Keberatan Terdakwa Asuransi Jiwasraya Tidak Diterima, Persidangan Berlanjut
Persidangan enam terdakwa kasus dugaan korupsi Asuransi Jiwasraya akan diteruskan dengan pemeriksaan saksi. Majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta dalam putusan selanya menyatakan menolak keberatan para terdakwa.
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Keberatan terdakwa bahwa perkara PT Asuransi Jiwasraya (Persero) bukan tindak pidana korupsi tidak dapat diterima oleh majelis hakim. Persidangan akan diteruskan dengan pemeriksaan saksi meski beberapa penasihat hukum terdakwa akan melakukan perlawanan ke pengadilan tinggi.
Dalam sidang dengan agenda pembacaan putusan sela di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu (24/6/2020), majelis hakim yang diketuai Hakim Rosmina memutuskan tidak menerima seluruh keberatan terdakwa, baik yang disampaikan penasihat hukum maupun secara pribadi.
Demikian pula, majelis hakim menyatakan tidak dapat menerima keberatan bahwa perkara tersebut berada di bidang perasuransian dan pasar modal sehingga tidak dapat disidik sebagai tindak pidana korupsi.
”Seluruh keberatan terdakwa dan penasihat hukum tidak dapat diterima. Maka, majelis memutuskan pemeriksaan perkara tersebut akan diteruskan. Majelis hakim memerintahkan penuntut umum untuk menghadirkan saksi-saksi dan barang bukti,” kata majelis hakim.
Adapun terdakwa dalam perkara Jiwasraya ini ialah Direktur PT Maxima Integra Tbk Joko Hartono Tirto, Presiden Komisaris PT Trada Alam Minera Heru Hidayat, serta bekas pemimpin PT Asuransi Jiwasraya, Hendrisman Rahim, Hary Prasetyo, dan Syahmirwan. Selain itu, Direktur Utama PT Hanson Internasional Tbk Benny Tjokrosaputro juga menjadi terdakwa.
Majelis hakim juga tidak dapat menerima keberatan terdakwa bahwa pengelolaan dana investasi pada PT Asuransi Jiwasraya (Persero) termasuk bidang perasuransian dan pasar modal sehingga tidak dapat didakwa dengan pasal-pasal tindak pidana korupsi. Sebab, pasar modal dinilai hanya menjadi instrumen dilakukannya tindak pidana korupsi.
Demikian pula tentang keberatan terdakwa bahwa perkara tersebut dinilai sebagai perkara perdata, bukan tindak pidana korupsi, majelis hakim tidak dapat menerima keberatan tersebut. Sebab, keberatan tersebut dinilai telah memasuki substansi perkara.
”Terkait bahwa perkara bukan merupakan tindak pidana korupsi karena dalam hal pengelolaan dana dan terjadi kerugian sehingga merupakan risiko bisnis, hal tersebut sudah memasuki substansi perkara. Maka, keberatan terdakwa tidak dapat diterima,” kata majelis hakim.
Poin keberatan lain yang juga tidak diterima majelis hakim karena dinilai telah memasuki substansi perkara adalah terkait hal memperkaya diri sendiri dan mengenai aliran dana kepada setiap terdakwa. Selain itu, terkait keberatan terdakwa tentang perhitungan kerugian negara beserta periode penghitungannya, hal itu dinilai telah masuk ke substansi perkara.
Soesilo Aribowo, penasihat hukum dari terdakwa Joko Hartono Tirto dan Heru Hidayat, menyatakan akan melakukan perlawanan ke pengadilan tinggi. Penasihat hukum Benny Tjokrosaputro, yakni Muchtar Arifin, juga akan mengajukan perlawanan. Sementara penasihat hukum terdakwa Hari Prasetyo menyatakan pikir-pikir.
Majelis hakim akan melanjutkan persidangan dengan agenda pemeriksaan saksi pada Rabu (1/7/2020) pekan depan. Majelis hakim juga meminta agar perihal teknis pemeriksaan saksi dipikirkan jaksa penuntut umum karena seorang saksi dapat terkait dengan beberapa terdakwa.
Sementara terdapat enam terdakwa yang juga saling terkait. Salah satu solusi yang mengemuka adalah melaksanakan pemeriksaan saksi dengan mengelompokkan terdakwa atau mekanisme kluster.