Kompolnas Mendorong Reformasi Berlanjut di Tubuh Polri
Sembilan anggota Komisi Kepolisian Nasional atau Kompolnas periode 2020-2024 dilantik oleh Presiden Joko Widodo, Rabu (19/8/2020). Menko Polhukam Mahfud MD ditunjuk memimpin Kompolnas 2020-2024.
Oleh
Nina Susilo
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sembilan anggota Komisi Kepolisian Nasional atau Kompolnas periode 2020-2024 dilantik Presiden Joko Widodo, Rabu (19/8/2020). Kompolnas akan mendorong reformasi struktural dan kultural berlanjut di tubuh Kepolisian Negara RI.
Presiden Joko Widodo melantik anggota Kompolnas periode 2020-2024 di Istana Negara, Jakarta, Rabu (19/8/2020). Hadir dalam acara ini Wakil Presiden Ma’ruf Amin, Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, Kepala Kepolisian Negara RI Jenderal (Pol) Idham Azis, dan Sekretaris Kabinet Pramono Anung.
Kompolnas diisi tiga perwakilan pemerintah, yakni Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD sebagai ketua, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian sebagai wakil ketua, serta Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly sebagai anggota.
Adapun enam anggota Kompolnas lain mewakili pakar kepolisian dan tokoh masyarakat. Ketiga pakar kepolisian di Kompolnas 2020-2024 adalah Benny Jozua Mamoto, Pudji Hartanto Iskandar, dan Albertus Wahyurudhanto. Sementara tiga orang yang mewakili tokoh masyarakat adalah Yusuf Warsim, Mohammad Dawam, dan Poengky Indarti.
Keenam nama terakhir direkrut oleh panitia seleksi yang dipimpin Suparman Marzuki dengan wakil ketua Komisaris Jenderal Moechgiyarto serta anggota Titik Haryati, Inspektur Jenderal Carlo Tewu, Prof Eddy OS Hiariej, Prof Muhammad Mustofa, Prof Khasan Effendy, Irjen Purn Ronny Lihawa, dan Irjen Ansyaad Mbai.
Panitia seleksi ini menyelesaikan tugas dengan menyerahkan 12 nama kepada Presiden Jokowi melalui Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD.
Kompolnas memiliki tugas membantu Presiden dalam menetapkan arah kebijakan Polri serta memberikan pertimbangan kepada Presiden dalam pengangkatan dan pemberhentian Kapolri.
Salah satu agenda Kompolnas ke depan, menurut Poengky Indarti, adalah mendorong reformasi di tubuh Polri berlanjut sebab ini adalah mandat reformasi pada 1998. Secara umum, reformasi struktural dan instrumental di tubuh Polri dinilai sudah baik, tetapi perubahan pola pikir dalam reformasi kultural masih membutuhkan waktu.
”Reformasi kultural Polri sangat penting karena sejak 1960 hingga 2000 Polri disatukan dengan TNI ke dalam Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) sehingga doktrin pendidikan dan kultur sehari-harinya militeristik. Ditambah lagi dengan berkembangnya kebiasaan pada masa Orde Baru untuk melakukan korupsi, kolusi dan nepotisme, yang berpengaruh juga pada semua institusi pemerintah,” tutur Poengky.
Reformasi 1998 mendorong tata kelola pemerintahan lebih bersih, transparan, dan akuntabel. Polri juga melakukannya, misalnya melalui larangan memiliki barang mewah. Peraturan Kapolri soal ini diharap mampu mencegah korupsi dan menghilangkan gaya hidup mewah. Selain itu, tindakan hukum tegas kepada oknum-oknum polisi yang diduga melindungi Joko Tjandra saat masih buron juga diapresiasi.