Dimulainya tahapan pencocokan dan penelitian data pemilih untuk Pilkada 2020 diwarnai serangan siber. KPU memastikan basis data pemilih aman dari serangan.
Oleh
TIM KOMPAS
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Serangan siber ke peladen Komisi Pemilihan Umum mewarnai dimulainya tahapan pencocokan dan penelitian data pemilih dalam Pemilihan Kepala Daerah 2020. Tak hanya itu, ketika salah satu tahapan penting dalam pemilihan itu dimulai, masih banyak penyelenggara pemilu di daerah yang belum menerima semua kebutuhan anggaran pemilihan dari pemerintah daerah.
Serangan siber mewarnai peluncuran Gerakan Klik Serentak untuk menandai dimulainya tahapan pencocokan dan penelitian data pemilih dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020, Rabu (15/7/2020). Serangan siber terhadap laman lindungihakpilihmu.kpu.go.id yang dikelola Komisi Pemilihan Umum (KPU) itu diketahui terjadi sejak Selasa (14/7/2020) malam.
Laman itu sedianya ditujukan bagi calon pemilih untuk mengecek apakah data mereka sudah tercantum di dalam daftar pemilih. Akibat serangan itu, pengecekan langsung yang direncanakan bisa dilakukan sejumlah anggota KPU daerah dalam acara peluncuran tersebut dibatalkan.
Ketua KPU Arief Budiman mengatakan, kuantitas serangan siber cenderung meningkat mulai Selasa malam hingga Rabu siang. Namun, serangan tidak sampai merusak laman dan aplikasi. Hanya saja, kerja sistemnya menjadi lambat. Ia pun menekankan basis data pemilih tetap aman dari serangan tersebut.
Serangan siber itu, disebutkan Arief Budiman, dilakukan dengan metode distributed denial of service (DDoS).
Dalam tahapan pencocokan dan penelitian data pemilih, petugas KPU di 270 daerah yang menggelar Pilkada 2020 memiliki tugas mencocokkan dan meneliti 106 juta calon pemilih. Para calon pemilih tersebut tersebar di 309 kabupaten/kota.
Ini, menurut Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Abhan, bukan pekerjaan ringan, apalagi dilakukan di tengah pandemi Covid-19. Meski demikian, ia menekankan agar pencocokan dan penelitian tetap bisa melahirkan data pemilih yang valid.
Anggaran pilkada
Sementara itu, berdasarkan data Direktorat Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) hingga pukul 19.00, Selasa, ada 130 pemerintah daerah yang belum mentransfer 100 persen anggaran pilkada seperti tertera dalam naskah perjanjian hibah daerah (NPHD) ke KPU di daerahnya. Adapun yang belum transfer 100 persen ke Bawaslu sebanyak 133 pemda.
Pelaksana Tugas (Plt) Dirjen Bina Keuangan Daerah Kemendagri Mochamad Ardian Noervianto mengatakan, pihaknya terus mengingatkan pemda untuk segera mencairkan anggaran tersebut. Ia kembali mengingatkan, seharusnya anggaran sudah 100 persen dicairkan ke penyelenggara pemilu lima bulan sebelum hari pemungutan suara atau 9 Juli lalu. Ini sesuai dengan Peraturan Mendagri Nomor 41 Tahun 2020.
Tak optimal
Di Papua, menurut Ketua Bawaslu Papua Metusalak Infandi, ada empat pemerintah kabupaten yang belum mencairkan anggaran pilkada hingga 50 persen dari total anggaran yang disepakati dalam NPHD. Empat daerah itu adalah Pegunungan Bintang, Waropen, Yalimo, dan Asmat.
Imbasnya dapat menyebabkan pengawasan tahapan pemutakhiran data pemilih di empat daerah ini tidak optimal. Padahal, kondisi geografis di daerah-daerah itu sangat luas.
Sementara di Indramayu, Ketua KPU Indramayu Ahmad Toni Fatoni mengatakan, pencairan dana NPHD untuk pilkada masih 40 persen dari kebutuhan sekitar Rp 72,8 miliar. Pencairan dana yang belum optimal dapat memengaruhi pemutakhiran data pemilih yang berlangsung hingga 13 Agustus.