Pemerintah Jamin Pengembalian Uang Jemaah
Pasca-pembatalan pemberangkatan haji 2020, pemerintah jamin pengembalian uang jemaah. Setoran pelunasan uang jemaah akan dikembalikan jika diajukan. Pengembalian sudah dibuka sejak 3 Juni lalu di kantor Kemennag.
JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Agama menjamin pengembalian uang jemaah calon haji yang batal berangkat tahun 2020. Setoran pelunasan uang jemaah akan dikembalikan berdasarkan pengajuan yang dilakukan masing-masing jemaah kepada kantor Kemenag di daerah.
Jaminan pengembalian uang jemaah tersebut mengemuka di dalam rapat kerja antara Kementerian Agama dan Komisi VIII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Kamis (18/6/2020) di Jakarta. Rapat dipimpin Ketua Komisi VIII Yandri Susanto dan dihadiri secara fisik oleh Menteri Agama Fachrul Razi. Sebagian besar peserta rapat mengikuti rapat secara virtual karena ada pembatasan kehadiran fisik dalam rapat di DPR.
Pada 2 Juni 2020, pemerintah melalui Kemenag sebelumnya telah membatalkan keberangkatan haji tahun 2020 dengan pertimbangan kondisi pandemi Covid-19 yang masih terjadi di Indonesia ataupun Arab Saudi. Pertimbangan keselamatan jemaah calon haji dan petugas haji menjadi tanggung jawab pemerintah, serta merupakan hal yang harus diutamakan.
Baca juga: Pemberangkatan Haji Ditunda hingga 2021 karena Pandemi Covid-19
Meskipun pembatalan keberangkatan haji dinilai tepat oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama dan Pimpinan Pusat Muhammadiyah (Kompas, 3/6/2020), keputusan pemerintah diambil tanpa rapat dan konsultasi terlebih dulu dengan DPR. Pembatalan itu disampaikan melalui Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 494/2020 tentang Pembatalan Keberangkatan Ibadah Haji.
Sebagai konsekuensi atas pembatalan keberangkatan haji itu, pihaknya menjamin pengembalian dana bagi jemaah calon haji yang ingin menarik kembali setoran pelunasannya. Jemaah yang sudah melunasi biaya perjalanan ibadah haji (bipih) dapat menarik kembali setoran pelunasannya melalui kantor Kementerian Agama yang ada di kabupaten/kota. Pengembalian setoran pelunasan itu telah dibuka sejak 3 Juni 2020.
Sebelumnya, Wakil Presiden Ma’ruf Amin memastikan jemaah calon haji yang batal menunaikan ibadah haji pada tahun ini tak akan kehilangan haknya. Mereka otomatis akan menjadi jemaah calon haji pada tahun 2021. Pemerintah juga menjamin dana tabungan haji jemaah yang dikelola Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH). Jika ada jemaah calon haji yang ingin menarik dana tersebut, menurut Wapres, hal itu dimungkinkan (Kompas, 9/6/2020).
Menurut Fachrul, sebagai konsekuensi atas pembatalan keberangkatan haji itu, pihaknya menjamin pengembalian dana bagi jemaah calon haji yang ingin menarik kembali setoran pelunasannya. Jemaah yang sudah melunasi biaya perjalanan ibadah haji (bipih) dapat menarik kembali setoran pelunasannya melalui kantor Kementerian Agama yang ada di kabupaten/kota. Pengembalian setoran pelunasan itu telah dibuka sejak 3 Juni 2020.
”Selanjutnya permintaan itu akan diproses ke Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah, Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH), dan Bank Penerima Setoran (BPS). Setelah mendapat surat perintah membayar (SPM) dari BPKH, BPS akan mentransfer dananya ke rekening jemaah. Secara prosedur, proses ini berlangsung selama sembilan hari kerja sejak berkas permohonan dinyatakan lengkap oleh kantor Kemenag kabupaten atau kota,” kata Fachrul.
Menurut data Kemenag, hingga 29 Mei 2020, 198.765 calon haji reguler dan 15.467 calon haji khusus telah melunasi bipih. Dari jumlah tersebut, hingga 16 Juni 2020, jemaah yang mengajukan permohonan pengembalian setoran pelunasan ada 359 orang. Mereka berasal dari Jawa Tengah (63 orang), Jawa Timur (62 orang), Jawa Barat (54 orang), Sumatera Utara (34 orang), dan Lampung (24 orang). Bagi jemaah yang tidak mengajukan pengembalian setoran pelunasan, pemerintah akan mengatur kembali pemberangkatan mereka pada tahun berikutnya.
Di dalam rapat juga mengemuka masukan dari sejumlah fraksi agar pemerintah tidak mempersulit jemaah yang ingin menarik kembali setoran pelunasan bipih, dan memperhatikan persoalan pengembalian dana haji masyarakat ini. ”Ada jangka 9 hari bagi BPKH untuk memberi perintah bayar. Tolong dicek kembali kesiapan teman-teman (jajaran Kemenag) di daerah dalam merespons sistem ini, sebab kalau ada ketidaksesuaian akan ada lagi keributan. Nanti jangan sampai ada pemotongan bipih yang dikembalikan,” kata Diah Pitaloka, anggota Komisi VIII dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P).
Diah juga mengingatkan agar pemerintah segera membuat daftar keberangkatan bagi jemaah calon haji yang berangkat tahun 2021, sebab pembatalan keberangkatan haji tahun 2020 akan berimplikasi pada makin panjangnya daftar antrean jemaah calon haji pada tahun-tahun berikutnya.
”Kami berharap masyarakat jangan dipersulit, dan daftar tunggu berikutnya segera dibikin. Sebab, orang gelisahnya setengah mati nanti apakah bisa berangkat tahun depan ataukah tidak. Mereka yang kebagian kuota tahun depan juga akan gelisah karena kuota mereka diambil jemaah tahun 2020. Jadi, kita harus membuat daftar keberangkatan yang detail,” ujarnya.
DPR merasa dilangkahi
Selain membahas tentang mekanisme pengembalian uang jemaah calon haji, rapat kemarin juga menyoroti keputusan pemerintah yang tidak melibatkan DPR dalam keputusan pembatalan keberangkatan haji, tahun 2020. John Kenedy Azis dari Fraksi Partai Golkar antara lain menyoroti sikap pemerintah tersebut yang seolah tidak menganggap penting keberadaan DPR sebagai representasi rakyat.
”Kami punya hak interpelasi, hak angket, dan hak menulis surat kepada presiden. Secara kelembagaan, kami tentu bisa saja menggunakan hak itu,” kata John.
Anggota Komisi VIII dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Bukhori, mengatakan, selain tidak tepat secara hukum, keputusan pembatalan haji yang dilakukan sepihak oleh pemerintah itu dinilai cacat secara etika dan moral hukum. Oleh karena itu, ada konsekuensi hukum yang harus disikapi kementerian.
Wakil Ketua Komisi VIII Ace Hasan Syadzily mengatakan, pembatalan keberangkatan haji itu tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan sebab ketentuan itu hanya dilakukan melalui KMA. ”Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) saja harus ditentukan dalam keputusan presiden (keppres), dan persiapannya dibahas DPR dengan Panja Kemenag, kok ini urusan 221.000 calon haji hanya diputuskan melalui KMA,” katanya.
Ace mengingatkan komitmen pemerintah dalam raker 11 Mei 2020, yang menyiapkan dua opsi, yakni pembatalan atau pembatasan keberangkatan haji. Ace juga mempersoalkan istilah ”pembatalan keberangkatan” yang dicantumkan di dalam KMA No 494/2020, sebab ”pembatalan” berbeda dengan ”penundaan.” Pembatalan mengandung konsekuensi jemaah calon haji dapat mengambil semua dana haji yang telah dibayarkan.
Fachrul Minta maaf
Ini keputusan yang pahit dan sulit untuk penyelenggaraan haji, tetapi kami juga memikul tanggung jawab untuk keselamatan jemaah dan petugas haji. Risiko keselamatan dan kemanusiaan menjadi prioritas pertimbangan kami, dan risiko ibadah haji yang mungkin terganggu di tengah terus bertambahnya kasus positif di Indonesia dan Arab Saudi. Kami tetap menjamin hak-hak jemaah dan petugas dapat dipenuhi sesuai ketentuan.
Fachrul mengatakan, secara pribadi dirinya meminta maaf kepada DPR atas keputusan tersebut. Keputusan membatalkan haji itu dilakukan karena pemerintah waktu itu menilai tidak cukup lagi ada waktu memberangkatkan jamaah haji. Pasalnya, hingga 1 Juni 2020 belum ada jawaban surat atau kepastian dari Arab Saudi apakah ibadah haji dapat diselenggarakan ataukah tidak di tengah pandemi. Batas waktu kepastian haji 1 Juni 2020 terlampaui sehingga pemerintah memutuskan agar pemberangkatan haji 2020 dibatalkan.
Baca juga: Jemaah Bisa Tarik Ongkos Haji
”Ini keputusan yang pahit dan sulit untuk penyelenggaraan haji, tetapi kami juga memikul tanggung jawab untuk keselamatan jemaah dan petugas haji. Risiko keselamatan dan kemanusiaan menjadi prioritas pertimbangan kami, dan risiko ibadah haji yang mungkin terganggu di tengah terus bertambahnya kasus positif di Indonesia dan Arab Saudi. Kami tetap menjamin hak-hak jemaah dan petugas dapat dipenuhi sesuai ketentuan,” kata Fachrul.
Dalam kesimpulan rapat kemarin, DPR antara lain sepakat mengadakan pertemuan kembali dengan Menag guna membahas konsekuensi yang mungkin timbul dari KMA No 494/2020, serta realokasi anggaran haji yang belum dimanfaatkan karena pembatalan haji.