Didesak, Payung Hukum Pembentukan Tim Pemburu Koruptor
Tim pemburu koruptor yang telah disepakati perlu segera dibentuk untuk mengejar pelaku kejahatan yang lari ke luar negeri. Namun, hingga kini, payung hukum untuk itu belum ada.
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Tim pemburu koruptor yang telah disepakati perlu segera dibentuk untuk mengejar para pelaku kejahatan yang lari ke luar negeri berikut mengambil tindakan soal aset-aset yang mereka miliki. Untuk itu, diperlukan payung hukum berupa instruksi presiden atau inpres untuk kepastian dan penegakan hukumnya. Namun, hingga kini, inpres tersebut belum juga diterbitkan.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Hari Setiyono, Rabu (22/7/2020), di Jakarta, mengatakan, Kejaksaan Agung bersama dengan beberapa lembaga yang berada di bawah koordinasi Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan sepakat agar ada payung hukum bagi tim pemburu buronan atau koruptor. Bentuk payung hukumnya adalah inpres.
”Inpres itu yang kemudian menjadi dasar bagi Kemenko Polhukam untuk membuat surat keputusan guna membentuk tim pemburu koruptor atau buronan, baik yang ada di tahap penyidikan atau tersangka, penuntutan atau terdakwa, maupun putusan atau terpidana,” kata Hari.
Inpres itu yang kemudian menjadi dasar bagi Kemenko Polhukam untuk membuat surat keputusan guna membentuk tim pemburu koruptor atau buronan, baik yang ada di tahap penyidikan atau tersangka, penuntutan atau terdakwa, maupun putusan atau terpidana.
Sebelumnya, Menko Polhukam Mahfud MD menegaskan akan mengusut dan menindak aparat yang terlibat dalam kasus Joko S Tjandra; tidak hanya sanksi administratif, tetapi juga pidana. Hal itu disampaikan seusai rapat terbatas dengan beberapa lembaga, antara lain Kejaksaan Agung, Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, serta Badan Intelijen Negara, beberapa waktu lalu. Untuk kepentingan tersebut, Mahfud menyatakan akan menerbitkan inpres sebagai payung hukumnya.
Dalam kasus perburuan Joko S Tjandra, Mahfud meminta agar institusi terkait segera melakukan langkah strategis. Dia pun mengapresiasi Polri yang langsung melakukan tindakan tegas terhadap aparat yang terlibat.
Hari mengatakan, dulu ketua dari tim pemburu koruptor adalah wakil jaksa agung. Namun, karena kasus korupsi tidak hanya ditangani oleh Kejagung, tetapi juga oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Polri, kemungkinan perburuan terhadap buronan juga dibagi sesuai kewenangan masing-masing institusi.
Meski demikian, menurut Hari, pihaknya memastikan bahwa sampai saat ini, selain inpresnya belum diterbitkan, tim jaksa eksekutor juga terus berupaya mencari Joko S Tjandra. Jika keberadaan Joko sudah diketahui, jaksa eksekutor akan menangkap dan mengeksekusi sesuai putusan Mahkamah Agung tahun 2009.
Secara terpisah, ketika dikonfirmasi Kompas, Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komisaris Jenderal Listyo Sigit Prabowo membenarkan adanya permintaan bantuan untuk memburu Joko S Tjandra dalam rapat dengan Menko Polhukam. ”Ya, kami menerima DPO (daftar pencarian orang) untuk membantu mencari buron JC (Joko S Tjandra),” kata Listyo. Namun, Listyo tidak merinci lagi penjelasannya.
Pengacara Joko Diperiksa
Ketika ditanya tentang dugaan keberadaan Joko S Tjandra di Malaysia, Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Polri Inspektur Jenderal Raden Prabowo Argo Yuwono mengatakan, kepolisian terus melakukan kegiatan untuk melakukan penangkapan dan memulangkannya kembali ke Indonesia. ”Kita tunggu saja,” kata Argo.
Saat ini kepolisian masih memeriksa kuasa hukum Joko yang berinisial ADK. Pemeriksaan sudah dilakukan kemarin dan akan dilanjutkan hari ini.
Menurut Argo, kepolisian tidak menghapus red notice Joko dari Interpol. Sebab, yang bisa melakukannya hanya markas besar Interpol di Perancis. Terkait dengan adanya surat ke Direktorat Imigrasi, surat itu menyampaikan pemberitahuan ke Ditjen Imigrasi bahwa red notice sudah terhapus, bukan dihapus.
Terkait dengan pencopotan Inspektur Jenderal Napoleon Bonaparte dan Brigadir Jenderal (Pol) Nugroho S Wibowo, lanjut Argo, itu dilakukan karena ada prosedur standar operasi terkait administrasi yang tidak dilakukan oleh keduanya. Oleh karena itu, terdapat pelanggaran kode etik di situ.
Akan halnya surat jalan yang dikeluarkan Brigadir Jenderal (Pol) Prasetijo Utomo, menurut Argo, saat ini kepolisian masih memeriksa kuasa hukum Joko yang berinisial ADK. Pemeriksaan sudah dilakukan kemarin dan akan dilanjutkan hari ini.