Tim kuasa hukum Joko S Tjandra menduga kliennya berada di Malaysia. Joko kembali mangkir dari sidang pemeriksaan berkas PK di PN Jakarta Selatan dengan alasan sakit. Surat sakit dikeluarkan sebuah klinik di Malaysia.
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Tim kuasa hukum Joko S Tjandra meyakini Joko masih berada di Malaysia. Mereka akan mengupayakan terpidana dua tahun penjara dalam kasus hak tagih piutang atau cessie Bank Bali tersebut bisa hadir pada sidang permohonan peninjauan kembali dua pekan mendatang.
Kuasa hukum Joko, Andi Putra Kusuma, seusai sidang permohonan peninjauan kembali (PK) kasus cessie PT Bank Bali, Senin (6/7/2020), di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mengatakan, pihaknya akan mengupayakan Joko menghadiri sidang permohonan PK pada 20 Juli mendatang.
”Beliau berada di Malaysia berdasarkan surat keterangan sakit yang dikeluarkan di Malaysia. Kami akan mengupayakan Pak Joko bisa hadir ke Indonesia agar pelaksanaan PK bisa dilanjutkan,” kata Andi.
Beliau berada di Malaysia berdasarkan surat keterangan sakit yang dikeluarkan di Malaysia. Kami akan mengupayakan Pak Joko bisa hadir ke Indonesia agar pelaksanaan PK bisa dilanjutkan. (Andi Putra Kusuma)
Dalam sidang permohonan PK tersebut, Joko kembali mangkir karena sakit. Dalam surat keterangan sakit yang diserahkan kuasa hukum kepada majelis hakim dan tim dari kejaksaan dinyatakan bahwa Joko mesti dirawat 1 Juli sampai 8 Juli 2020. Surat keterangan sakit tersebut dikeluarkan pada 30 Juni 2020 oleh dokter Stephen dari sebuah klinik di Malaysia.
Andi mengatakan, untuk memastikan agar kesehatan Joko benar-benar pulih untuk menghadiri sidang, dirinya meminta kepada majelis hakim agar sidang ditunda selama dua minggu. Adapun dalam sidang, majelis hakim menawarkan penundaan selama seminggu.
Menurut Andi, dirinya dan tim kuasa hukum berkomunikasi dengan Joko melalui sambungan telepon. Terakhir, Andi mengaku berhubungan dengan Joko pada Senin (6/7/2020) ini.
Tim kuasa hukum berkomunikasi dengan Joko melalui sambungan telepon. Terakhir, Andi mengaku berhubungan dengan Joko pada Senin (6/7/2020) ini.
Di depan wartawan, Andi menolak tuduhan bahwa dirinya dan tim kuasa hukum telah menyembunyikan Joko S Tjandra. Sebab, ketika mendaftarkan permohonan PK di PN Jaksel pada 8 Juni lalu, Joko tidak ditangkap.
Selain itu, Andi melanjutkan, mengutip keterangan tertulis dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, sejak 2014, Joko tidak lagi dicekal atau dicegah pihak Imigrasi karena tidak ada lagi permintaan sebagai daftar pencarian orang (DPO) dari Kejaksaan Agung. Oleh karena itu, sejak 13 Mei 2020, Kemenkumham menghapus nama Joko S Tjandra dari sistem daftar pencarian orang. Baru pada 27 Juni 2020, nama Joko S Tjandra kembali masuk ke dalam DPO pihak Imigrasi, baik untuk pencegahan maupun pencekalan.
”Andai kata Pak Joko masuk (ke Indonesia) pada rentang waktu 8 Juni itu, kan, sedang tidak ada pencegahan. Jadi, dari mana saya menyelundupkan karena untuk bisa sampai ke PN Jaksel ini harus melewati Imigrasi, kepolisian, dan lainnya. Harusnya dipertanyakan kenapa bisa sampai ke sini,” ujar Andi.
Sidang yang akan digelar pada 20 Juli merupakan kesempatan terakhir bagi Joko Tjandra untuk meneruskan permohonan PK-nya yang didaftarkan pada 8 Juni lalu. Apabila setelah tiga kali tidak menghadiri sidang, permohonan PK itu tak akan diteruskan ke Mahkamah Agung. Joko dapat mendaftarkan PK kembali jika masih ingin mengajukan upaya hukum luar biasa itu.
Sementara itu, Kepala Seksi Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan Ridwan Ismawanta mengatakan, surat keterangan sakit Joko S Tjandra baru diterima pada sidang kedua. Pada sidang perdana, tim kejaksaan hanya menerima pemberitahuan lisan dari kuasa hukum.
Kejaksaan akan mengecek kemungkinan keberadaan Joko di Malaysia berdasarkan surat keterangan sakit tersebut. Sebab, tugas kejaksaan pertama-tama adalah mengeksekusi Joko untuk menjalani pidananya.
Menurut Ridwan, pihaknya akan mengecek kemungkinan keberadaan Joko di Malaysia berdasarkan surat keterangan sakit tersebut. Sebab, tugas kejaksaan pertama-tama adalah mengeksekusi Joko untuk menjalani pidananya.
”Semisal hadir, sebelum sidang langsung ditangkap di lokasi. Itu jelas. Setelah itu mau sidang PK lagi akan kita layani. Tetapi, harus eksekusi dulu,” kata Ridwan.
Mahkamah Agung menjatuhkan hukuman kepada Joko S Tjandra dengan 2 tahun penjara dengan denda Rp 15 juta subsider 3 bulan kurungan pada tahun 2009. Namun, sehari sebelum putusan keluar, Joko terbang ke Port Moresby, Papua Niugini.
Menurut Ridwan, pihak kejaksaan akan berupaya mencari dan menangkap Joko, termasuk di Malaysia. Terkait kerja sama dengan pihak lain seperti Interpol, hal itu akan ditindaklanjuti Kejaksaan Agung.