Pemerintah berhasil memulangkan tersangka pembobolan kas Bank BNI Cabang Kebayoran Baru, Maria Pauline Lumowa, yang kabur sejak September 2003. Proses hukum terhadap Maria segera dilakukan.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·4 menit baca
TANGERANG, KOMPAS — Tersangka kasus pembobolan kas Bank BNI Cabang Kebayoran Baru, Maria Pauline Lumowa, tiba di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, Kamis (9/7/2020) sekitar pukul 11.00. Maria berhasil dibawa oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia ke Indonesia berkat kerja sama dengan Pemerintah Serbia.
Maria masuk ke ruang VIP Terminal 3 bandara 10 menit lebih lambat dari kedatangan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly. Ia dikawal oleh petugas imigrasi dan Polri.
Maria mengenakan baju tahanan Bareskrim Polri warna oranye dan penutup kepala warna coklat serta masker medis warna biru. Wajahnya tertunduk lesu dengan tangan diikat tali.
Dalam konferensi pers, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD mengapresiasi Kemenkumham yang telah bekerja dengan hati-hati. Ia juga berterima kasih kepada Pemerintah Serbia sehingga Maria dapat dibawa ke Indonesia.
”Bayangkan kalau lewat dari seminggu, ia akan lolos. Sebab, pada 17 Juli mendatang, akan habis masa tahanannya,” kata Mahfud.
Yasonna menuturkan, dibutuhkan proses panjang untuk bisa membawa Maria ke Indonesia meski dia sudah ditangkap pada 16 Juli 2019 berdasarkan red notice. Setelah ia melarikan diri ke Singapura dan Belanda, Pemerintah Indonesia melakukan upaya hukum.
Dibutuhkan proses panjang untuk bisa membawa Maria ke Indonesia meski dia sudah ditangkap pada 16 Juli 2019 berdasarkan red notice.
Yasonna menceritakan, 16 Juli mendatang, masa tahanan Maria oleh otoritas Serbia akan berakhir. Karena itu, pemerintah bergerak cepat untuk memulangkan dia ke Tanah Air.
”Apalagi pengacaranya terus melakukan manuver, termasuk ada negara dari Eropa yang mencoba meminta kepada Pemerintah Serbia agar Maria diadili di Belanda,” katanya.
Ia menceritakan, sejak Maria ditahan oleh NCB Interpol Serbia, 16 Juli 2019, pemerintah telah berusaha untuk memproses pemulangan Maria. Proses pemulangan ini kian intens sejak Maret lalu.
Tim dari Kemenkumham bersama Polri berulang kali ke Serbia untuk memproses permohonan pemulangan. Begitu pula Duta Besar Indonesia untuk Serbia Mochammad Chandra Widya Yudha disebutnya intens melobi pejabat-pejabat Serbia guna memuluskan pemulangan Maria.
”Lobi-lobi tingkat tinggi juga dilakukan untuk memulangkan Maria,” ujar Yasonna.
Dengan demikian, sekalipun antara Indonesia dan Serbia tidak ada perjanjian ekstradisi, Maria tetap bisa dipulangkan. Dalam hal ini, menurut dia, besar pula andil dari Pemerintah Serbia dan kerja sama yang terjalin baik antara Indonesia dan Serbia selama ini.
”Karena kerja sama yang baik mereka mengabulkan sampai Presiden Serbia Aleksandar Vucic menerima saya dan menegaskan komitmen itu. Untuk ini terima kasih kepada Pemerintah Serbia,” ujarnya.
Setelah Maria dipulangkan ke Tanah Air, ia akan diserahkan ke Bareskrim Polri. Bareskrim akan memproses kasusnya. Tak hanya berhenti pada proses pidana, menurut Yasonna, aparat penegak hukum juga akan berupaya memulihkan aset negara yang dirugikan akibat tindak pidana Maria.
”Itu jumlah yang sangat besar. Jadi, kita harapkan tindak lanjut pada pemulihan aset negara, tidak cukup tindak pidana saja,” ujarnya.
Maria Pauline Lumowa merupakan salah satu tersangka pelaku pembobolan kas Bank BNI Cabang Kebayoran Baru lewat letter of credit (L/C) fiktif. Pada periode Oktober 2002 hingga Juli 2003, Bank BNI mengucurkan pinjaman senilai 136 juta dollar AS dan 56 juta euro atau sama dengan Rp 1,2 triliun dengan kurs saat itu kepada PT Gramarindo Group yang dimiliki Maria Pauline Lumowa dan Adrian Waworuntu.
Pada Juni 2003, pihak BNI yang curiga dengan transaksi keuangan PT Gramarindo Group mulai melakukan penyelidikan dan mendapati perusahaan tersebut tak pernah melakukan ekspor. Dugaan L/C fiktif ini kemudian dilaporkan ke Mabes Polri, tetapi Maria Pauline Lumowa sudah lebih dahulu terbang ke Singapura pada September 2003 alias sebulan sebelum ditetapkan sebagai tersangka oleh tim khusus yang dibentuk Mabes Polri.
Perempuan kelahiran Paleloan, Sulawesi Utara, 27 Juli 1958, tersebut belakangan diketahui keberadaannya di Belanda pada 2009 dan sering bolak-balik ke Singapura. Pemerintah Indonesia sempat dua kali mengajukan proses ekstradisi ke Pemerintah Kerajaan Belanda, yakni pada 2010 dan 2014, karena Maria Pauline Lumowa ternyata sudah menjadi warga negara Belanda sejak 1979. Namun, kedua permintaan itu direspons dengan penolakan oleh Pemerintah Kerajaan Belanda yang malah memberikan opsi agar Maria Pauline Lumowa disidangkan di Belanda.
Upaya penegakan hukum lantas memasuki babak baru saat Maria Pauline Lumowa ditangkap oleh NCB Interpol Serbia di Bandara Internasional Nikola Tesla, Serbia, 16 Juli 2019.
”Penangkapan itu dilakukan berdasarkan red notice Interpol yang diterbitkan pada 22 Desember 2003. Pemerintah bereaksi cepat dengan menerbitkan surat permintaan penahanan sementara yang kemudian ditindaklanjuti dengan permintaan ekstradisi melalui Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Kemenkumham,” kata Yasonna.
Penangkapan itu dilakukan berdasarkan red notice Interpol yang diterbitkan pada 22 Desember 2003. Pemerintah bereaksi cepat dengan menerbitkan surat permintaan penahanan sementara yang kemudian ditindaklanjuti dengan permintaan ekstradisi melalui Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Kemenkumham. (Yasonna H Laoly)