Koruptor Incar Celah Korupsi di Luar Anggaran Covid-19
Modus korupsi yang diduga dilakukan Bupati Kutai Timur Ismunandar ditengarai mencoba memanfaatkan fokus pengawasan aparat pada anggaran penanganan Covid-19. Sinyal pentingnya pengawasan tak terfokus pada satu titik.
Oleh
INGKI RINALDI/NIKOLAUS HARBOWO
·4 menit baca
KOMPAS/PRAYOGI DWI SULISTYO
Jumpa pers Komisi Pemberantasan Korupsi terkait kegiatan operasi tangkap tangan terhadap Bupati Kutai Timur, Kalimantan Timur, Ismunandar di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (3/7/2020).
JAKARTA, KOMPAS — Bupati Kutai Timur Ismunandar yang ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi ditengarai mencoba memanfaatkan fokus aparat penegak hukum yang intens mengawasi anggaran penanganan Covid-19. Oleh karena itu, pengawasan ke depan, diharapkan tak terfokus pada satu titik. Apalagi praktik korupsi biasanya marak menjelang pemilihan kepala daerah.
Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Robert Endi Jaweng saat dihubungi, Sabtu (4/7/2020), mengatakan, suap yang diduga diterima Ismunandar bersama istrinya, Ketua DPRD Kutai Timur Encek Unguria Riarinda Firgasih, menunjukkan kecerdikan mereka dalam memanfaatkan situasi pandemi Covid-19.
Di tengah situasi pandemi, mereka ditengarai melihat fokus pengawasan aparat penegak hukum tertuju pada anggaran Covid-19. Oleh karena itu, sekalipun alokasi anggaran Covid-19 besar jumlahnya, mereka tak berupaya mengorupsinya.
”Yang dilakukan dengan dana pandemi itu biasanya memolitisasinya. Dalam artian membonceng bantuan sosial seolah-olah bantuan tersebut dari dia dan atas nama dia. Namun untuk mengambilnya, dia agak takut,” katanya.
ANTARA FOTO/INDRIANTO EKO SUWARSO
Pihak swasta berinisial MHN (tengah) tiba di gedung KPK untuk menjalani pemeriksaan di Jakarta, Jumat (3/7/2020). MHN diduga selaku pemberi suap terhadap Bupati Kutai Timur Ismunandar yang terjaring dalam OTT KPK, Kamis (2/7/2020) malam.
Di sisi lain, dengan fokus pengawasan tertuju ke sana, mereka mencoba memanfaatkan celah korupsi lain dengan harapan aparat akan luput mengawasinya. Celah dimaksud ketika pemerintah daerah diminta pemerintah pusat merealokasi anggarannya untuk penanganan Covid-19.
”Dana infrastruktur sengaja diamankan dari realokasi dengan imbalan sejumlah uang dari perusahaan rekanan yang mengerjakan proyek infrastruktur tersebut,” ujarnya.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat merilis operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Ismunandar dan sejumlah orang lainnya, Jumat (3/7/2020) malam, menyampaikan penyerahan sejumlah uang dari rekanan untuk Ismunandar diduga karena Ismunandar menjamin anggaran untuk rekanan yang mengerjakan proyek pemerintah tidak mengalami pemotongan. Sejumlah uang yang telah diterima diduga untuk kepentingan kampanye Ismunandar di Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020.
Berangkat pada praktik korupsi yang diduga dilakukan Ismunandar itu, Robert berharap fokus pengawasan aparat tak hanya tertuju pada anggaran Covid-19. ”Justru yang sekarang rentan adalah yang di mana kita tidak terlalu ke sana perhatiannya. Itu dana-dana yang di luar untuk penanganan Covid-19,” tambahnya.
Perluasan fokus pengawasan sangat penting terutama karena setiap kali menjelang pilkada, praktik korupsi biasanya marak terjadi. Para calon kepala/wakil kepala daerah, khususnya petahana, kerap kali dijumpai melakukan korupsi untuk modal pemenangan dalam pemilihan. Untuk diketahui, Pilkada 2020 akan digelar di 9 provinsi dan 261 kabupaten/kota. Waktu pemungutan suara pilkada, menurut rencana, digelar pada 9 Desember 2020.
Masih berkaitan dengan potensi korupsi menjelang Pilkada 2020, anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU), I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi, menekankan pentingnya audit material atas laporan dana kampanye calon kepala/wakil kepala daerah dalam pilkada. Akan tetapi, hal itu tidak mungkin dilakukan selama regulasi kepemiluan yang ada belum diubah.
”Peraturan perundang-undangan pilkada yang berlaku saat ini, arahnya pada audit formal atau audit kepatuhan,” kata Raka.
Anggota Badan Pengawas Pemilu, Ratna Dewi Pettalolo, menambahkan, pihaknya juga menginginkan adanya kebenaran material alih-alih sekadar pemenuhan syarat atau bukti formil terkait dana kampanye. Untuk itu, perlu ada perubahan peraturan perundang-undangan.
Tak hanya potensi korupsi, menurut Ratna, penyalahgunaan kekuasaan dalam bentuk lain, seperti melanggar netralitas aparatur sipil negara dan politisasi bantuan sosial, berpotensi marak terjadi selama pilkada. Karena itu, Bawaslu di 270 daerah yang menggelar pilkada telah meningkatkan pengawasan. Langkah lain yang ditempuh, Bawaslu telah mengingatkan para pemimpin daerah, termasuk petahana yang ingin maju kembali dalam Pilkada 2020, untuk menjaga pilkada berjalan jujur dan adil.
Berdasarkan catatan Bawaslu, calon petahana berpotensi bakal bertarung di 230 daerah.
Warga melintas di depan baliho sejumlah kandidat bakal calon bupati Indramayu di daerah Balongan, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, Senin (29/6/2020).
Adapun Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat, Alwan Ola Riantoby, mengingatkan pentingnya pelibatan masyarakat sipil guna mencegah penyalahgunaan kekuasaan petahana yang bertarung dalam pilkada. Kehadiran mereka dapat membantu Bawaslu.
Oleh karena itu, KPU hendaknya tidak mempersulit kelompok masyarakat sipil yang hendak turut mengawal pilkada.
Sekretaris Jenderal Komite Independen Pemantau Pemilu Kaka Suminta pada hari yang sama mengatakan sudah saatnya negara memberikan dukungan yang kuat kepada masyarakat sipil dan pemantau pemilu. Selama ini, dukungan itu tak terlihat. Ia juga menilai lembaga pemantau pemilu yang difasilitasi KPU terkesan hanya mengedepankan aspek administrasi ketimbang kapasitas advokasi.