Masukan atau pertimbangan dari Komisi Kepolisian Nasional akan langsung diserahkan ke kepolisian untuk dicari solusi bersama. Hanya kebijakan yang sifatnya mendasar akan disampaikan ke Presiden.
Oleh
NINA SUSILO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Anggota Komisi Kepolisian Nasional atau Kompolnas yang baru dilantik Presiden Joko Widodo, Rabu (19/8/2020) pagi, akan mengutamakan pendekatan persuasif dalam membangun Kepolisian Negara RI menjadi lebih baik ke depan. Masukan atau pertimbangan dari Kompolnas pun akan langsung diserahkan ke kepolisian untuk dicari solusi bersama.
Ketua Kompolnas periode 2020-2024 yang juga Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyampaikan hal ini seusai rapat perdana Kompolnas setelah dilantik, di Kantor Kemenko Polhukam, di Jakarta, Rabu.
”Kompolnas kerjanya lebih bersifat persuasif. Kita akan melakukan pendekatan-pendekatan yang sungguh-sungguh sehingga nanti apa yang kami sampaikan ke Polri betul-betul bisa memberi masukan. Kalaupun bentuknya pengawasan, akan diolah secara internal untuk langsung disampaikan ke kepolisian,” ujarnya.
Kompolnas, ditekankan Mahfud, merupakan mitra dari kepolisian. Dengan demikian, masukan, pertimbangan, ataupun usulan Kompolnas ke kepolisian akan dicarikan solusinya bersama.
”Dengan demikian, kalau nanti Kompolnas akan menyampaikan masukan kepada Polri yang sifatnya untuk memperbaiki, kita akan bertemu dalam pertemuan resmi antarinstitusi negara karena Kompolnas ini juga dibentuk oleh undang-undang. Adapun yang sifatnya kebijakan yang lebih mendasar, Kompolnas nanti akan menyampaikannya kepada Presiden,” tuturnya.
Selain mengutamakan pendekatan persuasif, Mahfud berjanji Kompolnas nantinya akan bekerja dengan profesional, modern, dan tepercaya.
Dalam memimpin Kompolnas periode 2020-2024, Mahfud MD akan dibantu Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian yang ditunjuk sebagai Wakil Ketua Kompolnas. Adapun satu perwakilan pemerintah lainnya adalah Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly sebagai anggota Kompolnas.
Di luar itu, terdapat enam anggota Kompolnas lain yang mewakili unsur pakar kepolisian dan tokoh masyarakat. Ketiga unsur pakar kepolisian adalah Benny Jozua Mamoto, Pudji Hartanto Iskandar, dan Albertus Wahyurudhanto. Tiga lainnya yang mewakili tokoh masyarakat, Yusuf, Mohammad Dawam, dan Poengky Indarti.
Benny sebagai ketua harian
Dalam rapat perdana Kompolnas, diputuskan pula bahwa Benny Mamoto akan menjadi ketua harian Kompolnas. Menurut Mahfud, jabatan resmi Benny kalau mengacu pada Keputusan Presiden sebenarnya Sekretaris Kompolnas. Namun, jabatan itu diputuskan diubah menjadi ketua harian karena untuk menjalankan tugas harian Kompolnas tidak mungkin ditangani oleh Ketua Kompolnas yang menjabat Menko Polhukam ataupun Wakil Ketua Kompolnas yang Mendagri.
Benny pernah menjabat Deputi Pemberantasan Badan Narkotika Nasional (BNN). Pangkat terakhirnya di kepolisian sebelum pensiun adalah Inspektur Jenderal. Benny merupakan lulusan Akademi Kepolisian tahun 1977.
Selain itu, rapat menyepakati Poengky Indarti untuk menjadi juru bicara Kompolnas. Poengky bukan wajah baru di Kompolnas. Sebelumnya, ia telah menjabat anggota Kompolnas periode 2016-2020.
Poengky menambahkan, dalam rapat dibahas juga soal pentingnya reformasi di tubuh Polri tetap berlanjut. Kompolnas akan mengawal upaya reformasi di tubuh Polri, baik secara struktural, instrumental, maupun kultural.
Selain itu, menurut Yusuf, Kompolnas akan mendorong penguatan pengawasan internal Polri. ”Polri sebagai penegak hukum harus demokratik dan humanis, melindungi, mengayomi, dan melayani masyarakat. Untuk menuju ke sana, Kompolnas harus mendorong pengawasan internal Polri yang kuat dan efektif,” tuturnya.
Terkait proses penindakan oknum-oknum Polri yang terlibat dalam kasus Joko Tjandra, Poengky mengatakan, hal itu juga akan jadi perhatian Kompolnas. ”Sejauh ini Polri sudah on the right track, apalagi sudah menggandeng KPK dalam proses ini. Kompolnas berharap partisipasi masyarakat untuk ikut terus mengawasi,” tuturnya menambahkan.
Dalam kasus pelarian Joko Tjandra, terpidana kasus pengalihan hak tagih utang Bank Bali tahun 2009 yang sempat buron sejak 2009 sebelum ditangkap Bareskrim Polri pada akhir Juli lalu, ada dua oknum perwira tinggi Polri yang ditetapkan sebagai tersangka. Keduanya adalah Inspektur Jenderal Napoleon Bonaparte dan Brigadir Jenderal (Pol) Prasetijo Utomo.
Prasetijo menjadi tersangka untuk kasus surat jalan buat Joko saat masih buron. Selain itu, Prasetijo dan Napoleon menjadi tersangka dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait penghapusan nama Joko Tjandra dari daftar pencarian orang (DPO) atau red notice Interpol.