SPDP Terbit, Penyidik Masih Belum Bisa Periksa Brigjen (Pol) Prasetijo Utomo
Kepala Bagian Penerangan Umum Polri Komisaris Besar Ahmad Ramadhan menyatakan Polri sudah menerbitkan SPDP yang ditujukan kepada Brigjen (Pol) Prasetijo Utomo terkait pelarian Joko Tjandra.
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Badan Reserse Kriminal Kepolisian Negara Republik Indonesia telah menerbitkan surat pemberitahuan dimulainya penyidikan atau SPDP terhadap Brigadir Jenderal (Pol) Prasetijo Utomo. Hingga saat ini, Bareskrim Polri masih memeriksa saksi dalam rangka penetapan tersangka. Adapun Prasetijo masih dirawat di rumah sakit sehingga belum bisa diperiksa.
Prasetijo dicopot dari jabatannya sebagai Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan Penyidik Pegawai Negeri Sipil Bareskrim Polri karena telah menerbitkan surat jalan bagi Joko untuk bepergian dari Jakarta ke Pontianak pada 19 Juni dan kembali 22 Juni (Kompas, 16/7/2020). Joko merupakan buronan kasus cessie Bank Bali.
Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri Komisaris Besar Ahmad Ramadhan, Kamis (23/7/2020), mengatakan, SPDP yang diterbitkan 20 Juli bernomor B/106.4a/VII/2020/Ditipidum ditujukan kepada Prasetijo terkait tindak pidana.
SPDP tersebut merujuk laporan polisi bernomor LP/A/397/VII/2020/Bareskrim tertanggal 20 Juli 2020 dengan pelapor Iwan Purwanto dan surat perintah penyidikan bernomor Sp.Sidik/854.2a/VII/Ditipudum tertanggal 20 Juli 2020.
”Sekarang masih dilakukan pemeriksaan terhadap saksi-saksi. Seperti disampaikan kemarin, kami masih melihat kondisi kesehatan BJP PU (Brigjen Pol Prasetijo Utomo), tentu kami akan ke arah itu. Tidak mungkin kami tidak melakukan pemeriksaan,” kata Ahmad.
Sampai saat ini, Prasetijo masih dirawat di Rumah Sakit Polri Kramatjati, Jakarta. Menurut keterangan kepolisian, tekanan darah Prasetijo tinggi.
Di dalam SPDP tersebut, kata Ahmad, Bareskrim memulai penyidikan tentang pemalsuan surat, tentang kesengajaan membiarkan orang yang dirampas kemerdekaannya melarikan diri atau melepaskannya, dan atau memberikan pertolongan kepadanya untuk menghindari penyidikan atau penahanan oleh pejabat kehakiman atau kepolisian.
Hal tersebut terdapat dalam Pasal 263 KUHP, 421 KUHP, dan atau 221 KUHP, yang diduga dilakukan oleh terlapor BJP PU dan kawan-kawan antara 1 Juni dan 19 Juni 2020 di Jakarta dan Pontianak.
Sekarang pemeriksaan masih berkisar pada proses keterlibatan, kuat atau tidak untuk kasus pemalsuan surat, kemudian tentang penyalahgunaan jabatan. Nanti pasti berkembang terus.
Menurut Ahmad, karena kondisi kesehatan Prasetijo belum memungkinkan untuk diperiksa, pemeriksaan saat ini ditujukan bagi para saksi, baik yang berasal dari internal Polri maupun pihak eksternal Polri. Pihak internal yang diperiksa antara lain dokter dari Pusat Kedokteran dan Kesehatan Polri serta staf Bareskrim. Sementara pemeriksaan untuk pihak eksternal dilakukan terhadap kuasa hukum Joko Tjandra.
Ahmad mengatakan, dalam Pasal 66 Peraturan Kapolri Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pengawasan dan Pengendalian Penanganan Perkara Pidana di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia disebutkan, status tersangka ditetapkan oleh penyidik kepada seseorang setelah hasil penyidikan memperoleh dua alat bukti yang cukup. Dua alat bukti tersebut diperoleh melalui gelar perkara.
”Sekarang pemeriksaan masih berkisar pada proses keterlibatan, kuat atau tidak untuk kasus pemalsuan surat, kemudian tentang penyalahgunaan jabatan. Nanti pasti berkembang terus,” ujar Ahmad.
Secara terpisah, ketika dikonfirmasi, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Hari Setiyono membenarkan terdapat SPDP terhadap Prasetijo yang ditujukan kepada Jaksa Agung. SPDP tersebut ditandatangani Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen (Pol) Ferdy Sambo.
”SPDP tersebut sudah diterima di Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum,” kata Hari.