Perludem Persoalkan Perhitungan Ambang Batas Parlemen ke MK
Ketentuan ambang batas parlemen kembali dipersoalkan ke MK. Kali ini, MK diminta untuk mengelaborasi ketentuan ”parliamentary threshold” agar penentuannya dilakukan secara adil sehingga suara pemilih tak terbuang banyak.
Oleh
DIAN DEWI PURNAMASARI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Di tengah wacana kenaikan ambang batas parlemen di DPR, masyarakat sipil mempersoalkan ketentuan tersebut ke Mahkamah Konstitusi. Regulasi yang tercantum dalam Pasal 414 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2017 tentang Pemilu tersebut dinilai mengakibatkan terbuangnya jutaan suara pemilih dalam pemilu legislatif.
Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Fadli Ramadhanil, saat dihubungi dari Jakarta, Minggu (28/6/2020), mengatakan, pihaknya telah mendaftarkan pengujian Pasal 414 tersebut ke Mahkamah Konstitusi (MK) pada Kamis (25/6/2020).
Perludem, kata Fadli, tidak mempersoalkan konstitusionalitas keberadaan ambang batas parlemen (parliamentary threshold). Sebab, sudah ada putusan MK terdahulu yang menyatakan bahwa ambang batas parlemen merupakan kebijakan konstitusional sebagai upaya untuk menyederhanakan partai politik. MK juga mengatakan bahwa ketentuan ambang batas parlemen merupakan kewenangan dari pembentuk UU (open legal policy) yang tidak dapat dicampuri oleh MK.
Kami meminta kepada MK bahwa tidak apa-apa ada ketentuan ambang batas. Namun, karena dalam UU Pemilu disebutkan bahwa pemilu menggunakan prinsip proporsional terbuka, hasilnya juga harus proporsional.
Putusan MK sebelumnya itu antara lain putusan nomor 3/PUU-VII/2009, 52/PUU-X/2012, 51/PUU-X/2012, 56/PUU-XI/2013, dan 20/PUU-XVI/2018. Dalam perkara tersebut, rata-rata pemohon uji materi mempersoalkan pengaturan ambang batas parlemen yang dinilai menghilangkan kesempatan partai politik yang ikut pemilu untuk mengonversi perolehan suara dengan kursi di DPR. Selain itu, pemohon juga mempersoalkan ambang batas parlemen yang dianggap membuat suara pemilih yang diberikan terbuang sia-sia.
”Kami meminta kepada MK bahwa tidak apa-apa ada ketentuan ambang batas. Namun, karena dalam UU Pemilu disebutkan bahwa pemilu menggunakan prinsip proporsional terbuka, hasilnya juga harus proporsional,” kata Fadli.
Perludem dalam permohonannya kali ini meminta agar penentuan ambang batas parlemen dirumuskan secara adil dan transparan. Perhitungan diharapkan memakai rumus matematika pemilu yang baik dan benar agar besaran yang dihasilkan rasional.
Apabila ambang batas akan dinaikkan, misalnya, perlu ada alasan yang jelas yang mendasarinya. Jadi, kenaikan ambang batas parlemen tersebut tidak justru membuat suara pemilih dalam pemilu legislatif terbuang sia-sia. Dengan demikian, kursi di parlemen pun tidak diisi oleh parpol yang dianggap kurang merepresentasikan keberagaman pilihan rakyat.
Peneliti Perludem lainnya, Heroik M Pratama, menambahkan, berdasarkan data Perludem, kenaikan ambang batas parlemen pada tahun 2009, 2014, dan 2019 berdampak pada peningkatan suara pemilih yang terbuang. Pada 2009, saat ambang batas parlemen 2,5 persen, jumlah suara yang terbuang sebanyak 19 juta suara lebih. Dari 38 partai peserta pemilu, hanya sembilan parpol yang mendapatkan kursi di DPR.
Berdasarkan data Perludem, kenaikan ambang batas parlemen pada tahun 2009, 2014, dan 2019 berdampak pada peningkatan suara pemilih yang terbuang. Pada 2009, saat ambang batas parlemen 2,5 persen, jumlah suara yang terbuang sebanyak 19 juta suara lebih. Dari 38 partai peserta pemilu, hanya sembilan parpol yang mendapatkan kursi di DPR.
Sementara pada 2014, saat ambang batas parlemen dinaikkan menjadi 3,5 persen, jumlah suara terbuang lebih dari 2,9 juta suara. Dari 12 parpol peserta pemilu, hanya 10 parpol yang mendapatkan kursi di DPR. Kemudian, terakhir pada Pemilu 2019, jumlah suara terbuang sebanyak 13,5 juta. Adapun dari 16 partai peserta pemilu, hanya sembilan parpol yang mendapatkan jatah kursi di DPR.
”Sejak diterapkan ambang batas parlemen pada Pemilu 2009, terjadi peningkatan suara terbuang. Peningkatan suara terbuang semakin tinggi ketika jumlah parpol peserta pemilu semakin banyak. Akibatnya, hasil pemilu juga masuk dalam kategori nonproporsional,” kata Heroik.
Menurut Heroik, secara matematis sebenarnya tersedia banyak metode yang dapat digunakan untuk mengonversi perolehan suara menjadi kursi parlemen. Ada berbagai metode yang dapat digunakan, seperti metode kuota ataupun metode ambang batas efektif. Ke depan, ambang batas parlemen ini diharapkan dapat diformulasikan dengan metode yang jelas, transparan, dan mendukung prinsip proporsionalitas.
Sebab, dalam catatan pemilu di Indonesia, ambang batas parlemen terbukti gagal menyederhanakan partai politik. Pada tahun 2009 ada 38 parpol peserta pemilu. Tahun 2014, jumlah parpol peserta pemilu memang menurun menjadi 12 partai. Namun, tahun 2019, saat ambang batas parlemen dinaikkan dari 3,5 persen menjadi 4 persen, jumlah parpol peserta pemilu menjadi 16 partai.
Perludem berharap MK memberikan elaborasi yang lebih mendalam terhadap penentuan ambang batas parlemen dan membuka kebijakan yang lebih adil dalam penyederhanaan parpol di parlemen.
Dari hitungan yang dilakukan oleh Perludem dengan metode ambang batas efektif (effective threshold), Perludem menyimpulkan bahwa idealnya pemilu di Indonesia menerapkan ambang batas sebesar 1 persen. Perhitungan itu didasarkan pada rumus Tageepara (2002) yang memformulasikan ambang batas dengan melihat rata-rata besaran daerah pemilihan, jumlah kursi parlemen, dan jumlah daerah pemilihan. Simulasi perhitungan matematis ini sudah disiapkan sebagai bahan sidang pemeriksaan di MK.
Perludem berharap MK memberikan elaborasi yang lebih mendalam terhadap penentuan ambang batas parlemen dan membuka kebijakan yang lebih adil dalam penyederhanaan parpol di parlemen. MK diharapkan akan membuat pilihan-pilihan terbuka, seperti putusan terakhir tentang penataan ulang desain keserentakan pemilu.
Juru Bicara MK Fajar Laksono saat dikonfirmasi mengatakan, permohonan uji materiil oleh Perludem sudah masuk ke MK. Saat ini, MK sedang memeriksa kelengkapan dokumen sebelum nantinya perkara diregistrasi. Setelah perkara resmi diregistrasi baru, akan ditentukan kapan jadwal sidang pemeriksaannya.
”Betul, kami sudah menerima gugatan itu pada Kamis lalu. Sekarang sedang dicek dulu kelengkapannya,” kata Fajar.