Pegawai negeri sipil yang terkonfirmasi positif Covid-19 terus bertambah. Percepatan digitalisasi layanan masyarakat dan kerja birokrasi perlu didorong agar mereka bisa bekerja dari rumah dan terhindar dari Covid-19.
Oleh
NINA SUSILO / NIKOLAUS HARBOWO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pegawai negeri sipil yang terkonfirmasi positif Covid-19 terus bertambah. Penambahan kasus di kalangan aparatur tak terlepas dari interaksi yang cukup intens, baik di kantor maupun di perjalanan menuju kantor. Percepatan digitalisasi layanan masyarakat dan kerja birokrasi perlu didorong agar aparatur sipil negara bisa bekerja dari rumah sehingga terhindar dari Covid-19.
Berdasarkan data Badan Kepegawaian Negara (BKN) pada Sistem Aplikasi Pelayanan Kepegawaian (SAPK), hingga Jumat (24/7/2020), total PNS yang terinfeksi Covid-19 ada 849 orang. Angka itu terus merangkak naik dari yang sebelumnya 819 orang pada Rabu (22/7/2020).
Dari 849 PNS yang terkonfirmasi Covid-19, sebanyak 42 PNS meninggal dan 16 di antaranya terinfeksi saat menjalankan tugas.
Kepala Biro Humas, Hukum, dan Kerja Sama Badan Kepegawaian Negara (BKN) Paryono saat dihubungi di Jakarta, Jumat, mengatakan, penambahan kasus yang begitu cepat di kalangan PNS dipicu oleh intensnya interaksi PNS.
Interaksi langsung mereka bertemu orang lain tidak hanya terjadi di kantor, tetapi saat memberikan pelayanan langsung kepada masyarakat dan juga saat perjalanan menuju ke kantor.
”Misalnya, di instansi pemerintah sudah melaksanakan protokol kesehatan dengan baik tetapi ketika keluar dari kantor si PNS itu tidak hati-hati atau keluarganya tidak hati-hati, bisa saja mereka jadi terpapar (virus),” ujar Paryono.
Paryono menyampaikan, sebenarnya Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan dan RB) telah mengingatkan kepada pejabat pembina kepegawaian di seluruh instansi pemerintahan agar pegawai yang bekerja di kantor diatur maksimal sebanyak 50 persen. Dengan begitu, tak akan terjadi interaksi yang intensif di lingkungan kantor. Sistem bekerja seperti itu juga diharapkan mampu menghindari penumpukan penumpang di transportasi umum.
Fleksibel
Secara terpisah, Menpan dan RB Tjahjo Kumolo menyampaikan, di dalam Surat Edaran Menpan dan RB Nomor 58 Tahun 2020 tentang Sistem Kerja Pegawai Aparatur Sipil Negara dalam Tatanan Normal Baru, ada catatan bersifat fleksibel. Artinya, kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah mempunyai kewenangan untuk mengatur jam kerja aparaturnya sesuai dengan situasi dan kondisi di daerahnya tersebut.
Di wilayah yang masih menerapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) transisi, menurut Tjahjo, penerapan sistem bekerja 50 persen dari kantor dan 50 persen di rumah (work from home/WFH) harus dipatuhi.
”Prioritas yang punya riwayat penyakit wajib WFH dulu. Kuncinya, ASN harus disiplin protokol kesehatan dan cepat berobat kalau ada rasa-rasa demam dan batuk,” kata Tjahjo.
Digitalisasi
Pengajar Ilmu Administrasi Negara Universitas Indonesia, Muh Azis Muslim, dan Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara Agus Pramusinto mendorong pemerintah untuk mengakselerasi digitalisasi layanan masyarakat dan kerja birokrasi. Dengan demikian, aparatur sipil negara bisa menjalankan tugasnya dari rumah. Praktis hal ini pun membuat mereka terhindar dari Covid-19.
Menurut Azis, peluang percepatan tersebut besar karena generasi milenial sudah mulai masuk dunia kerja, sedangkan generasi baby boomer sudah mendekati usia pensiun.
Namun, ia mengakui di beberapa wilayah masih kesulitan dengan kapasitas jaringan listrik dan internet sehingga tak bisa serta-merta menerapkan ini. Selain itu, masih banyak ASN yang tidak terbiasa menggunakan teknologi.
Tak hanya itu, masyarakat yang belum terbiasa dengan teknologi bahkan tidak memiliki peranti yang diperlukan juga masih ada.
Kendati ada hambatan dan tantangan seperti ini, kata Agus, semestinya proses menuju digitalisasi layanan pemerintah harus terus berjalan. Untuk itu, kolaborasi antar-kementerian sangat penting.
Dicontohkan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan bisa bekerja sama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk memastikan jaringan internet tersedia untuk sekolah daring atau dengan kementerian lain yang bisa menyediakan fasilitas telepon pintar atau komputer jinjing di desa-desa.
Agus juga mengingatkan, perubahan birokrasi harus dilakukan secara komprehensif. Kinerja ASN sudah waktunya dinilai berdasarkan hasil kerjanya, bukan sekadar dari kehadiran seseorang di kantor. Target kinerja pun harus terukur sehingga mudah dievaluasi.
Pemerintah juga perlu mengevaluasi mana pelayanan yang sangat dibutuhkan masyarakat dan mana yang sesungguhnya tidak perlu diatur pemerintah. Agus mencontohkan izin penelitian dan surat keterangan catatan kepolisian (SKCK) adalah layanan yang tidak diperlukan. Dengan demikian, negara lebih ringan dalam bekerja dan rakyat tidak dibebani berbagai izin.
”Efisiensi kelembagaan, SDM, dan anggaran akan mudah dilakukan dengan membangun mindset yang berbasis pada trust society. Kita tidak perlu punya lembaga perizinan, tidak perlu orang, dan tidak perlu anggaran. Jadi semua bisa difokuskan pada layanan yang benar-benar dibutuhkan,” tutur Agus.
Di tengah pandemi Covid-19, digitalisasi layanan masyarakat dan kerja birokrasi semestinya menjadi pilihan dan diakselerasi. Sebab, memaksakan para ASN lebih banyak bekerja dari kantor atau melakukan perjalanan dinas meningkatkan risiko penularan. ”ASN harus terlindungi dengan baik. Layanan tetap bisa jalan lewat WFH,” tutur Agus.
Azis juga mempertanyakan kebijakan untuk membolehkan kembali ASN melakukan perjalanan dinas. ”Memang dilematis. Kalau (perjalanan dinas) dilakukan, seberapa efek pada perputaran ekonomi di suatu wilayah, jangan sampai malah menjadi masalah kesehatan baru,” katanya.
Untuk memutus rantai penularan Covid-19, kata Azis, saat ini, pemerintah harus secara konsisten menyadarkan masyarakat secara umum bahwa bahaya penularan Covid-19 belum berakhir. Gerakan bersama diperlukan. ASN juga perlu terlindungi bila bekerja dari kantor atau menyelenggarakan layanan masyarakat secara fisik. Kantor, misalnya, harus disiapkan supaya berjendela dan memiliki sirkulasi udara yang baik. Kebijakan pemerintah juga semestinya tegas, berbasis fakta, dan tidak membingungkan masyarakat.