logo Kompas.id
Politik & HukumPolitik Kekerabatan Problem...
Iklan

Politik Kekerabatan Problem Struktural di Pilkada Serentak

Selama Pilkada Serentak 2015-2018, ada 117 kandidat dari dinasti politik yang menang, tetapi juga ada 85 kandidat yang kalah. Merebaknya politik kekerabatan tidak bisa dilepaskan dari persoalan struktural dalam pilkada.

Oleh
Rini Kustiasih dan Edna C Pattisina
· 3 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/RcFREx8c1vtkzTXJCedpuqz1xj4=/1024x683/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2020%2F07%2F2bd4431e-a53a-47b3-8ac2-be9cba7e6ab0_jpg.jpg
Kompas/Heru Sri Kumoro

Petugas pemungutan suara memeriksa kartu suara saat simulasi pemungutan suara dalam pemilihan serentak 2020 di Kantor KPU, Jakarta, Rabu (22/7/2020). Simulasi dilakukan dengan menerapkan protokol kesehatan pencegahan dan pengendalian Covid-19.

JAKARTA, KOMPAS — Politik kekerabatan tumbuh subur dalam berbagai gelombang pilkada di Indonesia, termasuk di Pilkada Serentak 2020. Kendati sebagian masyarakat memandang negatif praktik ini, tetapi persoalan struktural seperti regulasi, kondisi masyarakat, dan kelembagaan politik membuat politik kekerabatan masih berpeluang terus berkembang.

Politik kekerabatan berupa pencalonan kerabat politisi nasional maupun daerah kembali mencuat di sejumlah daerah di Pilkada 2020. Hasil jajak pendapat Kompas, pekan lalu, mencatat, 60,8 persen responden menganggap politik kekerabatan sebagai sesuatu yang buruk. Kelompok responden usia muda (17-30 tahun), memiliki resistensi lebih besar terhadap politik dinasti (67,9 persen) (Kompas, 3/8/2020).

Editor:
Antony Lee
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000