Nazaruddin Bebas, KPK dan Dirjenpas Berbantahan soal Status ”Justice Collaborator”
KPK membantah telah menetapkan Nazaruddin Syamsuddin sebagai ”justice collaborator” atau JC. Sementara Direktorat Jenderal Pemasyarakatan menyatakan pembebasan Nazaruddin dilakukan karena ada status JC dari KPK.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Bekas Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin akhirnya dapat menghirup udara bebas setelah mendapatkan hak cuti menjelang bebas selama dua bulan terhitung sejak Minggu (14/6/2020). Nazaruddin mendapatkan hak tersebut setelah bekerja sama dengan penegak hukum dalam mengungkap beberapa kasus korupsi atau menjadi justice collaborator.
Nazaruddin divonis penjara 7 tahun dalam perkara korupsi pembangunan Wisma Atlet SEA Games di Palembang dan 6 tahun dalam perkara suap serta tindak pidana pencucian uang (TPPU). Total, Nazaruddin dipidana penjara selama 13 tahun dan pidana denda Rp 1,3 miliar.
Nazaruddin juga bekerja sama dengan KPK untuk mengungkap beberapa kasus korupsi yang terjadi di negeri ini, salah satunya kasus kartu tanda penduduk elektronik (KTP-el).
Tidak mudah bagi KPK untuk menangkap Nazaruddin. Pada 23 Mei 2011, ia kabur ke Singapura dan baru ditangkap Interpol Kolombia di Cartagena pada 7 Agustus 2011. Dalam pelariannya, Nazaruddin membuka kepada publik sejumlah kasus korupsi, salah satunya proyek pembangunan kompleks olahraga terpadu di Hambalang, Bogor, Jawa Barat (Kompas, 26/9/2013).
Selain membuka kepada publik, Nazaruddin juga bekerja sama dengan KPK untuk mengungkap beberapa kasus korupsi yang terjadi di negeri ini, salah satunya kasus kartu tanda penduduk elektronik (KTP-el). Ia juga berperan besar dalam mengungkap kasus korupsi yang melibatkan bekas Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum.
Kepala Bagian Humas dan Protokol Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjenpas) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Rika Aprianti, Rabu (17/6/2020), mengungkapkan, Nazaruddin telah ditetapkan sebagai pelaku yang bekerja sama (justice collaborator/JC) berdasarkan surat nomor R-2250/55/06/2014 tanggal 9 Juni 2014 dan Surat Nomor R.2576/55/06/2017 tanggal 21 Juni 2017.
”Nazaruddin akan selesai menjalani pidana pada 13 Agustus 2020 sehingga pada 7 April 2020 diusulkan oleh Kepala Lapas Kelas I Sukamiskin untuk mendapatkan cuti menjelang bebas (CMB) dan disetujui dalam sidang TPP (Tim Pengamat Pemasyarakatan) Direktorat Jenderal Pemasyarakatan yang lamanya sebesar remisi terakhir selama 2 bulan dan pelaksanaannya mulai 14 Juni 2020,” kata Rika dalam keterangan pers.
Seharusnya, Nazaruddin menjalani masa pidana selama 13 tahun penjara terhitung sejak 2012. Ia seharusnya baru bebas pada 2025. Akan tetapi, Nazaruddin mendapatkan remisi 45 bulan 120 hari.
Nazaruddin telah memenuhi persyaratan administratif dan susbtantif untuk mendapatkan CMB yang diatur berdasarkan Pasal 103 Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 3 Tahun 2018 tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Remisi, Asimilasi, Cuti Mengunjungi Keluarga, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat.
Rika menjelaskan, Nazaruddin telah memenuhi persyaratan administratif dan susbtantif untuk mendapatkan CMB yang diatur berdasarkan Pasal 103 Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 3 Tahun 2018 tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Remisi, Asimilasi, Cuti Mengunjungi Keluarga, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat.
Pemberian status Nazaruddin sebagai JC mendapatkan sanggahan dari Komisi Pemberantasan Korupsi. Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri mengungkapkan, KPK telah beberapa kali menolak memberi rekomendasi sebagai persyaratan asimilasi kerja sosial dan pembebasan bersyarat yang diajukan Ditjenpas. Pengajuan dari Ditjenpas dan penasihat hukum Nazaruddin dilakukan pada Februari dan Oktober 2018 serta Oktober 2019.
”KPK berharap Ditjen Pemasyarakatan lebih selektif dalam memberikan hak terhadap napi koruptor mengingat dampak dahsyat dari korupsi yang merusak tatanan kehidupan masyarakat,” ujar Ali.
Ali menjelaskan, KPK pada 9 Juni 2014 dan 21 Juni 2017 telah menerbitkan surat keterangan bekerja sama untuk Nazaruddin. Sebab, sejak proses penyidikan, penuntutan, dan di persidangan, Nazaruddin telah mengungkap beberapa perkara korupsi.
Nazaruddin bekerja sama dengan KPK dalam mengungkap korupsi pembangunan Pusat Pendidikan, Pelatihan, dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang, perkara pengadaan KTP-el di Kementerian Dalam Negeri, dan perkara yang melibatkan Anas Urbaningrum. Selain itu, Nazaruddin telah membayar lunas denda ke kas negara.
Ali mengungkapkan, surat keterangan bekerja sama tersebut menunjukkan bahwa pimpinan KPK saat itu tidak pernah menetapkan Nazaruddin sebagai JC. Sebab, penetapan JC diberikan sebelum tuntutan dan putusan.
Surat keterangan bekerja sama tersebut menunjukkan bahwa pimpinan KPK saat itu tidak pernah menetapkan Nazaruddin sebagai justice collaborator. Sebab, penetapan justice collaborator diberikan sebelum tuntutan dan putusan.
Pemberian status JC
Pengajar hukum pidana di Universitas Trisakti, Jakarta, Abdul Fickar Hadjar, menjelaskan, JC merupakan syarat dari CMB. JC dimohonkan pada penyidik dan/atau penuntut.
”JC didefinisikan sebagai seorang pelaku tindak pidana tertentu, tetapi bukan pelaku utama yang mengakui perbuatannya dan bersedia menjadi saksi dalam proses peradilan,” tutur Fickar.
Untuk dapat disebut sebagai JC, jaksa dalam tuntutannya juga harus menyebutkan bahwa yang bersangkutan telah memberikan keterangan dan bukti-bukti yang sangat signifikan. Atas jasa-jasanya, JC dapat diberi keringanan oleh hakim berupa pidana percobaan bersyarat khusus dan/atau pidana penjara paling ringan dibandingkan para terdakwa lainnya dalam perkara yang sama.
Status JC dapat diberikan oleh Menteri Hukum dan HAM apabila perkara pokok orang yang bersangkutan sudah selesai. Pemberian remisi, pembebasan bersyarat, atau cuti menjelang bebas merupakan kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah/eksekutif yang dapat dikaitkan dengan status JC.
Namun, menurut mantan Ketua Pidana Khusus Mahkamah Agung (MA) Djoko Sarwoko, status JC dapat diberikan oleh Menteri Hukum dan HAM apabila perkara pokok orang yang bersangkutan sudah selesai. Pemberian remisi, pembebasan bersyarat, atau cuti menjelang bebas merupakan kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah/eksekutif yang dapat dikaitkan dengan status JC.
”Intinya, status JC dapat menjadi dasar pengurangan hukuman. Karena perkara pokoknya sudah selesai, kerja sama pengungkapan kasus baru terjadi kemudian, maka pengurangan sanksi pidana itu diberikan oleh menteri dalam tugasnya menjaga narapidana melalui remisi, pembebasan bersyarat, atau hak napi lainnya,” ujar Djoko.
Terkait dengan kasus Nazaruddin, di mana KPK membantah tidak pernah mengeluarkan status JC, Djoko mengungkapkan agar setiap lembaga memberi penjelasan detail kepada publik.