Jaksa Penuntut Perkara Penyiraman Air Keras terhadap Novel Baswedan Bakal Dievaluasi
Komisi Kejaksaan berjanji akan mengevaluasi jaksa penuntut dalam perkara penyerangan terhadap penyidik KPK, Novel Baswedan. Namun, hal tersebut baru akan dilakukan setelah ada putusan pengadilan dalam perkara tersebut.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Evaluasi terhadap para jaksa penuntut umum dalam perkara penyiraman air keras kepada penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi Novel Baswedan akan dilakukan oleh Komisi Kejaksaan. Namun, mereka tidak dapat memengaruhi kemandirian jaksa dalam melakukan penuntutan.
Dalam perkara tersebut bertindak sebagai jaksa penuntut umum (JPU) ialah Ahmad Patoni, Satria Irawan, dan Fedrik Adhar dari Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta. Jaksa menuntut 1 tahun penjara terhadap dua oknum polisi penyerang Novel, yakni Rahmat Kadir Mahulette dan Ronny Bugis. Tuntutan ringan tersebut akhirnya menuai protes dari pihak Novel maupun publik.
Ketua Komisi Kejaksaan Barita Simanjuntak dihubungi di Jakarta, Minggu (14/6/2020), mengatakan, pihaknya akan mengevaluasi para jaksa yang menuntut dalam perkara tersebut sesuai dengan tugas dan kewenangannya, termasuk keseluruhan proses penanganan perkara ini di kejaksaan.
Akan tetapi, dalam pelaksanaan evaluasi tersebut, Komisi Kejaksaan harus mengikuti ketentuan dalam Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2011 Pasal 13. Mereka tidak boleh memengaruhi kemandirian jaksa dalam penuntutan.
”Karena itu, kami wajib menunggu putusan pengadilan agar evaluasinya berjalan komprehensif, proporsional, dan obyektif. Sebab, pertimbangan hakim sangat penting untuk melihat fakta hukum di persidangan. Penilaian hakim terhadap dakwaan dan tuntutan jaksa dikaitkan dengan fakta-fakta persidangan,” kata Barita.
Barita mengungkapkan, Komisi Kejaksaan merasakan dan memahami kekecewaan masyarakat atas tuntutan terhadap pelaku penganiayaan Novel Baswedan. Komisi Kejaksaan sebenarnya berharap agar aspek keadilan masyarakat mendapat perhatian serius, obyektif, dan proporsional. Sejak awal kasus ini ditangani kejaksaan, pihaknya sudah meminta penjelasan klarifikasi mengenai hal-hal yang mereka pantau dan terima dari laporan masyarakat.
Komisi Kejaksaan melihat korban adalah penegak hukum yang giat dalam pemberantasan korupsi. Faktanya, korban mengalami luka berat dan kehilangan salah satu panca indera sehingga selayaknya aspek perlindungan negara kepada penegak hukum dilakukan dengan maskimal melalui penuntutan yang berkeadilan bagi korban dan masyarakat.
Komisi Kejaksaan melihat korban adalah penegak hukum yang giat dalam pemberantasan korupsi. Faktanya, korban mengalami luka berat dan kehilangan salah satu panca indera sehingga selayaknya aspek perlindungan negara kepada penegak hukum harus dilakukan dengan maskimal melalui penuntutan yang berkeadilan bagi korban dan masyarakat.
Dia menegaskan, Kejaksaan adalah representasi negara dalam melakukan penuntutan yang mewakili negara dan korban. Di sisi lain, pelakunya adalah penegak hukum yang seharusnya mengetahui dan menjadi contoh ketaatan terhadap hukum.
Alghiffari Aqsa dari tim advokasi hukum Novel Baswedan mengungkapkan, pihaknya sudah melapor kepada Komisi Kejaksaan sejak awal persidangan dan sesudah tuntutan dibacakan oleh JPU. Ia berharap Komisi Kejaksaan bekerja cepat dan proaktif.
”Kami berharap Komisi Kejaksaan bisa mengevaluasi kinerja dan etik dari seluruh jaksa yang terlibat dalam kasus penyiraman dengan air keras ini,” kata Alghiffari.
Ketua Wadah Pegawai KPK Yudi Purnomo menyatakan, tuntutan sudah dibacakan oleh JPU sehingga saat ini publik hanya bisa menunggu vonis dari majelis hakim, apakah berani memutus lebih dari tuntutan JPU.
Dia yakin Kejaksaan Agung akan proaktif mengevaluasi para JPU karena tuntutan 1 tahun tersebut membuat masyarakat gaduh. Mereka merasa keadilan terganggu karena muncul pertanyaan mengapa terdakwa hanya dituntut setahun, padahal jaksa yakin mereka melakukan perbuatan pidana. Seharusnya mereka menuntut secara maksimal sesuai pasal yang dikenakan.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Hari Setiyono mengatakan, dalam pengawasan terhadap para jaksa, Kejaksaan Agung memiliki Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan. Ketika ada jaksa yang melanggar kode etik, maka mereka akan mendapatkan hukuman disiplin, pernyataan keberatan, turun pangkat, dipecat, bahkan dipidana.
”Ketika ada perbuatan tercela seperti menerima suap, maka bisa dipecat dan dipidana,” kata Hari.
Ia mengungkapkan, tindakan tegas tersebut sudah pernah dilakukan Kejaksaan Agung. Terkait korupsi, penegak hukum lainnya seperti KPK juga bisa menangani kasus tersebut.
Terkait dengan tuntutan JPU dalam perkara Novel Baswedan, Hari mengungkapkan, jaksa menuntut sesuai dengan fakta persidangan. Hal tersebut dikuatkan dengan pernyataan pengacara Novel yang pernah mengatakan bahwa kedua terdakwa bukan pelaku utama.
Jaksa menuntut sesuai dengan fakta persidangan. Hal tersebut dikuatkan dengan pernyataan pengacara Novel yang pernah mengatakan bahwa kedua terdakwa bukan pelaku utama.
Menurut Hari, muncul polemik di publik karena pertimbangan JPU yang menyatakan penganiayaan tersebut dilakukan secara tidak sengaja. Ia menjelaskan, faktor kesengajaan ada tiga hal, yaitu sebagian perbuatan dimaksud untuk membunuh, sadar kemungkinan membunuh orang, dan dia sengaja membayangkan perbuatannya bisa membunuh orang lain seperti memberikan racun pada minuman seseorang.