Menko Polhukam: Usut Tuntas Aparat yang Fasilitasi Joko Tjandra
Joko Tjandra terbukti dilindungi oknum aparat Polri dan Kejagung. Menko Polhukam Mahfud MD pun menegaskan, pemerintah akan menindak aparat yang terlibat dalam kasus itu. Namun, eksekusi Joko juga jangan sampai lepas.
Oleh
DIAN DEWI PURNAMASARI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD menegaskan, pemerintah akan mengusut dan menindak sejumlah aparat yang terlibat dalam kasus Joko Soegiarto Tjandra. Jika ditemukan bukti, mereka tidak hanya terancam sanksi administratif, tetapi juga dapat dijerat tindak pidana.
Dalam rapat terbatas dengan lima lembaga, yaitu Kementerian Luar Negeri, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM), Kejaksaan Agung, Polri, dan Badan Intelijen Nasional (BIN), Senin (20/7/2020) malam, Mahfud meminta institusi tersebut segera melakukan langkah yang lebih strategis untuk menangkap Joko Tjandra. Para pejabat dan pegawai yang nyata dan terbukti memberikan bantuan kepada Joko Tjandra dapat diancam pidana.
Pihak yang hadir dalam ratas tersebut adalah Dirjen Hukum dan Perjanjian Internasional (HPI) Kemenlu, Dirjen Imigrasi Kemenkumham, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kajari, Kabareskrim Polri, dan Badan Intelijen Negara (BIN) diwakili Deputi I BIN.
Pejabat yang nyata-nyata dan diketahui memberikan bantuan, ikut melaksanakan langkah kolutif dalam kasus Joko Tjandra ini, ada banyak tindak pidana yang bisa dikenakan. Misalnya, Pasal 221 dan 263 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
”Pejabat yang nyata-nyata dan diketahui memberikan bantuan, ikut melaksanakan langkah kolutif dalam kasus Joko Tjandra ini, ada banyak tindak pidana yang bisa dikenakan. Misalnya, Pasal 221 dan 263 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP),” ujar Mahfud melalui keterangan resmi.
Pasal 221 KUHP mengatur tentang ancaman pidana bagi orang yang dengan sengaja menyembunyikan orang yang melakukan kejahatan atau dituntut karena kejahatan atau memberikan pertolongan untuk menghindari penyidikan dan penahanan oleh pejabat kehakiman. Adapun Pasal 263 KUHP mengatur tentang ancaman pidana pembuatan surat palsu yang dapat menimbulkan kerugian.
Mahfud juga mengapresiasi langkah Polri yang dianggap cekatan dalam pencopotan dan pemeriksaan tiga perwira tinggi yang dianggap terlibat skandal kasus Joko Tjandra. Ketiga perwira tinggi tersebut telah dicopot dari jabatan lamanya. Mereka saat ini juga diperiksa oleh tim khusus dari Bareskrim Polri. Langkah cepat Polri ini diharapkan dilakukan juga di institusi lain, jika ada temuan dugaan pelanggaran atau terlibat memfasilitasi Joko Tjandra. Pejabat yang terlibat memfasilitasi Joko dapat dikenai sanksi disipliner, administratif, hingga ancaman tindak pidana.
”Jangan berhenti di disiplin. Kalau hanya disiplin, seperti dicopot dari jabatan, tiba-tiba dua tahun lagi muncul jadi pejabat. Padahal, dia telah melakukan tindak pidana. Maka, seharusnya Polri lebih tegas,” ujar Mahfud menambahkan.
Selain pihak kepolisian yang menerbitkan surat jalan palsu untuk Joko Tjandra, selama di Indonesia, Joko juga membuat paspor di Kantor Imigrasi Jakarta Utara. Untuk syarat pengajuan peninjauan kembali di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Joko juga membuat KTP elektronik. Selama ini, Joko diduga bebas keluar-masuk ke Indonesia tanpa terdeteksi di keimigrasian. Belakangan, status red notice Joko diketahui sudah tidak aktif sejak 2014.
Fokus awasi Polri dan Kejagung
Publik diharapkan dapat melihat gambaran utuh mengenai jaringan dan kaitan satu pihak dengan pihak lainnya.
Sementara itu, anggota Komisi III DPR dari Partai Nasdem Taufik Basari mengatakan, Komisi III saat ini berfokus dalam pengawasan terhadap kesungguhan kerja Kejaksaan Agung dan Polri untuk menangkap Joko S Tjandra dan membongkar jaringan yang membantu Joko Tjandra.
Menurut Taufik, seluruh pihak yang terlibat harus ditelusuri, termasuk rekam jejaknya. Sebab, dalam pemeriksaan Polri, terungkap bahwa oknum yang mengeluarkan surat jalan untuk Joko Tjandra juga pernah satu pesawat saat terbang dari Pontianak ke Jakarta. Jika memang ada bukti terpenuhi, yang bersangkutan dapat dijerat dalam tindak pidana. Pihak kepolisian juga diminta agar dapat menelusuri berbagai pihak dalam kasus ini.
”Publik diharapkan dapat melihat gambaran utuh mengenai jaringan dan kaitan satu pihak dengan pihak lainnya,” kata Taufik menjelaskan.