covid-19.