Perlu Terobosan Baru untuk Pulihkan Kepercayaan pada KPK
Tingkat kepuasan terhadap kinerja KPK menurun. Demikian pula dengan keyakinan akan lebih baiknya pemberantasan korupsi yang dilakukan lembaga tersebut. Sejumlah terobosan diperlukan untuk meraih kembali hati publik.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemberantasan Korupsi perlu melakukan terobosan baru untuk dapat memulihkan kepercayaan publik. Berdasarkan hasil survei yang dikeluarkan Litbang Kompas dan Indikator, terjadi penurunan kepercayaan publik kepada lembaga antirasuah tersebut.
Dalam jajak pendapat Litbang Kompas yang dirilis pada 23 Juni 2020, terjadi penurunan tingkat keyakinan dan persepsi positif responden terhadap KPK. Sebanyak 54,9 persen responden yakin pemberantasan korupsi oleh KPK akan lebih baik. Keyakinan publik menurun jika dibandingkan jajak pendapat Kompas pada Januari 2020 di mana 76,8 persen responden masih yakin akan kinerja KPK.
Keyakinan publik menurun jika dibandingkan jajak pendapat Kompas pada Januari 2020 di mana 76,8 persen responden masih yakin akan kinerja KPK.
Dari sisi tingkat kepuasan terhadap kinerja KPK dalam mencegah dan memberantas korupsi, 56,9 persen responden menyatakan tidak puas. Persentase ini lebih buruk dibandingkan jajak pendapat sebelumnya, yaitu 35,9 persen.
Citra KPK juga memburuk. Hasil jajak pendapat Juni 2020 menunjukkan, 44,6 persen responden menjawab citra KPK baik. Sementara pada jajak pendapat Januari 2020 terdapat 64,2 persen responden yang menjawab baik. Persepsi masyarakat terkait citra KPK tercatat menjadi yang terburuk dalam delapan jajak pendapat secara berkala oleh Litbang Kompas dari Januari 2015 hingga Juni 2020.
Penurunan kepercayaan publik kepada KPK juga terjadi pada survei yang dirilis oleh Indikator pada 21 Juli 2020. Pada Februari 2020, tingkat kepercayaan publik kepada KPK sebesar 81,3 persen, sedangkan pada Mei menurun menjadi 74,7 persen. Pada Juli, tingkat kepercayaan publik masih sama, yaitu 74,7 persen.
Direktur Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi, Rabu (22/7/2020), mengungkapkan, sejak Februari 2020 ditemukan pola kepercayaan publik terhadap KPK berada di bawah kepolisian. ”Kepercayaan terhadap KPK menurun pada Mei dibandingkan Februari 2020. Pada saat yang sama, kepercayaan terhadap polisi naik,” kata Burhanuddin.
Kepercayaan terhadap KPK menurun pada Mei dibandingkan Februari 2020. Pada saat yang sama, kepercayaan terhadap polisi naik.
Kepercayaan pada polisi naik
Menurut data Indikator, penurunan kepercayaan kepada KPK disokong oleh segmen pemilih kelas menengah yang berpendidikan dan memiliki akses informasi lebih baik. Ada yang mengaitkan penurunan kepercayaan kepada KPK terjadi sejak adanya revisi Undang-Undang KPK yang ditetapkan pada akhir 2019.
Kemungkinan lainnya juga berkaitan dengan penindakan yang dilakukan KPK. Dari data yang dimiliki Burhanuddin, ketika KPK rajin menggelar penangkapan terduga koruptor, rating KPK stabil di kisaran 82 persen yakni pada 2013-2019.
”Meskipun pada periode itu KPK masih di atas polisi, rating KPK tidak meningkat tajam pada saat itu. Artinya, revisi UU KPK turut menurunkan rating KPK memang suatu indikasi yang mungkin ada benarnya. Namun, rajin menggelar penindakan juga tidak serta-merta melejitkan pamor KPK hingga mencapai 90 persen,” ujar Burhanuddin.
Ia menegaskan, KPK harus mencari terobosan baru untuk memulihkan kepercayaan publik di tengah pesimisme atas UU baru KPK yang dipandang mempersulit ruang gerak KPK. Pada saat yang sama, KPK diharapkan untuk lebih mendengar kritikan dari masyarakat.
KPK harus mencari terobosan baru untuk memulihkan kepercayaan publik di tengah pesimisme atas UU baru KPK yang dipandang mempersulit ruang gerak KPK.
Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango mengatakan, KPK menghargai pendapat masyarakat yang tergambar dari persepsi responden survei. ”Saya juga memahami, mengacu ke Pasal 20 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 yang sudah diubah dengan UU No 19/2019, KPK bertanggung jawab pada publik dalam pelaksanaan tugas. Jadi, respons dan masukan dari masyarakat itu kami pandang penting,” kata Nawawi.
Selain itu, KPK juga mencermati apa yang disampaikan narasumber dari Litbang Kompas. Meskipun ada perdebatan tentang metodologi daring yang digunakan untuk survei 2020, tetapi saat itu disampaikan ada lima faktor yang berpengaruh pada persepsi publik pada KPK.
Kelima faktor tersebut yakni kondisi penegakan hukum nasional, independensi dan kemampuan penegak hukum, keterkaitan dengan situasi politik, kemampuan operasi tangkap tangan, serta faktor kelembagaan KPK. Untuk faktor kelembagaan KPK, termasuk di antaranya bagaimana publik menilai pimpinan KPK dan persepsi terhadap juru bicara atau pejabat lain di KPK dalam berkomunikasi ke publik.
”Kami akan semaksimal mungkin melakukan koreksi ke dalam agar publik memercayai kerja KPK sepenuhnya. Kami sadar, pemilik KPK yang sesungguhnya adalah masyarakat Indonesia. Pimpinan, dewas (dewan pengawas), dan seluruh pegawai akan menjalankan amanat di KPK ini sebaik-baiknya,” kata Nawawi.