Manfaatkan Dunia Digital untuk Sosialisasikan Pancasila
Upaya menyosialisasikan Pancasila kepada kalangan milenial membutuhkan tantangan tersendiri. Dunia digital yang dekat dengan anak-anak muda dapat dimanfaatkan. Perlu dipikirkan format dan konten yang tepat
Oleh
RINI KUSTIASIH
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Dunia digital yang akrab dengan anak-anak muda atau kalangan milenial menjadi tantangan sekaligus kesempatan bagi upaya sosialisasi Pancasila. Melalui teknologi informasi, dunia digital harus didekati dengan formulasi yang tepat, sehingga bisa menjadi sarana menyampaikan nialai-nilai Pancasila kepada kalangan muda.
Perlunya pendekatan kepada anak muda dengan memanfaatkan dunia digital ini idealnya menjadi salah satu metode yang diambil oleh Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) untuk semakin membumikan Pancasila kepada generasi milenial. Utamanya karena ada kecenderungan sebagian anak-anak muda tidak memahami Pancasila.
“Dalam satu hari, anak-anak muda ini menggunakan gadget rata-rata 7 jam. Perlu penggunaan teknologi informasi berbasis digital untuk menanamkan nilai-nilai Pancasila kepada generasi milenial, sehingga Pancasila bukan sekadar slogan. Sosialisasi ini harusnya lebih aplikatif, dan up to date, sehingga tidak menjadi jargon atau dogma. Penyampaiannya perlu menyesuaikan dengan perkembangan yang ada,” kata Karyono Wibowo, pengamat politik, dalam acara bincang-bincang Titik Pandang dengan tema “Tantangan Ideologi Pancasila di Era Digital,” yang ditayangkan Kompas TV, Rabu (29/7/2020) di Jakarta.
Dalam satu hari, anak-anak muda ini menggunakan gadget rata-rata 7 jam. Perlu penggunaan teknologi informasi berbasis digital untuk menanamkan nilai-nilai Pancasila kepada generasi milenial, sehingga Pancasila bukan sekadar slogan (Karyono Wibowo)
Dalam acara itu, Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Sumatera Utara, Saidurrahman, yang juga hadir sebagai narasumber mengatakan, BPIP memiliki tugas tidak mudah karena harus memastikan Pancasila dipahami, dihayati, dan diamalkan oleh seluruh warga bangsa. Sosialisasi itu diharapkan memerhatikan segmen atau kalangan masyarakat yang dituju. Dengan demikian, konten sosialisasi yang disampaikan dapat diterima dengan baik.
“Kuncinya ialah pengarusutamaan. Selama ini kita sudah terlena, karena selama era Reformasi, tidak banyak dilakukan sosialisasi Pancasila. Dalam rangka itu, kita mendukung sosialisasi Pancasila ini dilakukan secara struktural, yakni dengan pembentukan BPIP. Di sisi lain, harus pula melalui pendekatan kultural, salah satunya melalui media, pendidikan, dan dunia digital,” kata Saidurrahman.
Penerimaan kepada Pancasila pun cukup mengkhawatirkan di kalangan anak muda. Pasalnya, menurut Saidurrahman, ada hasil kajian yang menyebutkan 10 persen dari generasi milenial setuju untuk mengganti Pancasila. Kondisi ini mesti direspons secara kultural, dan sosialisasi itu disesuaikan dengan dunia anak-anak muda.
Sebaiknya BPIP membuat modul atau silabus penyampaian nilai-nilai Pancasila. Untuk memastikan metode itu dapat diterima oleh kalangan, utamanya generasi muda, BPIP dapat melakukan riset atau penelitian terlebih dulu tentang narasi seperti apa yang bisa diterima oleh kalangan muda.
Karyono mengatakan, sebaiknya BPIP membuat modul atau silabus penyampaian nilai-nilai Pancasila. Untuk memastikan metode itu dapat diterima oleh kalangan, utamanya generasi muda, BPIP dapat melakukan riset atau penelitian terlebih dulu tentang narasi seperti apa yang bisa diterima oleh kalangan muda. Termasuk juga formatnya, apakah berupa tulisan, gambar, dan bentuk konten lainnya. Jangan sampai metode sosialisasinya terlalu kaku sebagaimana pernah terjadi di pemerintahan Orde Baru.
Sementara itu, saat ini DPR belum memutuskan bagaimana pembahasan Rancangan Undang-undang (RUU) BPIP akan dilakukan, sebab konsepsi RUU BPIP itu merupakan respons pemerintah atas draf RUU Pembinaan Ideologi Pancasila (PIP) yang diusulkan oleh DPR.