Dewas KPK Terima 14 Aduan Terkait Pelanggaran Kode Etik, Termasuk soal Penggunaan Helikopter
Sebanyak 14 dari 105 pengaduan yang diterima Dewan Pengawas KPK selama semester I 2020 terkait dugaan pelanggaran kode etik. Termasuk di antaranya laporan penggunaan helikopter untuk kepentingan pribadi Ketua KPK Firli.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi telah menerima 105 surat pengaduan terkait pelaksanaan tugas dan wewenang KPK. Sebanyak 14 di antara laporan tersebut merupakan pengaduan terkait pelanggaran kode etik.
Sesuai amanat Pasal 37B Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi, salah satu tugas Dewas, yaitu menyusun dan menetapkan kode etik, menerima dan menindaklanjuti laporan mengenai dugaan pelanggaran kode etik, serta menyelenggarakan sidang untuk memeriksa adanya dugaan pelanggaran kode etik oleh pimpinan dan pegawai KPK.
Anggota Dewas KPK, Harjono, di Jakarta, Selasa (4/8/2020), mengatakan, 14 pengaduan tersebut telah ditindaklanjuti dan beberapa sudah terselesaikan. Namun, Dewas KPK belum pernah melakukan sidang atas pengaduan tesebut.
”Yang terselesaikan itu sudah kami lakukan klarifikasi. Kami tidak mempertimbangkan untuk masuk pada sidang. Sisanya masih pada tahap analisis awal dan tingkat klarifikasi,” kata Harjono dalam konferensi pers Kinerja Semester I 2020 Dewan Pengawas KPK yang dilakukan secara daring.
Dia menambahkan, dari hasil klarifikasi akan dilakukan pemeriksaan awal terkait kelanjutan dari pengaduan. Dalam pemeriksaan tersebut kemungkinan ada yang berhenti, tetapi juga ada yang akan masuk ke persidangan.
Ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean mengatakan, 14 aduan tersebut terkait dengan pelanggaran etik. Adapun terkait pengaduan masyarakat tentang adanya tindak pidana korupsi, mereka salurkan ke unit yang ada di KPK.
Selain itu, juga ada laporan dari masyarakat yang menyangkut permasalahan mereka terkait kegiatan KPK. Terkait hal tersebut, Dewas langsung mengklarifikasi dan menyurati pelapor dengan data-data KPK.
Helikopter
Salah satu pengaduan terkait pelanggaran kode etik tersebut menyangkut penggunaan helikopter mewah untuk kepentingan pribadi Ketua KPK Firli Bahuri. Penggunaan helikopter milik perusahaan swasta tersebut dilaporkan oleh Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia Boyamin Saiman pada 24 Juni 2020 (Kompas, 26/6/2020).
Tumpak menegaskan, Dewas telah melakukan klarifikasi terhadap masalah ini dengan meminta keterangan dari berbagai pihak termasuk dari Firli. Dewas juga telah meminta keterangan dari pihak penyedia. Mereka telah mengumpulkan keterangan tersebut dan melakukan analisis. Selanjutnya, mereka akan melakukan pemeriksaan pendahuluan.
”Apabila nanti Dewas dalam pemeriksaan pendahuluan menyatakan ada pelanggaran etik, kami akan sidangkan. Dalam waktu dekat akan selesai itu, jadi bersabar saja,” kata Tumpak.
Meski demikian, ia belum bisa menjanjikan kapan hasilnya akan keluar. Hasil tersebut baru bisa dilihat jika sudah ada persidangan.
Anggota Dewas KPK, Albertina Ho, menjelaskan, sidang kode etik dilaksanakan secara tertutup. Namun, saat putusan akan dilaksanakan secara terbuka.
”Percayalah, kami menyidangkan semaksimal dan seobyektif mungkin, tetapi dilaksanakan tertutup karena masalah etik bukan benar atau salah, tetapi pantas atau tidak pantas,” kata Albertina.
Secara terpisah, Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana, menganggap, proses penanganan pengaduan dari masyarakat yang dilakukan Dewas KPK berjalan lambat.
”Dewas tidak bisa menangkap situasi publik yang semakin tidak percaya lagi kepada KPK terutama kepada Firli yang mana beberapa kali sudah dilaporkan terkait pelanggaran kode etik. Namun, Dewas tidak kunjung memutus yang bersangkutan, bahkan menyidangkan juga belum,” kata Kurnia.
Menurut Kurnia, hal tersebut berbeda dengan konsep pengawasan sebelum adanya UU 19/2019. Saat itu, pengawasan dijalankan oleh Deputi Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat.
Deputi tersebut pernah menjatuhkan sanksi dua kali kepada pimpinan KPK, yaitu Abraham Samad dan Saut Situmorang. Kurnia berharap, jangan sampai Dewas takut menjatuhkan sanksi etik kepada pimpinan KPK yang terbukti melanggar ketentuan.
Direktur Pusat Studi Konstitusi Universitas Andalas, Padang, Feri Amsari menuturkan, Dewas seharusnya tegas dan tidak bias dalam menyikapi kasus penggunaan helikopter mewah untuk kepentingan pribadi Firli.
”Memperlambat sidang dan putusan terkait kasus yang sangat terang pelanggaran etik itu memperlihatkan ada tekanan pada Dewas. Apalagi, pelanggaran etik (dilakukan) berulang dari figur yang sama,” kata Feri.
Sebelumnya, terkait helikopter itu, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menyebut Ketua KPK Firli Bahuri menggunakan helikopter dalam perjalanannya di Sumatera Selatan demi efisiensi waktu. ”Terlepas apa pun pendapat masyarakat, tetapi dari sisi efisiensi waktu, itu yang dia pertimbangkan karena cuti cuma satu hari,” kata Alex seusai acara pembagian masker, Jumat (26/6/2020), seperti dikutip dari Antara (Kompas.com, 26/6/2020).