Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri mengingatkan semua bakal calon kepala daerah-wakil kepala daerah yang diusung PDI-P untuk Pemilihan Kepala Daerah 2020 agar tidak korupsi.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Megawati Soekarnoputri mengingatkan semua bakal calon kepala daerah-wakil kepala daerah yang diusung PDI-P untuk Pemilihan Kepala Daerah 2020 agar menghindari praktik korupsi. Para calon pemimpin daerah pun harus mampu menyatukan nurani dan pikiran, sekaligus memiliki kemampuan dalam mengelola pemerintahan.
Dalam pengumuman 75 bakal pasangan calon kepala daerah-wakil kepala daerah yang diusung PDI-P pada Pilkada 2020, secara telekonferensi, Selasa (11/8/2020), Megawati meminta mereka agar tidak serakah dan hanya mencari kekuasaan ketika terpilih nanti dalam Pilkada 2020. Jika itu terjadi, artinya mereka telah mengkhianati kepercayaan rakyat.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
”Kami memuluskannya untuk menjadi seorang calon kepala daerah itu adalah tidak main-main. Alangkah sayangnya, jika kalian ini, yang saya beri rekomendasi itu, melecehkan rekomendasi saya kemudian kalau sudah jadi,” ujar Megawati.
Pengumuman 75 bakal paslon kepala daerah itu merupakan gelombang ketiga. Hadir dalam pengumuman tersebut, antara lain, Ketua DPP Bidang Politik PDI-P Puan Maharani, Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto, dan Menteri Sosial yang juga kader PDI-P Juliari Batubara.
Sebelum ini, PDI-P sudah mengumumkan 48 bakal paslon kepala daerah pada gelombang pertama, 19 Februari 2020. Kemudian, partai tersebut mengumumkan 45 nama bakal paslon kepala daerah pada gelombang kedua, 17 Juli 2020. Dengan demikian, total sudah 168 bakal paslon yang diumumkan akan diusung PDI-P dalam Pilkada 2020. Adapun Pilkada 2020 akan digelar di 270 daerah.
Jauhi korupsi
Megawati, dalam sambutannya, mengatakan, bakal paslon usungan PDI-P tidak boleh berpikiran sempit dan hanya memikirkan kepentingan dirinya sendiri. Secara spesifik, ia mengingatkan agar mereka tidak korupsi.
”Kalau Anda mau korupsi, sekarang itu tidak bisa. Semakin hari, apa pun juga yang namanya korupsi itu tidak bisa disembunyikan. Suatu saat nanti pasti akan selalu ketahuan,” tutur Megawati.
Megawati menyebut secara eksplisit kepada kader PDI-P di Provinsi Sumatera agar menjauhi perilaku korupsi. Ini tak terlepas dari kasus korupsi yang menjerat mantan Gubernur Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho. Komisi Pemberantasan Korupsi bahkan menetapkan 14 anggota DPRD Sumatera Utara 2009-2014 dan 2014-2019 sebagai tersangka karena diduga menerima suap dari Gatot.
Belum lagi, sejumlah kepala daerah di Sumatera Utara juga terjerat kasus korupsi, di antaranya mantan Wakil Wali Kota Medan Ramli Lubis, mantan Wali Kota Medan Abdillah, mantan Bupati Nias Binahati Benedictus Baeha, mantan Bupati Nias Selatan Fahuwusa Laia, mantan Wali Kota Siantar Robert Edison Siahaan, mantan Wali Kota Medan Rahudman Harahap, serta Bupati Labuhanbatu Pangonal Harahap.
”Tolong dipikir, tolong diingat, berapa gubernur yang kena, berapa wali kota yang kena sebelumnya karena urusan masalah hukum,” kata Megawati.
Pemimpin daerah, menurut Megawati, harus mampu menyatukan nurani dan pikiran. Artinya, pandai saja tidak cukup, apabila tidak disertai dengan kecakapan nurani. Kedua hal tersebut harus mampu digunakan untuk menjawab segala persoalan rakyat.
Pemerintahan yang baik
Tak berhenti di situ, Megawati menegaskan, pemimpin daerah harus mengerti tata kelola pemerintahan atau birokrasi.
Atas dasar itu, ia menyadari bahwa sebaiknya proses menjadi pemimpin daerah itu dimulai dari DPRD kabupaten/kota, DPRD provinsi, lalu DPR. Sebab, dengan begitu, mereka akan terbiasa memiliki mitra dari pemerintahan.
”Tetapi, kadang-kadang, karena kita sangat berambisi, kita langsung (mencalonkan kepala daerah). Untuk itu, belajarlah dengan segera dan dengan keras. Jangan malu bertanya,” ucap Megawati.
Megawati juga menyayangkan fenomena sejumlah pasangan kepala daerah yang malah tidak solid. Ia kerap mendengar hubungan antara bupati dan wakil bupati tidak akur sehingga mengganggu roda pemerintahan.
”Kami memilih pasangan, jangan ribut. Sering kali kalau sudah jadi lupa diri, entah bupatinya atau wakil bupatinya, atau kebalikannya, antara berdua ini, bukannya bekerja sama dengan solid, tetapi sudah mulai pecah,” ujar Megawati.
Sayangnya, dalam situasi seperti itu, partai tidak bisa memberikan sanksi kepada kepala daerah. Sanksi hanya bisa dikenakan di struktur legislatif dengan pergantian antarwaktu. Oleh karena itu, ia berharap, dalam undang-undang nanti, partai bisa memberikan sanksi kepada kepala daerah usungannya yang bertindak semaunya sendiri.
”Jadi, saya sendiri suka jengkel. Suatu saat kejadian begini terus, pasti akan diubah undang-undangnya bahwa yang namanya eksekutif juga seharusnya dapat diberikan sanksi,” kata Megawati.
Sementara itu, Hasto Kristiyanto menyampaikan, Pilkada 2020 merupakan momentum konsolidasi semua kader partai dalam upaya mempersiapkan momentum Pemilu 2024.
PDI-P pun, lanjut Hasto, terbuka bekerja sama dengan semua partai, baik partai yang bersama-sama dalam koalisi pendukung Presiden Joko Widodo-Wakil Presiden Ma’ruf Amin maupun partai di luar koalisi.
Dari bakal calon kepala/wakil kepala daerah telah diusung PDI-P sejauh ini, koalisi terbanyak PDI-P dengan Partai Golkar. Adapun yang paling sedikit dengan Partai Keadilan Sejahtera.
Untuk penetapan capres-cawapres dalam Pemilu 2024, Hasto menjelaskan, PDI-P hingga kini terus melakukan proses kaderisasi dan pematangan calon-calon pemimpin dari kadernya. Menurut dia, seorang pemimpin, apalagi capres, salah satunya diukur dari kemampuan mengenal seluruh rakyat Indonesia.
Terkait dengan nama-nama dari kader PDI-P yang muncul, seperti Puan Maharani dan Ganjar Pranowo, menurut dia, semua itu merupakan bagian dari proses kaderisasi partai. ”Mereka semua dipersiapkan secara matang oleh PDI-P,” kata Hasto.