Baleg DPR Tunggu Surat Terkait Penundaan Pembahasan RUU HIP
Baleg DPR masih menunggu surat dari pemerintah terkait permintaan penundaan pembahasan RUU Haluan Ideologi Pancasila. Dengan penundaan pembahasan RUU itu, MUI minta polemik di masyarakat dihentikan.
Oleh
RINI KUSTIASIH
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah memang telah menyatakan untuk meminta Dewan Perwakilan Rakyat agar menunda pembahasan Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila. Namun, hingga Kamis (18/6/2020), bunyi lengkap surat ataupun permintaan resmi pemerintah itu belum diterima oleh Badan Legislasi DPR selaku inisiator RUU tersebut.
Pernyataan soal belum adanya surat dari pemerintah itu disampaikan Wakil Ketua Baleg DPR dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Achmad Baidowi, Kamis, di Jakarta. Oleh karena itu, Baleg DPR belum bisa bersikap apakah RUU itu ditunda saja atau dibatalkan.
”Kami belum mengetahui surat resmi dari pemerintah itu seperti apa bunyinya. Baleg juga tidak tahu apakah nantinya RUU itu dikembalikan ke Baleg DPR. Mungkin nantinya RUU itu dikembalikan ke Baleg, tetapi itu ranahnya fraksi-fraksi,” katanya.
RUU tersebut mulanya adalah inisiatif dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), tetapi akhirnya inisiatif itu diambil alih oleh Baleg DPR sehingga secara resmi RUU itu menjadi inisiatif dari Baleg DPR. Pada 12 Mei 2020, RUU tersebut disahkan menjadi RUU inisiatif DPR. Selanjutnya, naskah RUU HIP dikirimkan kepada pemerintah untuk dimintakan surat presiden dan daftar inventarisasi masalah (DIM).
Namun, dalam perkembangannya, muncul penolakan dari masyarakat, termasuk dari kalangan organisasi kemasyarakatan (ormas) Islam, seperti Majelis Ulama Indonesia (MUI), Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, dan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU).
Kalangan masyarakat, antara lain, menilai RUU itu berpotensi membawa luka lama tentang perdebatan ideologi yang seharusnya selesai puluhan tahun lalu. Adanya penyebutan Trisila dan Ekasila sebagai intisari dari Pancasila juga dipandang hanya mendasarkan pada pidato Soekarno, 1 Juni 1945. Adapun Pancasila secara historis dirumuskan melalui rangkaian proses, termasuk rumusan Piagam Jakarta, 22 Juni 1945, dan rumusan final Pancasila pada 18 Agustus 1945.
Pemerintah, melalui Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD serta Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H Laoly, pada 16 Juni, menyampaikan, pemerintah memutuskan tidak mengirimkan surpres atau DIM kepada DPR. Pemerintah meminta RUU HIP ditunda pembahasannya sehingga DPR memiliki waktu untuk menyerap aspirasi masyarakat seluas-luasnya.
Merespons permintaan pemerintah itu, Wakil Ketua DPR dari Fraksi Gerindra Sufmi Dasco Ahmad, Rabu, mengatakan akan mendengarkan dan menyerap aspirasi masyarakat seluas-luasnya dalam penyusunan RUU HIP tersebut.
Sementara itu, Wakil Ketua Umum MUI Zainut Tauhid Sa’adi, yang juga Wakil Menteri Agama, dalam keterangan persnya, Kamis, mengatakan, pihaknya mengapresiasi serta menghargai sikap dan langkah tegas pemerintah untuk menunda pembahasan RUU HIP dan mengembalikan RUU tersebut kepada DPR sebagai pengusul.
Tujuannya agar DPR melakukan banyak dialog dan menyerap aspirasi terlebih dahulu dengan semua elemen masyarakat. Langkah tersebut sudah tepat karena RUU HIP adalah RUU inisiatif DPR sehingga pemerintah tidak bisa mencabut atau membatalkannya.
Dia menyadari, hak untuk membuat UU berada di tangan DPR bersama-sama dengan pemerintah. Namun, seharusnya setiap UU yang akan dibahas hendaknya dilakukan dialog dan menyerap aspirasi masyarakat terlebih dahulu agar publik dapat memahami secara baik substansi UU yang akan dibahas.
Dengan demikian, publik terbuka untuk memberikan koreksi dan masukan sehingga publik merasa dilibatkan dalam proses pembahasan dan pengambilan keputusan. Melibatkan publik dalam mengambil sebuah kebijakan itulah sesungguhnya esensi dari negara demokrasi.
”Dengan demikian, publik terbuka untuk memberikan koreksi dan masukan sehingga publik merasa dilibatkan dalam proses pembahasan dan pengambilan keputusan. Melibatkan publik dalam mengambil sebuah kebijakan itulah sesungguhnya esensi dari negara demokrasi,” katanya.
Dengan dikembalikannya RUU HIP ke DPR, Zainut mengajak kepada semua elemen masyarakat untuk menghentikan segala silang sengketa dan kegaduhan di ruang publik. ”Kita konsentrasikan pikiran dan perhatian ke DPR untuk membangun komunikasi dan dialog secara konstruktif serta persuasif agar ditemukan solusi lebih maslahat untuk kepentingan umat dan bangsa,” ujarnya.