Pakar hukum dan kelompok masyarakat sipil melihat aneh sikap hakim yang melanjutkan sidang PK Joko Tjandra meski telah menyatakan tak lagi memberikan kesempatan bagi Joko.
Oleh
Prayogi Dwi Sulistyo/Norbertus Arya Dwiangga Martiar/DIAN DEWI PURNAMASARI
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Majelis hakim tak lagi memberikan toleransi bagi narapidana kasus pengalihan hak tagih utang Bank Bali, Joko Tjandra, setelah tiga kali tidak hadir pada sidang perdana pemeriksaan perkara peninjauan kembali kasusnya. Akan tetapi, hakim justru memutuskan melanjutkan sidang dengan agenda mendengarkan pendapat jaksa terkait permohonan Joko tersebut. Sejumlah pihak menilai hal ini aneh.
Sidang pemeriksaan perkara peninjauan kembali yang diajukan buron perkara pengalihan hak tagih utang (cessie) Bank Bali, Joko Tjandra, kembali digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (20/7/2020). Sama seperti sidang pada 29 Juni dan 6 Juli 2020, Joko tak terlihat hadir. Hanya kuasa hukumnya yang mewakili kehadirannya.
Andi Putra Kusuma, ketua tim kuasa hukum Joko, menyampaikan, Joko kembali tak bisa hadir dalam persidangan karena sakit. Untuk menguatkan hal itu, ia menyerahkan kepada majelis hakim, yang diketuai Nazar Effriandi, surat sakit dari dokter di Kuala Lumpur, Malaysia, tertanggal 15 Juli 2020. Dalam surat, tak disebutkan sakit yang diderita Joko. Selain surat sakit, Andi menyerahkan pula surat dari Joko tertanggal 17 Juli 2020.
Nazar lantas memberikan kesempatan kepada Andi untuk membacakan surat Joko. Ini sekalipun jaksa penuntut umum mengingatkan hakim bahwa pada sidang 6 Juli, hakim telah menyatakan sidang pada 20 Juli merupakan kesempatan terakhir bagi Joko. Jika buron yang diketahui bebas berkeliaran di Indonesia bulan lalu tersebut kembali tidak hadir, peninjauan kembali yang diajukan akan ditolak.
Dalam surat, Joko menuliskan permintaan maafnya tidak hadir dalam persidangan karena kondisi kesehatan. Ditambah lagi, adanya pandemi Covid-19. Tak hanya itu, ia juga meminta kepada majelis hakim untuk mengikuti sidang secara daring atau telekonferensi.
Namun, majelis hakim menolak permintaan ini. Hakim juga menegaskan tak akan memberikan toleransi lagi bagi Joko. Sebab, surat yang dibuat dari Kuala Lumpur itu tidak memberikan kepastian bahwa Joko akan menghadiri sidang, tetapi justru meminta persidangan dilaksanakan secara daring. Hal tersebut dinilai hakim bahwa Joko tidak akan hadir dalam persidangan.
Andi tetap bersikukuh meminta sidang ditunda dan akan mengupayakan agar Joko hadir dengan segala konsekuensinya untuk memperjuangkan haknya. Namun, hakim tetap tidak memberikan kesempatan kepada Joko dan menyatakan sidang ini tidak bisa diteruskan.
Pendapat jaksa
Akan tetapi, Nazar meminta jaksa memberikan pendapat terkait permohonan PK Joko. Alhasil, sidang akan digelar kembali pada 27 Juli 2020. Setelah itu majelis hakim akan mengeluarkan pendapat. Hal ini ditempuh dengan dalih agar proses PK berjalan teratur.
Dengan sikap hakim itu, Andi mengatakan akan tetap berupaya membujuk Joko untuk hadir di sidang berikutnya. Sebaliknya, jaksa Ridwan Ismawanta kecewa dengan sikap hakim. Sebab, di sidang sebelumnya, hakim sudah menyatakan sidang kali ini menjadi sidang terakhir jika Joko tidak hadir. Meski demikian, ia akan tetap memenuhi permintaan hakim.
Pengajar Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Febby Mutiara Nelson, mengatakan, Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 1 Tahun 2012 tentang Pengajuan Permohonan PK dalam Perkara Pidana (bukan SEMA Nomor 1 Tahun 2020 seperti disebutkan di berita sebelumnya) mensyaratkan kehadiran terpidana pada sidang pemeriksaan. Dengan demikian, tepat jika majelis hakim memutuskan tak melanjutkan proses PK Joko Tjandra.
Namun, yang aneh, menurut dia, diberikannya kesempatan kepada jaksa untuk memberikan pendapat saat hakim tak lagi memberikan toleransi bagi Joko. ”Buat apa lagi jawaban jaksa secara tertulis,” ujarnya.
Direktur Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia Asfinawati pun melihat tindakan majelis hakim tidak tepat. ”Kalau ini kasus orang biasa atau miskin, tindakan hakim bisa jadi mulia karena memberikan kesempatan. Namun, dalam kasus Joko Tjandra, aneh sekali hakimnya masih memberikan kesempatan. Apalagi, sudah ada polisi yang diberi sanksi (terkait pelarian Joko),” tambahnya.
Juru Bicara MA Andi Samsan Nganro mengatakan, SEMA No 1/2012 memang tak menjelaskan dengan detail yang dimaksud soal kehadiran pemohon di persidangan. Namun, ia menolak berkomentar terkait jalannya sidang Joko Tjandra.
”Hal tersebut tidak dapat saya komentari karena dapat memengaruhi perkara yang sedang berjalan di PN,” katanya.
MA baru akan memutuskan jika permohonan PK itu diputuskan diteruskan ke MA. MA akan memutuskan apakah perkara PK itu dapat diterima atau tidak, baik dari aspek formil maupun materiil.
Ketua Komisi Yudisial (KY) Jaja Ahmad Jayus mengatakan, pihaknya memantau jalannya persidangan Joko Tjandra. ”KY berharap hakim tidak terpengaruh apa pun,” ujarnya.
Satu pesawat
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen (Pol) Awi Setiyono membenarkan bahwa Brigjen (Pol) Prasetijo Utomo, yang menerbitkan surat jalan untuk Joko Tjandra, satu pesawat dengan Joko saat terbang ke Pontianak dari Jakarta. Prasetijo juga disebutkan menerbitkan surat jalan bagi dirinya sendiri, tanpa seizin pimpinan, guna kepentingan terbang ke Pontianak.
”Yang bersangkutan (Prasetijo) membuat surat izin sendiri menuju Pontianak dan info yang kami dapatkan yang bersangkutan satu pesawat dengan Joko Tjandra,” katanya.
Surat jalan bagi Joko yang diterbitkan Prasetijo untuk perjalanan ke Pontianak dari Jakarta pada 19 Juni 2020 dan kembali pada 22 Juni 2020. Atas perbuatannya itu, Prasetijo dicopot dari jabatannya sebagai Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim Polri. Selain itu, polisi juga berencana memproses pidana Prasetijo (Kompas, 16/7/2020).
Polisi masih mencoba mendalami alasan Prasetijo menerbitkan surat jalan itu, bahkan pergi bersama Joko. Polisi juga masih mencoba mencari tahu jumlah surat jalan yang pernah diterbitkan Prasetijo untuk Joko. Namun, upaya pemeriksaan ini untuk sementara terganjal karena Prasetijo dirawat di Rumah Sakit Polri Kramat Jati karena tensi darahnya naik.
Selain memeriksa pihak-pihak dari internal Polri yang diduga terkait atau mengetahui kasus pelarian Joko di Indonesia bulan lalu, Awi mengatakan, tak tertutup kemungkinan polisi juga memeriksa pihak-pihak di luar Polri. Salah satunya Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia atau kuasa hukum Joko Tjandra.
”Kalau dalam proses penyidikannya sampai ke sana, tentunya pasti akan dipanggil siapa pun yang terlibat,” ujar Awi.
Secara terpisah, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Hari Setiyono mengatakan, pemeriksaan Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan Nanang Supriatna belum tuntas. Selain Nanang, Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta juga menjadwalkan pemeriksaan kuasa hukum Joko.
Pemeriksaan Nanang dan pemanggilan kuasa hukum Joko terkait video yang tersebar di media sosial. Video dimaksud adalah gambar pertemuan kuasa hukum Joko dan Nanang yang dalam penjelasan video itu disebutkan, pertemuan terkait Joko Tjandra.