Bebasnya Nazaruddin Sisakan Polemik KPK dan Ditjen Pemasyarakatan
Nazarudin akhirnya bebas setelah mendapat remisi 45 bulan. KPK dan Ditjen Pemasyarakatan berbeda pendapat soal status "justice collaborator" yang membuat Nazarudin mendapat remisi.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Bebasnya bekas Bendahara Umum Partai Demokrat Nazaruddin masih menyisakan polemik antara Komisi Pemberantasan Korupsi dan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, Kementerian Hukum dan HAM. Persoalan ini harus menjadi pelajaran bagi koordinasi lebih baik antara KPK dengan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan.
Nazaruddin telah dinyatakan bebas murni pada Kamis (13/8/2020). Kepala Bagian Humas dan Protokol Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjenpas) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Rika Aprianti, mengatakan, Nazaruddin telah selesai menjalankan bimbingan sebagai klien program cuti menjelang bebas, sehingga statusnya bebas murni.
Polemik kembali muncul karena Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar, menyatakan, bahwa KPK tidak pernah menerbitkan status justice collaborator (JC) kepada Nazaruddin. Ia juga menegaskan, bahwa tidak pernah ada koordinasi dengan KPK dalam menerbitkan JC.
Hal serupa juga diungkapkan oleh Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri di Jakarta, Jumat (14/8). Ia menegaskan, KPK tidak pernah mengeluarkan JC untuk Nazaruddin. Meskipun demikian, kewenangan pembinaan narapidana ada di Kemenkumham. Tugas KPK selesai saat eksekusi badan.
Pada 17 Juni 2020, Rika mengatakan, Nazarudin telah ditetapkan sebagai JC dari KPK, berdasarkan surat nomor R-2250/55/06/2014 tanggal 9 Juni 2014 dan surat nomor R.2576/55/06/2017 tanggal 21 Juni 2017 (Kompas, 18 Juni 2020). Nazaruddin pun mendapatkan remisi 45 bulan 120 hari.
Adapun Zaruddin seharusnya menjalani masa pidana selama 13 tahun penjara terhitung sejak 2012. Karena itu, seharusnya ia bebas pada 2025.
Peneliti Indonesia Corruption Watch Kurnia Ramadhana mempertanyakan dasar Ditjen PAS memberikan remisi atau cuti menjelang bebas. Ia mengatakan, syarat terpidana kasus korupsi mendapatkan remisi diantaranya bersedia bekerjasama dengan penegak hukum untuk membantu membongkar perkara tindak pidana yang dilakukannya atau menjadi JC. Hal tersebut tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 99 tahun 2012 tentang syarat dan tata cara pelaksanaan hak warga binaan pemasyarakatan.
“Ini ada yang janggal. Apa dasarnya Nazaruddin bisa menjadi JC? Ia jelas tidak kooperatif karena pernah kabur hingga ke Kolombia sebelum ditangkap,” ujar Kurnia.
Kurnia berharap, KPK melakukan langkah hukum selanjutnya seperti melakukan gugatan. Terkait dengan hal tersebut, Lili mengaku, pimpinan KPK belum ada pembahasan untuk memutuskan langkah apa yang akan dilakukan. Sebab, kewenangan sepenuhnya ada di Kemenkumham.
Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia Indriyanto Seno Adji mengatakan, keputusan Ditjenpas menerbitkan pembebasan bersyarat kepada Nazaruddin harus konkret, individual, dan final. Pembebasan tersebut menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata.
Akibat hukum dengan dampak kerugian tersebut adalah individual dan bukan KPK. Apalagi, KPK bukan badan hukum perdata.
Oleh karena itu, keputusan pembebasan bersyarat ini tidak bisa digugat di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Apalagi, keputusan ini bersifat pidana sebagai pelaksanaan Sistem Peradilan Pidana (SPP) dan bukan obyek gugatan Tata Usaha Negara.
Indriyanto menegaskan, kedua lembaga ini merupakan bagian Kelembagaan SPP yang seharusnya terintegrasi. “Dari sisi etika ketatanegaraan, tidak sepantasnya kedua lembaga ini berperkara,” kata Indriyanto.