Penyidik Telusuri Aliran Dana Hasil Pembobolan Bank BNI
Penyidik Polri akan menerapkan strategi ”follow the money” dalam penyidikan kasus dugaan pembobolan Bank BNI dengan tersangka Maria Pauline Lumowa. Hal ini diharapkan bisa membuka jalan untuk pemulihan aset.
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Tim penyidik Badan Reserse Kriminal Kepolisian Negara Republik Indonesia akan menelusuri aliran uang dalam kasus dugaan korupsi dan tindak pidana pencucian uang Bank Negara Indonesia dengan tersangka Maria Pauline Lumowa. Terkait hal itu, Polri akan memeriksa tiga bank swasta.
Maria diekstradisi ke Indonesia dari Serbia, 8 Juli 2020. Dia ditangkap NCB Interpol Serbia pada 16 Juli 2019 di Bandara Internasional Nikola Tesla, Belgrade, berdasarkan red notice Interpol A-1361/12-2003. Dia merupakan salah satu tersangka pembobol Bank BNI melalui surat kredit fiktif pada 2003 yang merugikan negara Rp 1,2 triliun. Selama kurun waktu 2003-2006, sebanyak 13 orang dihukum terkait perkara tersebut (Kompas, 9/7/2020).
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Hubungan Masyarakat Polri Brigadir Jenderal (Pol) Awi Setiyono, dalam jumpa pers, Selasa (28/7/2020), mengatakan, hingga saat ini, penyidik telah memeriksa 14 saksi. Salah seorang saksi, yaitu RK, yang menjabat sebagai Direktur PT MT akan diperiksa kembali.
”Dari hasil sementara penyidikan didapati bahwa saksi atas nama RK selaku direktur PT MT telah menandatangani sejumlah dokumen untuk MPL (Maria Pauline Lumowa). Kemudian pada 13 juli 2003, PT MT mencairkan L/C (surat kredit) 4,8 juta euro dan dikonversi ke dollar AS kemudian mentransfernya ke dua perusahaan, yaitu PT APB dan PT OMI, atas perintah MPL selaku pemilik perusahaan,” kata Awi.
Awi mengatakan, tersangka MPL memiliki perusahaan tersebut melalui saudara kandung dan orang-orang kepercayaannya. Selain itu, MPL adalah tokoh kunci ataupun pihak pengambil kebijakan di Grup Gramarindo yang terdiri dari delapan perusahaan.
Grup Gamarindo, lanjut Awi, mengajukan 40 surat kredit kepada Bank BNI senilai 76,943 juta dollar AS dan 56,114 juta euro bagi delapan perusahaan itu. Rinciannya, PT TJP sebanyak 5 surat kredit, PT FK 2 surat kredit, PT MUEI 9 surat kredit, PT GMI 8 surat kredit, PT GMK 7 surat kredit, PT DSM 6 surat kredit, PT FM 2 surat kredit, dan PT MT 1 surat kredit.
Menurut Awi, penyidik akan melakukan pemeriksaan lanjutan terhadap RK terkait penunjukan dirinya sebagai Direktur PT MT selain memperdalam peran tersangka MPL. Penyidik juga akan melakukan pemeriksaan terhadap tiga bank swasta terkait aliran dana dengan surat kredit fiktif tersebut.
”Yang jelas, Polri akan follow the money, penyidik akan mengikuti ke mana aliran uangnya dan semua uang itu akan diperiksa,” ujar Awi.
Secara terpisah, Manajer Riset Transparency International Indonesia Wawan Heru Suyatmiko mengatakan, penyidikan kasus pembobolan BNI dengan tersangka MPL tersebut menjadi contoh bahwa apa pun pidana asal, selama patut diduga masih melibatkan tersangka lain, penegak hukum tetap dapat mengembangkan kasusnya. Hal ini menjadi preseden positif ke depan.
Selain itu, dia juga menilai bahwa penyidikan dugaan tindak pidana pencucian uang juga sudah tepat dilakukan. Sebab, dugaan tindakan pidana korupsi yang telah merugikan keuangan negara tersebut harus diikuti penyidikan tindak pidana pencucian uang dengan perspektif pemulihan aset yang optimal.
”Dari sini, tampak bahwa yang dibutuhkan dalam penegakan hukum adalah kemauan politik dari pemerintah serta keseriusan penegak hukum,” kata Wawan.
Namun, menurut Wawan, proses kasus pembobolan BNI dengan tersangka MPL yang diikuti dengan upaya pemulihan aset masih panjang. Aparat penegak hukum mesti bertindak hati-hati sedari proses penyelidikan, penyidikan, penuntutan, agar putusan di pengadilan nanti bisa maksimal. Putusan itu menjadi bukti keseriusan aparat penegak hukum Indonesia sebagai modal untuk memulangkan kembali aset yang diduga dilarikan ke luar negeri.