Sudah 75 Tahun Merdeka, Pemenuhan HAM Masih Jadi Persoalan
Meski sudah 75 tahun merdeka, masih banyak yang belum merasakan kemerdekaan. Salah satunya menyangkut hak asasi manusia. Pidato Presiden Jokowi saat Sidang MPR, 14 Agustus lalu, dinilai belum menjawab persoalan ini.
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Meski sudah merdeka selama 75 tahun, pemenuhan hak asasi manusia dinilai masih menjadi pekerjaan rumah pemerintah. Kasus pelanggaran hak asasi manusia, kekerasan terhadap warga oleh aparat keamanan, dan kasus terkait perburuhan serta konflik agraria adalah di antara persoalan yang menanti dituntaskan oleh pemerintah.
Wakil Ketua Eksternal Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Amiruddin Al Rahab, ketika dihubungi Kompas, Senin (17/8/2020), mengatakan, kemerdekaan merupakan alat untuk meningkatkan harkat dan derajat tiap-tiap warga negara. Hal itu termaktub di dalam konstitusi, yakni Undang-Undang 1945.
”Jika itu belum dirasakan setiap orang, itulah yang harus dibereskan. Tidak boleh terjadi lagi di alam kemerdekaan ini satu kelompok merasa lebih hebat dan menekan kelompok yang lain atau satu kelompok merasa lebih berhak dan yang lain,” kata Amiruddin.
Menurut Amiruddin, terdapat beberapa masalah besar yang menjadi perhatian dan diadukan ke Komnas HAM oleh masyarakat. Terkait dengan kasus pelanggaran HAM berat, Komnas HAM meminta agar Jaksa Agung mulai menyidik peristiwa pelanggaran HAM berat, salah satunya peristiwa Paniai.
Persoalan lain yang perlu dituntaskan, lanjut Amiruddin, adalah perselisihan atau sengketa lahan di beberapa tempat, di antaranya di Sumatera dan Kalimantan. Kemudian peristiwa kekerasan terhadap warga, khususnya di Papua, harus dihentikan. Yang terakhir adalah menghentikan kekerasan terhadap perempuan dengan membuat undang-undang untuk melindungi perempuan.
Terkait dengan kasus pelanggaran HAM berat di Paniai, menurut Amiruddin, sampai saat ini belum ada undangan ke Komnas HAM untuk dipertemukan dengan Jaksa Agung. Padahal, Komnas HAM berharap agar pemerintah atau DPR memfasilitasi pertemuan Komnas HAM dengan Jaksa Agung untuk membahas kelanjutan kasus pelanggaran HAM berat yang kini mandek di Komnas HAM tersebut.
Secara terpisah, Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati berpandangan, meski sudah merdeka, masih banyak orang yang belum merasakan kemerdekaan sepenuhnya. Hal itu terutama dalam hal berpendapat, menjalankan keyakinan atau agamanya, serta kemerdekaan dari kemiskinan.
Dalam tiga tahun terakhir, YLBHI mencatat terdapat tiga masalah yang banyak diadukan masyarakat, yakni hak mendapatkan peradilan yang adil, persoalan terkait perburuhan, kemudian masalah agraria dan lingkungan hidup.
Masalah keempat adalah terkait dengan kebebasan berekspresi atau menyampaikan pendapat serta kebebasan dalam beragama atau berkeyakinan.
”Sebagai contoh, pada awal Maret 2020 sampai awal mei 2 mei 2020 terdapat kasus 16 perampasan lahan di seluruh Indonesia. Itu dalam prosesnya melibatkan aparat dari polisi atau aparat militer,” kata Asfinawati.
Menurut Asfinawati, pidato Presiden Joko Widodo di Sidang Tahunan MPR pada 14 Agustus lalu telah menyinggung soal perlindungan HAM, penegakan hukum, dan penegakan nilai demokrasi. Hal itu dinilainya sudah positif.
Namun, pernyataan Presiden dinilai masih terlalu umum dan tidak memberikan arahan yang lebih detail jika dibandingkan dengan pernyataan dan arahan Presiden terkait dengan ekonomi. Hal itu menunjukkan kalau HAM dan hukum belum menjadi prioritas dan sebatas mengikat secara moral.
”Banyak kasus hukum terkait soal perburuhan, konflik agraria, kebebasan beragama, yang merupakan sumbangan dari kepolisian yang melakukan kriminalisasi, penahanan sewenang-wenang. Jika Presiden mau melakukan reformasi di kepolisian, sebagian masalah itu akan hilang,” ujar Asfinawati.