Sibuk ”Bersih-bersih”, Jangan Lupa Tugas Menangkap Joko Tjandra
Kesibukan Polri dan Kejaksaan Agung menindak oknum di internalnya yang terkait kasus buronan Joko Tjandra diharapkan tak lantas membuat aparat penegak hukum dan pemerintah lupa terhadap tugas menangkap Joko Tjandra.
Oleh
DIAN DEWI PURNAMASARI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kesibukan Polri dan Kejaksaan Agung menindak oknum di internalnya yang diduga terkait kasus pelarian buronan Joko Tjandra diharapkan tak lantas menomorduakan perburuan Joko Tjandra. Apalagi, sejak Joko terungkap bebas berkeliaran di Indonesia bulan lalu, tak terlihat upaya aparat penegak hukum dan pemerintah untuk menangkapnya.
Rektor Universitas Jenderal Achmad Yani, Cimahi, Hikmahanto Juwana saat dihubungi, Rabu (29/7/2020), melihat, aparat penegak hukum saat ini terkesan terlalu fokus pada penindakan oknum yang diduga terlibat kasus Joko Tjandra. Begitu pula pemerintah, titik berat perhatiannya terlihat hanya mendorong pada penindakan oknum-oknum yang terlibat.
Dalam kondisi itu, ia khawatir perburuan terhadap Joko Tjandra justru dinomorduakan. Karena itu, ia mengingatkan pemerintah bersama aparat penegak hukum agar jangan lupa terhadap misi utama, yaitu menangkap Joko Tjandra.
Sekretaris Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Abdul Mu’ti dan Ketua Harian Tanfidziyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Robikin Emhas secara terpisah mengingatkan hal yang sama.
Sekalipun keduanya mengapresiasi langkah tegas Polri dan Kejagung untuk menindak oknum di internalnya, kedua institusi penegak hukum itu diharapkan untuk tetap serius mengejar Joko Tjandra.
”Pemerintah harus ingat bahwa Joko Tjandra sebagai terpidana juga harus ditangkap dan dipulangkan. Indonesia mampu dan memiliki pengalaman karena sebelumnya pernah menangkap buronan seperti M Nazaruddin dan Maria Pauline Lumowa,” tutur Mu’ti.
Langkah pemerintah
Terkait hal tersebut, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD saat wawancara dengan Kompas, Selasa (28/7/2020), mengatakan, pemerintah tetap berupaya menangkap Joko Tjandra. Upaya itu berjalan simultan dengan penindakan terhadap oknum-oknum yang diduga terkait Joko Tjandra.
Untuk menangkap Joko, ia melanjutkan, sejumlah cara dijajaki pemerintah. Di antaranya melalui bantuan hukum timbal balik untuk masalah pidana (mutual legal assistance/MLA), perundingan antarpemerintah, dan perjanjian ekstradisi. Ini karena Joko ditengarai berada di luar negeri. Pengacara Joko Tjandra, Anita Kolopaking, sebelumnya menyatakan bahwa Joko menetap di Malaysia.
Namun, menurut dia, untuk menangkap Joko tidak akan mudah. Terlebih jika ia memegang paspor negara lain. Asumsi ini muncul karena paspor Indonesia Joko Tjandra yang dibuatnya di Kantor Imigrasi Jakarta Utara, 22 Juni lalu, telah dikembalikan ke Anita Kolopaking.
”Tidak semudah itu melakukan (upaya penangkapan Joko Tjandra). Karena, seupama kita tahu tempatnya, kalau dia punya paspor luar negeri, tidak bisa minta dikirim ke sini karena bukan warga negara kita,” ujarnya.
Kurang efektif
Menurut Hikmahanto Juwana yang juga pakar hukum internasional, mekanisme MLA kurang efektif karena bisa saja terganjal oleh kemauan otoritas di negara yang dijadikan tempat pelarian Joko Tjandra.
”MLA bisa dilakukan untuk identifikasi atau mencari orang. Akan tetapi, otoritas setempat kemungkinan akan sulit menjalankan itu karena sudah sibuk dengan pekerjaan dia,” katanya.
Alternatif yang bisa dilakukan pemerintah adalah menyewa detektif swasta untuk mencari keberadaan Joko Tjandra. Detektif swasta diyakini bisa lebih fokus memburu buronan daripada mengandalkan otoritas negara setempat.
Setelah keberadaan Joko diketahui, baru dilaporkan ke Pemerintah Indonesia. Pemerintah Indonesia kemudian meminta otoritas setempat untuk menangkap buronan tersebut. Setelah ditangkap, baru diajukan proses ekstradisi.
Terkait dengan kekhawatiran Joko Tjandra memegang paspor negara lain yang artinya berstatus warna negara asing, menurut Hikmahanto, hal itu seharusnya tidak menjadi kendala. Urusan tersebut nantinya dapat diselesaikan di pengadilan di negara setempat. Tugas pemerintah adalah memberikan amunisi agar pengadilan negara tersebut memperjuangkan supaya buronan itu dapat dipulangkan ke Indonesia.