Diplomasi Tingkat Tinggi Jadi Kunci Tertangkapnya Joko Tjandra
Diplomasi tingkat tinggi yang biasanya bersifat resiprokal jadi kunci penangkapan buronan kasus pengalihan hak tagih utang Bank Bali, Joko Tjandra. Cara itu lebih efektif daripada perjanjian timbal balik hukum.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Diplomasi tingkat tinggi yang biasanya bersifat resiprokal atau kerja sama timbal balik dinilai menjadi kunci penangkapan buronan kasus pengalihan hak tagih utang atau cessie Bank Bali, Joko Soegiarto Tjandra. Cara tersebut lebih efektif daripada cara ekstradisi dan perjanjian bantuan hukum timbal balik atau mutual legal assistance yang sarat dengan birokrasi dan mekanisme hukum.
Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia Indriyanto Seno Adji mengatakan, diplomasi tingkat tinggi lebih efektif karena biasanya ada kerja sama timbal balik di antara kedua negara di lembaga penegak hukum.
”Pendekatan diplomasi ini sangat moderat dan tidak kompleksitas seperti cara-cara ekstradisi dan MLA (mutual legal assistance) yang sarat dengan birokrasi dan mekanisme hukum,” kata Indriyanto melalui pesan singkat, Jumat (31/7/2020), saat dihubungi di Jakarta.
Pendekatan diplomasi ini sangat moderat dan tidak kompleksitas seperti cara-cara ekstradisi dan MLA (mutual legal assistance) yang sarat dengan birokrasi dan mekanisme hukum.
Ia mengungkapkan, diplomasi tingkat tinggi pernah dilakukan antara Indonesia dan Malaysia ketika menangani masalah korupsi 1Malaysia Development Berhad (1MDB) dan kapal mewah Equaminity. Saat itu, Indonesia menyerahkan ke otoritas Malaysia melalui Director Special Branch Kepolisian Diraja Malaysia.
Pada kasus Joko Tjandra ini, Indriyanto memperkirakan, bantuan Director Special Branch Kepolisian Diraja Malaysia sangat berperan dalam menyelesaikan masalah pelarian 11 tahun Joko Tjandra dan menyerahkan kepada otoritas kepolisian Indonesia.
Sebelumnya, Kepala Badan Reserse Kriminal Kepolisian (Bareskrim) Komisaris Jenderal Listyo Sigit Prabowo dalam konferensi pers di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Kamis (30/7/2020) malam, mengatakan, kerja sama antara Polri dan Kepolisian Diraja Malaysia sudah dilakukan lebih kurang seminggu atau dua minggu semenjak pelarian Joko dari Indonesia (Kompas.id, 31/7/2020).
Presiden Joko Widodo sebagaimana disampaikan Menteri Sekretaris Negara Pratikno juga sudah dilapori oleh Kepala Polri Jenderal (Pol) Idham Azis terkait adanya kerja sama antara Polri dan Kepolisian Diraja Malaysia sejak seminggu lalu. Presiden Jokowi sebelumnya menginstruksikan kepada Kapolri agar segera mengejar, menangkap, dan membawa pulang kembali Joko Tjandra. ”Kalau memang buron, ya, ditangkap, jangan dibiarkan bebas di luar. Segera dibawa pulang,” ujar Presiden sebagaimana diungkapkan Mensesneg, Kamis malam (Kompas.id, 30/7/2020).
Indriyanto mengatakan, pendekatan politik yang bersifat resiprokal ini juga dilakukan Indonesia dengan Serbia saat mendatangkan buronan kasus pembobolan kas Bank BNI Cabang Kebayoran Baru, Maria Pauline Lumowa. Indonesia dapat mendatangkan Maria meskipun Indonesia dan Serbia tidak ada perjanjian ekstradisi.
Momentum penegakan hukum
Menurut Indriyanto, peristiwa penangkapan Joko Tjandra ini bisa menjadi momentum penegakan hukum yang baik untuk memberikan efek jera bagi buronan lainnya yang berada di luar otoritas kedaulatan Indonesia.
Senada dengan Indriyanto, Guru Besar Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Azyumardi Azra mengatakan, peristiwa ini bisa menjadi momentum untuk bersih-bersih. ”Penangkapan Joko ini memberi pelajaran, jika petinggi negara ini serius menyelesaikannya, berbagai kasus KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme) dan kriminal lainnya bisa diatasi,” kata Azyumardi.
Penangkapan Joko ini memberi pelajaran, jika petinggi negara ini serius menyelesaikannya, berbagai kasus KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme) dan kriminal lainnya bisa diatasi.
Selain itu, setiap pejabat publik, seperti polisi, jaksa, keimigrasian, dan lurah, harus ditindak tegas jika terlibat dalam kejahatan seperti kasus terpidana buron Joko Tjandra. Tidak cukup dengan pembebasan tugas, tetapi harus dipecat secara tidak hormat dan dituntut pidana.
Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman mengapresiasi kegigihan dan keseriusan Bareskrim serta pemerintah dalam menangkap Joko. Tertangkapnya Joko ini bisa memudahkan dalam mengungkap dugaan tindak pidana lain yang terkait. Ia menduga, ada gratifikasi atau suap yang seharusnya juga diproses hingga tuntas oleh kepolisian.
Menurut Boyamin, tertangkapnya Joko juga menjadi momentum untuk perbaikan sistem hukum dan sistem pemberantasan korupsi di Indonesia. Ia berharap para koruptor dimiskinkan agar tidak terulang lagi kasus seperti Joko yang dapat melakukan segala keinginannya dengan kekuatan uang.