Komisi Kejaksaan Layangkan Panggilan Kedua untuk Jaksa Pinangki
Setelah tak hadir pada panggilan pertama, Pinangki Sirna Malasari, jaksa yang diduga bertemu Joko Tjandra, terpidana kasus ”cessie” Bank Bali saat masih buron dipanggil ulang oleh Komisi Kejaksaan pada Rabu (5/8/2020).
Oleh
DIAN DEWI PURNAMASARI/Prayogi Dwi Sulistyo
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Kejaksaan melayangkan surat pemanggilan kedua untuk Pinangki Sirna Malasari, jaksa yang diduga bertemu dengan terpidana kasus cessie Bank Bali, Joko Soegiarto Tjandra, di Malaysia. Mantan Kepala Subbagian Pemantauan dan Evaluasi II Biro Perencanaan Kejaksaan Agung itu dijadwalkan diperiksa pada Rabu (5/8/2020).
Ketua Komisi Kejaksaan Barita Simanjuntak saat dihubungi, Minggu (2/8/2020), mengatakan, Pinangki tidak hadir pada pemanggilan pertama, Kamis (28/7/2020). Komisi Kejaksaan lantas melayangkan surat pemanggilan kedua.
Menurut Barita, kedatangan Pinangki untuk memberikan keterangan di Komisi Kejaksaan sangat penting untuk mengklarifikasi laporan dari Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI). MAKI melaporkan dugaan pertemuan Pinangki dengan Joko Tjandra dan kuasa hukumnya, Anita Kolopaking, di Malaysia.
Salah satunya dengan bukti foto Joko Tjandra, Anita dan Pinangki di Malaysia. Selain itu, MAKI juga menyerahkan bukti lain, di antaranya foto dokumen perjalanan Pinangki bersama Anita Kolopaking pada 25 November 2019, menggunakan pesawat Garuda GA 820 jurusan Jakarta-Kuala Lumpur keberangkatan pukul 08.20.
”Laporan dari MAKI ini perlu diklarifikasi karena sifatnya pengaduan. Tentu saja harus ditanyakan dan diklarifikasi kebenarannya. Kami juga akan meminta data terkait itu dari Jaksa P. Kalau Jaksa P tidak hadir, akan hilang kesempatannya untuk memberikan klarifikasi,” kata Barita.
Selain menunggu kehadiran Pinangki, Komisi Kejaksaan menanti laporan hasil pemeriksaan (LHP) oleh Jaksa Pengawas Kejaksaan Agung (Kejagung) terhadap Pinangki. Pihak Jaksa Pengawas Kejagung sudah menjanjikan mengirimkan berkas LHP tersebut.
Namun, hingga Minggu (2/8/2020), dokumen belum diterima oleh Komisi Kejaksaan. Komisi ingin memastikan apakah LHP yang dilakukan internal Kejagung itu telah memuat pemeriksaan tentang pertemuan dengan Joko Tjandra atau belum. ”Besok akan kami tagih lagi karena dokumen ini sangat diperlukan dalam rekomendasi yang akan kami buat,” kata Barita.
Dari LHP tersebut, menurut Barita, Komisi Kejaksaan juga dapat membuat kesimpulan untuk membuat rekomendasi kepada Presiden. Apabila pelanggaran yang dilakukan termasuk kategori pelanggaran berat, Jaksa Pinangki dapat terancam pemecatan secara tidak hormat.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD mendesak Kejaksaan memproses baik pelanggaran administratif maupun pidana terhadap oknum yang memfasilitasi Joko. Mahfud meminta Kejaksaan mencontoh sikap tegas yang sudah dilakukan oleh Polri.
Sejauh ini, Polri telah mencopot tiga perwira tinggi dari jabatannya dalam kasus pelarian Joko Tjandra. Bahkan, satu dari tiga perwira tinggi itu sudah ditetapkan sebagai tersangka, yaitu Brigjen (Pol) Prasetijo Utomo.
”Jangan hanya berhenti di tindakan administratif. Kejaksaan harus menindaklanjuti dan mencari bukti-bukti perbuatan pidananya. Upaya melindungi oknum atau menutup-nutupi Kejaksaan hanya akan sia-sia karena masyarakat mengawasi terus kasus ini,” kata Mahfud.
Mahfud juga optimistis dua institusi penegak hukum, yaitu Polri dan Kejaksaan, dapat menggunakan kasus Joko Tjandra ini sebagai momentum untuk bersih-bersih dari koruptor.
Secara terpisah, peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana, mendorong KPK segera berkoordinasi dengan Polri dan Kejagung untuk dapat menangani dugaan tindak pidana suap yang dilakukan Joko ataupun kuasa hukumnya serta dugaan obstruction of justice atau perintangan penyidikan.
Menurut Kurnia, meskipun kasus Joko sudah ditangani Polri dan Kejagung, KPK tetap dapat terlibat. Hal tersebut sesuai dengan Pasal 10 A Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.