Kasus Brigjen (Pol) Prasetijo Naik ke Penyidikan, Kompolnas Ingatkan Harus Dilakukan Profesional
Polri mulai menyidik dugaan pelanggaran Pasal 263, 426, dan 221 KUHP terkait tindakan Brigjen (Pol) Prasetijo Utomo yang menerbitkan surat jalan bagi buronan kasus ”cessie” Bank Bali, Joko Tjandra.
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kepolisian Negara Republik Indonesia menaikkan status perkara yang melibatkan Brigadir Jenderal (Pol) Prasetijo Utomo ke tahap penyidikan. Terkait dengan hal itu, Komisi Kepolisian Nasional mendorong penyidikan dilakukan profesional tanpa mengistimewakan Prasetijo.
Seperti diberitakan sebelumnya, Prasetijo menerbitkan surat jalan untuk buronan kasus cessie Bank Bali, Joko Tjandra, dari Jakarta pada 19 Juni 2020 serta kembali dari Pontianak pada 22 Juni 2020. Atas perbuatannya itu, Kepala Polri mencopotnya dari jabatan sebagai Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Badan Reserse Kriminal Polri.
Prasetijo juga turut serta ke Pontianak bersama dengan Joko. Dari hasil interogasi awal, Prasetijo mengaku membuat surat izin bagi dirinya sendiri untuk pergi ke Pontianak tanpa izin pimpinan. Prasetijo pun berada dalam satu pesawat dengan Joko (Kompas.id, 20/7/2020).
Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Polri Inspektur Jenderal Raden Prabowo Argo Yuwono dalam jumpa pers, Selasa (21/7/2020), di Jakarta mengatakan, kemarin tim khusus Badan Reserse Kriminal Polri memeriksa enam saksi terkait Prasetijo. Enam orang yang diperiksa adalah staf Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS serta staf Pusat Kedokteran dan Kesehatan Polri.
”Kasus tersebut naik ke penyidikan dengan dugaan (pelanggaran) Pasal 263 KUHP (Kitab Undang-undang Hukum Pidana), Pasal 426 KUHP, dan atau Pasal 221 KUHP,” kata Argo.
Pasal 263 KUHP terkait tindak pidana pemalsuan surat dengan pidana penjara paling lama enam tahun. Sementara Pasal 426 KUHP mengenai pegawai negeri yang membiarkan orang melarikan diri. Adapun Pasal 221 KUHP mengatur mengenai perbuatan menyembunyikan orang yang melakukan kejahatan dan menghalang-halangi penyidikan.
Argo mengatakan, sampai saat ini tim tersebut belum menetapkan adanya tersangka. Sebab, tim masih akan memeriksa saksi-saksi dan melakukan penyidikan. Terkait dengan keterkaitan Prasetijo dengan Joko Soegiarto Tjandra, menurut Argo, hal itu merupakan materi penyidikan. Tim akan memeriksa saksi-saksi terkait serta mencari barang buktinya.
”Tentu penyidik memiliki rencana penyidikan sendiri, nanti kira-kira siapa saja yang akan diperiksa. Nanti kalau saksi dan barang bukti sudah didapatkan oleh penyidik, tentu kami akan memeriksa yang diduga tersangka,” kata Argo.
Seiring dengan itu, tambah Argo, berkas pelanggaran disiplin Prasetijo juga telah selesai dan diserahkan Biro Provost ke Biro Pengawasan dan Pembinaan Profesi Polri. Berkas itu nantinya akan disidangkan oleh Biro Pengawasan dan Pembinaan Profesi Polri yang waktu pelaksanaannya belum ditentukan.
Sementara terkait pelanggaran kode etik yang diduga dilakukan Irjen Napoleon Bonaparte dan Brigjen (Pol) Nugroho S Wibowo sampai saat ini masih dalam proses pemeriksaan oleh Divisi Profesi dan Pengamanan Polri. Pemeriksaan tersebut, menurut Argo, tetap berpegang pada asas praduga tak bersalah.
Napoleon Bonaparte dan Nugroho S Wibowo juga dicopot dari jabatannya terkait surat pemberitahuan penghapusan nama Joko Tjandra dari red notice Interpol.
Saya melihat ada upaya Polri untuk melaksanakan penyidikan secara sungguh-sungguh, termasuk akan ada tersangkanya. Saya berharap Brigjen PU kooperatif agar penyidikan berjalan lancar.
Anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Poengky Indarti, mengatakan, ditingkatkannya kasus tersebut ke penyidikan dinilai sebagai kemajuan. Dengan masuk ke penyidikan, berarti sudah jelas terjadi tindak pidana.
”Saya melihat ada upaya Polri untuk melaksanakan penyidikan secara sungguh-sungguh, termasuk akan ada tersangkanya. Saya berharap Brigjen PU kooperatif agar penyidikan berjalan lancar,” kata Poengky.
Menurut Poengky, Kompolnas akan selalu mendorong Polri agar penyidikan dilakukan secara profesional dan fair. Artinya, meskipun yang disidik adalah jenderal polisi, tidak boleh ada keistimewaan bagi dia.