Kejaksaan Diharapkan Segera Tuntaskan Pemeriksaan Jaksa Terkait Joko Tjandra
Kejagung didesak mengambil langkah cepat terkait dugaan adanya oknum jaksa yang bertemu dengan buronan Joko S Tjandra di Malaysia. Hal itu penting untuk menjaga kepercayaan publik kepada institusi kejaksaan.
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Kejaksaan menilai pemeriksaan terhadap oknum jaksa yang diduga bertemu buronan Joko Tjandra di Malaysia mesti segera dilakukan oleh Kejaksaan Agung. Hal penting yang harus diklarifikasi menyangkut lokasi pertemuan, tujuan, dan pembicaraan yang dilakukan dalam pertemuan tersebut.
Pada Jumat (24/7/2020), Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) mengadukan kepada Komisi Kejaksaan adanya informasi tentang pertemuan seorang oknum jaksa dengan Joko Tjandra. Dalam pengaduan tersebut, MAKI menyertakan dua foto bergambar pertemuan yang diduga terdapat oknum dari Kejagung berinisial P.
Pada salah satu foto terlihat kuasa hukum Joko Tjandra, Anita Kolopaking. Adapun di foto lainnya, oknum jaksa itu foto berdua dengan Joko (Kompas, 25/7/2020).
Ketua Komisi Kejaksaan Barita Simanjuntak ketika dihubungi Kompas, Sabtu (25/7/2020), mengatakan, Bidang Pengawasan Kejagung masih memeriksa beberapa orang yang terkait dengan beredarnya informasi keterkaitan jaksa dengan terpidana Joko Tjandra. Karena itu, secara prosedural, Komisi Kejaksaan akan menunggu laporan hasil pemeriksaannya.
Namun, karena eskalasi kasus ini berkembang cepat, Barita melanjutkan, diharapkan Kejagung mengambil langkah cepat sebagaimana ditunjukkan kepolisian dengan mencopot tiga perwira tinggi dari jabatannya. Langkah itu penting untuk menjaga kepercayaan publik terhadap Kejagung.
Kejagung diharapkan mengambil langkah cepat sebagaimana ditunjukkan kepolisian dengan mencopot tiga perwira tinggi dari jabatannya. Langkah itu penting untuk menjaga kepercayaan publik terhadap Kejagung.
Berdasarkan informasi berupa foto tersebut, tambahnya, mestinya Kejagung dapat lebih mudah memeriksa yang bersangkutan. Informasi mendasar yang mesti segera didapatkan adalah waktu pertemuan, apakah atas izin atasan atau tidak, pertemuan dengan siapa saja, serta isi pembicaraan pertemuan itu.
”Kapan, di mana, dan apa yang dibicarakan, itu yang pertama bisa dilakukan. Sebab, alat buktinya sudah ada. Apalagi ada kuasa hukum dan ada buronannya. Itu petunjuk kuat untuk dilakukan pemeriksaan,” kata Barita.
Menurut Barita, terdapat dua hal yang mesti didalami. Pertama, dugaan bertemu dengan terpidana yang juga buronan yang seharusnya tidak boleh dilakukan. Kedua, dugaan pertemuan dilakukan di luar negeri sudah mendapat izin dari pimpinan yang bersangkutan atau belum.
”Kalau ada pelanggaran kode etik atau disiplin, bahkan termasuk pidana, harus dilakukan tindakan pro justitia oleh Kejaksaan Agung. Kejaksaan harus keras kepada diri sendiri agar bisa dipercaya dan dapat bersikap keras kepada pelaku kejahatan,” ujar Barita.
Secara terpisah, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Hari Setiyono mengatakan, Bidang Pengawasan Kejagung telah memeriksa dan mengklarifikasi jaksa yang berada di dalam foto itu pada hari Kamis sampai Jumat lalu. Namun, hasil pemeriksaan tersebut perlu dicocokkan dengan keterangan dari kuasa hukum Joko Tjandra, yakni Anita Kolopaking.
”Infonya yang bersangkutan (Anita Kolopaking) akan hadir (ke Kejaksaan),” kata Hari.
Jika foto pertemuan oknum Kejagung bersama Anita Kolopaking dan Joko Tjandra itu benar, oknum jaksa tersebut sudah otomatis salah. Meskipun jabatannya bukan jaksa eksekutor, sebagai penegak hukum dia tetap tidak boleh bertemu dengan terpidana yang juga buronan Kejagung.
Pengajar Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Gandjar Laksmana Bonaprapta, berpandangan, jika foto pertemuan oknum Kejagung bersama Anita Kolopaking dan Joko Tjandra itu benar, oknum jaksa tersebut sudah otomatis salah. Meskipun jabatannya bukan sebagai jaksa eksekutor, sebagai penegak hukum dia tetap tidak boleh bertemu dengan terpidana yang juga buronan Kejagung.
”Batasan-batasan itulah yang selama ini dirusak. Memang berteman dengan semua orang itu boleh. Namun, Joko, kan, terpidana. Sebagai jaksa, kewajiban dia adalah menangkap. Kalaupun mau menemui, tujuannya untuk menangkap,” kata Gandjar.
Menurut Gandjar, tanpa perlu pemeriksaan, oknum jaksa tersebut sudah melanggar kode etik dan disiplin. Namun, itu belum cukup. Sebab, Kejagung mesti memeriksa lebih jauh mengenai lokasi, waktu, dan tujuan pertemuan.
Terkait lokasi dan waktu pertemuan, Kejagung mesti memastikan pertemuan itu bukan merupakan gratifikasi. Hal itu bisa dibuktikan dengan bukti tiket perjalanan dan akomodasi hotel. Yang tentu juga penting, Kejagung mesti mendalami tujuan pertemuan itu.
Kejagung mesti memastikan pertemuan itu bukan merupakan gratifikasi. Hal itu bisa dibuktikan dengan bukti tiket perjalanan dan akomodasi hotel. Yang tentu juga penting, Kejagung mesti mendalami tujuan pertemuan itu.
Kejagung, lanjut Gandjar, harus memastikan pertemuan itu terjadi sebelum atau setelah Anita menjadi kuasa hukum Joko Tjandra. Jika terjadi setelah Anita menjadi kuasa hukum, dugaan keterlibatan oknum jaksa dengan Joko Tjandra semakin kuat. Jika sebaliknya, oknum tersebut tetap bersalah karena setidaknya sudah melanggar kode etik sebagai jaksa.
”Saya tidak bisa membayangkan kalau pertemuan itu hanya sekadar teman dengan teman. Jaksa itu mestinya tahu bahwa yang ditemui adalah buronan,” ujar Gandjar.
Oleh karena itu, Kejagung diharapkan bergerak cepat untuk memeriksa dan membukanya kepada publik. Sebab, hal itu bukan perkara yang sulit dan rumit.
Sementara itu, Indonesia Corruption Watch (ICW) melalui keterangan tertulis menilai, kemudahan Joko mendapatkan akses ke layanan publik maupun keluar masuk Indonesia tidak mungkin dilakukan tanpa bantuan pihak berwenang. Pencopotan tiga perwira tinggi di kepolisian karena diduga membantu Joko menjadi bukti.
Di sisi lain, ICW memandang belum ada keseriusan dari pihak-pihak lain yang semestinya turut mengurai masalah tersebut. Pihak lain yang mestinya dapat membantu mengungkap masalah itu adalah Komisi Pemberantasan Korupsi dan Dewan Perwakilan Rakyat. Sebab, bukan tidak mungkin terdapat tindakan lain yang dilakukan dalam membantu Joko Tjandra dan mengarah pada tindak pidana korupsi.
”Apabila tidak ada tindakan dari pihak-pihak berwenang, ini menunjukkan tidak ada keseriusan dari pihak-pihak berwenang dalam menyelesaikan kasus Joko Tjandra. Dengan itu pula dugaan bahwa Joko Tjandra dilindungi oleh rezim pemerintahan saat ini semakin terang terlihat,” kata peneliti ICW, Kurnia Ramadhana.