Bupati Kutai Timur Ismunandar dan istrinya jadi tersangka kasus suap proyek infrastruktur. Uang suap yang mereka terima diduga sebagian digunakan untuk kepentingan pilkada.
Oleh
Prayogi Dwi Sulistyo, Sucipto, dan Antony Lee
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Bupati Kutai Timur, Kalimantan Timur, Ismunandar beserta istrinya, yang juga Ketua DPRD Kutai Timur, Encek UR Firgasih, ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap proyek infrastruktur. Kasus ini diharapkan membuat publik lebih selektif memilih pemimpin dalam pilkada.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jumat (3/7/2020) malam, menetapkan tujuh tersangka dalam kasus dugaan suap terkait proyek infrastruktur di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kutai Timur. Lima orang disangkakan sebagai penerima suap, yakni Ismunandar dan Encek, serta tiga kepala dinas di Pemkab Kutai Timur, yakni Musyaffa (Kepala Badan Pendapatan Daerah), Suriansyah (Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah), serta Aswandini (Kepala Dinas Pekerjaan Umum).
Sementara itu, dua rekanan proyek disangkakan sebagai pemberi suap, yakni Aditya Maharani dan Deky Aryanto. Para tersangka ditahan di tempat berbeda, yakni di rumah tahanan KPK, rutan Polda Metro Jaya, dan rutan Polres Jakarta Pusat.
Ismunandar selaku bupati berperan menjamin anggaran rekanan tidak dipotong, sedangkan Encek sebagai Ketua DPRD mengintervensi penunjukan pemenang proyek. Sementara tiga kepala dinas berperan mengintervensi pemenang proyek, mengatur penerimaan uang dari rekanan, dan mengatur pembagian jatah proyek bagi rekanan
Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango dalam jumpa pers mengatakan, Ismunandar selaku bupati berperan menjamin anggaran rekanan tidak dipotong, sedangkan Encek sebagai Ketua DPRD mengintervensi penunjukan pemenang proyek. Sementara tiga kepala dinas berperan mengintervensi pemenang proyek, mengatur penerimaan uang dari rekanan, dan mengatur pembagian jatah proyek bagi rekanan.
Ismunandar, Encek, Aswandini, dan Musyaffa ditangkap saat berada di Jakarta, sedangkan tersangka lain ditangkap di Kutai Timur dan Samarinda.
Nawawi menuturkan, kedatangan Ismunandar ke Jakarta dalam rangka kegiatan sosialisasi pencalonan yang bersangkutan sebagai calon bupati Kutai Timur periode 2021-2024.
”Kami tidak dalam posisi menyikapi bahwa apakah itu dalam kaitannya dengan kampanye dan lain sebagainya (atau) relevansinya dengan pilkada,” kata Nawawi.
Namun, dia menambahkan, dua tersangka suami-istri ini merupakan seorang pejabat, yakni bupati dan ketua DPRD. Dia berharap masyarakat dapat mengambil pelajaran dari kasus ini. Sebab, mereka berdua hasil pilihan masyarakat.
Dari penangkapan, penyidik KPK menyita uang Rp 170 juta, beberapa buku tabungan dengan saldo total Rp 4,8 miliar, dan sertifikat deposito Rp 1,2 miliar. Namun, sebelum penangkapan tersebut, juga diduga sudah terjadi sejumlah penerimaan suap.
Uang yang diterima dan disimpan di rekening Musyaffa digunakan untuk membayar tiket menuju Jakarta pada 1 Juli, Rp 33 juta, dan Rp 15,2 juta untuk hotel mereka menginap di Jakarta. Sebelum itu, salah seorang rekanan juga mentransfer uang Rp 125 juta kepada seseorang bernama Aini, untuk kepentingan kampanye Ismunandar.
Saat ditanya apakah uang tunai, tabungan, dan deposito yang disita dalam penangkapan kemarin juga untuk kepentingan pilkada dan pencalonan Ismunandar, Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri belum bisa memastikan.
”Nanti penyidik akan mendalami terkait penggunaan uang-uang tersebut, termasuk pengembangan jumlah penerimaan yang sangat mungkin bertambah,” katanya.
Wakil Bupati Kutai Timur Kasmidi Bulang menyayangkan peristiwa ini.
Secara terpisah, Wakil Bupati Kutai Timur Kasmidi Bulang menyayangkan peristiwa ini. Namun, ia belum bisa berkomentar banyak terkait penangkapan yang dilakukan oleh KPK itu. Ia memastikan, pemerintahan tetap berjalan sambil menunggu hasil pemeriksaan KPK.
”Kita tunggu perkembangan dan hasil pemeriksaan KPK,” kata Kasmidi.
Penangkapan Ismunandar dan sejumlah orang lain ini berlangsung di tengah penurunan kepercayaan publik terhadap KPK. Dalam jajak pendapat Litbang Kompas Juni 2020, responden yang menjawab citra KPK baik 44,6 persen. Sementara di jajak pendapat Januari 2020 ada 64,2 persen responden menjawab baik.
Nawawi mengatakan, penangkapan ini membuktikan KPK terus bekerja di tengah pandemi Covid-19 dan di tengah tergerusnya kepercayaan publik. Nawawi juga mengingatkan agar penyelenggara negara melihat penangkapan ini sebagai peringatan agar tidak ada yang terlibat korupsi.
”Harus bisa sadar bahwa setiap gerak, sepak terjangnya terpantau jelas oleh KPK lewat mata masyarakat. Kasus ini (Kutai Timur) kami pantau karena ada aduan masyarakat,” kata Nawawi.
Penangkapan ini memenuhi ekspektasi publik. Meskipun operasi tangkap tangan (OTT) bukan ukuran keberhasilan KPK, setidaknya dapat menjadi terapi kejut agar orang menjadi takut korupsi, terutama selama proses Pilkada 2020 yang berlangsung di 270 daerah.
Manajer Penelitian dan Kampanye Transparency International Indonesia Wawan Suyatmiko mengatakan, penangkapan ini memenuhi ekspektasi publik. Meskipun operasi tangkap tangan (OTT) bukan ukuran keberhasilan KPK, setidaknya dapat menjadi terapi kejut agar orang menjadi takut korupsi, terutama selama proses Pilkada 2020 yang berlangsung di 270 daerah.
Pengajar hukum Universitas Trisakti, Jakarta, Abdul Fickar Hadjar, berpendapat, OTT merupakan keunggulan KPK. Karena itu, sudah seharusnya KPK kembali ke kiprahnya seperti dahulu.