Bila Merombak Kabinet, Presiden Jokowi Perlu Memilih Personel yang Mumpuni
Apabila Presiden Jokowi benar-benar akan merombak kabinetnya, diharapkan sosok yang dipilih merupakan personel yang berkompeten dan punya rekam jejak pengalaman mumpuni.
Oleh
Nina Susilo
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kritik keras Presiden Joko Widodo kepada para pembantunya di pengantar Sidang Kabinet Paripurna 18 Juni dinilai sebagai indikasi cukup banyak pembantu Presiden yang tidak berkinerja baik. Untuk mencapai performa kinerja baik, kemampuan yang mumpuni dan rekam jejak baik perlu menjadi dasar pemilihan personel pengganti bila Presiden memutuskan merombak Kabinet Indonesia Maju.
Guru Besar Ilmu Pemerintahan Institut Pemerintahan Dalam Negeri Djohermansyah Djohan, Senin (29/6/2020), di Jakarta, menjelaskan, pemimpin memang berhak memarahi anak buah yang dinilai tidak berkinerja baik dan ini biasa dilakukan tidak di depan publik.
Menurut dia, saat kritik Presiden Jokowi di pengantar Sidang Kabinet Paripurna dipublikasikan Biro Pers Media dan Informasi Sekretariat Presiden setelah sepuluh hari berlalu, Minggu (28/6/2020), publik tentu bertanya mengenai apa yang akan dilakukan Presiden selanjutnya.
Dalam pengantar Sidang Kabinet Paripurna yang digelar secara fisik, pertama kali di masa pandemi Covid-19, Presiden beberapa kali menyampaikan bahwa kerja di masa darurat ini tidak bisa biasa-biasa saja, melainkan harus luar biasa.
”Saya lihat Bapak/Ibu dan Saudara-saudara masih melihat ini sebagai normal, berbahaya sekali. Kerja masih biasa-biasa saja. Ini kerjanya memang harus ekstra, luar biasa, extraordinary,” tuturnya.
Dicontohkan, bila untuk bekerja lebih cepat diperlukan payung hukum, seperti peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) atau peraturan presiden, Presiden tak segan menerbitkan aturan-aturan tersebut. Menteri juga semestinya bisa segera mengeluarkan peraturan menteri apabila diperlukan.
”Kalau mau minta perppu lagi, saya buatkan perppu. Kalau yang sudah ada belum cukup. Asal untuk rakyat, asal untuk negara. Saya pertaruhkan reputasi politik saya,” tambah Presiden.
Kalau mau minta perppu lagi, saya buatkan perppu. Kalau yang sudah ada belum cukup. Asal untuk rakyat, asal untuk negara. Saya pertaruhkan reputasi politik saya.
Presiden juga menunjukkan beberapa kinerja yang dinilainya sangat lambat. Di Kementerian Kesehatan, alokasi untuk belanja kesehatan yang ditambahkan pada masa Covid-19 mencapai Rp 75 triliun, tetapi baru digunakan 1,35 persen. Penyaluran bansos juga hanya dinilai lumayan, belum mencapai 100 persen. Stimulus ekonomi untuk UMKM juga masih terhambat.
Presiden mengharap tunjangan dokter, tenaga medis, dan belanja peralatan medis ataupun bansos segera diberikan. Diharapkan, uang beredar di masyarakat dan daya beli menguat. Pengusaha baik UMKM maupun pengusaha besar diharapkan mendapatkan stimulus supaya tidak menerapkan PHK kepada karyawan-karyawannya.
Dalam wawancara khusus dengan harian Kompas, Sabtu (27/6/2020) di Istana Kepresidenan Bogor, Presiden Joko Widodo juga mengatakan supaya semua menteri dan kepala daerah memahami perlunya pemahaman yang sama bahwa saat ini Indonesia dalam kondisi darurat. Karenanya, diperlukan manajemen krisis dalam mengelola negara ini.
”Kita ini pada posisi menangani krisis, manajemennya juga harus krisis, tidak standar, tidak linear, dinamis,” ujarnya.
Terkait hal itu, dalam pengantar Sidang Kabinet Paripurna ini, Presiden Joko Widodo bahkan mengatakan siap melakukan langkah apa pun baik langkah politik maupun pemerintahan.
”Langkah apa pun yang extraordinary akan saya lakukan. Untuk 267 juta rakyat kita. Untuk negara. Bisa saja, membubarkan lembaga. Bisa saja reshuffle. Udah kepikiran ke mana-mana saya,” tuturnya.
Langkah apa pun yang extraordinary akan saya lakukan. Untuk 267 juta rakyat kita. Untuk negara. Bisa saja, membubarkan lembaga. Bisa saja reshuffle. Udah kepikiran ke mana-mana saya.
Menanggapi kritik keras tersebut, Djohermansyah menilai, semestinya para pembantu Presiden tahu diri dan mengundurkan diri. Namun, hal ini barang langka dalam sejarah pemerintahan Indonesia.
Bisa juga, menurut Djohermansyah, pidato yang dipublikasikan sepuluh hari setelah peristiwa ini dimaksudkan untuk mencari dukungan publik dalam melakukan reshuffle kabinet. Namun, penggantian tanpa memberikan posisi pengganti hanya melahirkan oposan baru.
Meski demikian, yang lebih penting untuk dipelajari dari masalah yang dihadapi saat ini adalah perlunya memilih personel sesuai kompetensi dan rekam jejak pengalamannya.
Kalau personel yang dipilih tidak pernah memegang pekerjaan itu, tidak punya pengalaman, tidak ada reputasi, biasanya bermasalah di kemudian hari. Ini pelajaran penting dalam memilih anak buah.
”Kalau personel yang dipilih tidak pernah memegang pekerjaan itu, tidak punya pengalaman, tidak ada reputasi, biasanya bermasalah di kemudian hari. Ini pelajaran penting dalam memilih anak buah,” kata Djohermansyah.
Karenanya, Djohermansyah berharap Presiden Joko Widodo memanfaatkan masa kepemimpinannya selama empat tahun tersisa dengan menempatkan personel-personel yang mumpuni dan memiliki pengalaman, bukan sekadar mempertimbangkan dukungan partai politik atau kontribusi dalam memenangkan jabatan.
Secara terpisah, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menilai kritik Presiden kepada para menteri dan kepala lembaga di Sidang Kabinet Paripurna itu sebagai peringatan supaya semua menghadapi masa krisis ini bukan dengan kerja rutin saja.
”Presiden khawatir para pembantu ada yang merasa saat ini situasi normal. Untuk itu diingatkan, ini peringatan kesekian kali dari Presiden,” tutur Moeldoko kepada wartawan di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (29/6/).
Menurut Moeldoko, Presiden beberapa kali menekankan supaya pendekatan kesehatan, sosial, ekonomi, dan keuangan betul-betul diakselerasi. Kenyataannya, ada sektor yang masih lemah, seperti kesehatan, sosial, dan ekonomi.
Di sektor kesehatan, misalnya, semestinya ada sinergi antara BPJS, pemerintah daerah, dan Kementerian Kesehatan. Pendataan tenaga medis seharusnya bisa dilakukan dengan cepat dan tepat. Selain itu, regulasi juga dinilai membuat kerja terlalu lambat. Dalam pencairan bansos, masalah pendataan menjadi perhatian Presiden Jokowi. Stimulus UMKM ataupun dunia usaha yang terhambat juga disebutkan.
”Itu strategi besar. Maka, menteri semua harus menuju ke sana. Jangan berpikir yang lain-lain, berpikir satu, membantu Presiden,” kata Moeldoko.
Karenanya, lanjut Moeldoko, Presiden menekankan bahwa reputasi politiknya juga dipertaruhkan asalkan untuk rakyat dan negara. Hal ini menunjukkan Presiden memberikan contoh. Ditambahkan, Presiden juga menunjukkan kehadiran sebagai komandan atau panglima dengan hadir sendiri ke Surabaya yang masih zona merah serta mengerahkan bantuan melalui bansos.