Menjaga persaudaraan atau ”ukhuwah” antarumat beragama di tengah pandemi covid-19 menjadi sebuah tantangan tersendiri. Butuh keikhlasan dan pengorbanan untuk menyikapi perbedaan dan tak mementingkan ego.
Oleh
Dian Dewi Purnamasari
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kemampuan menjaga ukhuwah atau persaudaraan di masa pandemi Covid-19 menjadi ujian tersendiri. Masih ada sebagian orang yang mementingkan egonya sehingga mengancam persaudaraan. Padahal, seharusnya pandemi tersebut bisa menjadi perekat persaudaraan, persatuan, dan kesatuan bangsa.
Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nasir mengatakan, pandemi Covid-19 telah memorakporandakan tatanan sistem kehidupan tak terkecuali umat Islam. Hampir seluruh negara di dunia tidak berdaya menghadapi penyakit akibat virus korona baru itu. Pandangan tentang persaudaraan baik dalam konteks keagamaan, kebangsaan, maupun kemanusiaan diuji.
Dalam konteks keagamaan, ada banyak ujian yang dialami umat Islam, seperti ibadah yang seharusnya dilakukan berjemaah harus dilakukan di rumah untuk mencegah penularan virus. Awalnya, kebijakan ibadah di rumah itu sulit diterima oleh sebagian orang. Masih banyak umat Islam yang beranggapan bahwa beribadah absolut harus dilakukan di masjid. Bahkan, muncul pendapat bahwa tidak perlu takut terhadap virus korona baru, tetapi takutlah kepada Allah SWT.
”Ketika unsur fikih dijelaskan kepada masyarakat, ternyata tidak bisa otomatis nyambung karena mereka masih menetapkan standar normal dalam situasi krisis. Akibatnya, terjadi centang perenang opini di masyarakat,” kata Haedar, Kamis (11/6/2020), dalam webinar nasional ”Merawat Ukhuwah di Tengah Wabah” yang diselenggarakan oleh Universitas Islam Negeri (UIN) Malang.
Hampir seluruh negara di dunia tidak berdaya menghadapi penyakit akibat virus korona baru itu. Pandangan tentang persaudaraan baik dalam konteks keagamaan, kebangsaan, maupun kemanusiaan diuji.
Selain Haedar, hadir sebagai pembicara dalam webinar itu Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Helmy Faishal Zaini.
Persaudaraan yang jatuh bangun direkatkan akhirnya sedikit merenggang. Ukhuwah menjadi hal yang mudah diucapkan, tetapi tidak mudah untuk dipraktikkan. Bahkan, menurut Haidar, untuk menjaga ukhuwah yang matang sesama ormas Islam di Indonesia pun butuh proses yang panjang. Kini, umat Islam dituntut untuk mempraktikkan ukhuwah yang otentik dan berkedalaman, yaitu kesediaan untuk ikhlas dan berkorban. Masyarakat dituntut dewasa dalam menyikapi perbedaan paham, tetapi juga harus mengutamakan keselamatan bersama.
”Bisakah di tengah keragaman pendapat ini kita sering berdialog sehingga bisa tercapai pemahaman bersama. Bukan tentang siapa yang mayoritas dan minoritas, tetapi untuk kepentingan bersama,” kata Haedar.
Dalam konteks kehidupan bernegara, penguasa diingatkan agar mengutamakan kepentingan bersama dalam situasi sulit ini. Jangan sampai ada kebijakan yang dikeluarkan diam-diam karena atensi publik tersedot pada penanganan pandemi Covid-19.
Dalam konteks kehidupan bernegara, Haedar juga mengingatkan kepada penguasa agar mengutamakan kepentingan bersama dalam situasi sulit ini. Jangan sampai ada kebijakan yang dikeluarkan diam-diam karena atensi publik tersedot pada penanganan pandemi Covid-19. Lebih-lebih apabila kebijakan itu ternyata merugikan masyarakat, seperti UU Minerba dan pembahasan RUU Cipta Kerja.
Secara khusus, Haedar juga mengatakan kepada pemerintah agar tidak sensitif terhadap kritik. Apalagi jika kritik tersebut adalah masukan konstruktif bagi pemerintahan. Jangan sampai pemerintah bersikap berlebihan menghadapi kritik pedas dari masyarakat.
”Di saat seperti inilah persatuan di Indonesia diuji. Semoga di tengah pandemi Covid-19 ini, kami yang saling berbeda-beda tetap merajut Islam sebagai rahmatan lil alamin (bentuk rahmat dan kasih sayang Allah SWT),” kata Haedar.
Sekjen PBNU Helmy Faisal menambahkan, di masa pandemi ini agama harus mampu menjadi pembebas dari dua hal, yaitu keterbatasan dan ketakutan. PBNU melihat, pandemi ini telah memukul perekonomian semua kalangan. Mereka yang memiliki harta berlebih mungkin bisa bertahan di masa pandemi. Namun, si miskin harus terus bekerja dengan mengabaikan kesehatan atau bahkan kehilangan pekerjaannya selama pandemi. Di sisi lain, kesenjangan antara si kaya dan si miskin masih ada di Indonesia.
”Dalam hal ini, Islam mengajarkan untuk memperbanyak bersedekah,” kata Helmy.
PBNU sendiri secara khusus juga menginstruksikan kepada anggotanya agar menjadi bagian dalam upaya menyejahterakan masyarakat yang membutuhkan. Sebab, negara tidak bisa sendirian menjamin kehidupan masyarakat di masa pandemi ini. Sejumlah negara, bahkan negara adidaya Amerika Serikat pun kewalahan memulihkan ekonomi dan sosial akibat Covid-19. Di Indonesia pun, masalah kesehatan, politik, sosial, ekonomi juga lumpuh akibat terinfeksi Covid-19.
PBNU secara khusus juga menginstruksikan kepada anggotanya agar menjadi bagian dalam upaya menyejahterakan masyarakat yang membutuhkan. Sebab, negara tidak bisa sendirian menjamin kehidupan masyarakat di masa pandemi ini.
Di AS, bahkan sebelum negara ini berhasil menangani Covid-19, terjadi konflik sosial yang terjadi karena kekerasan rasial yang dilakukan oleh aparat kepolisian. Hal ini diharapkan tidak terjadi di Indonesia. Rapuhnya persaudaraan yang dibangun di antara masyarakat yang plural, kata Helmy, mengingatkan agar masyarakat terus membangun persaudaraan berbasis kemanusiaan.
”Namun, kami wajib bersyukur bahwa dalam situasi yang tidak mudah ini, kerukunan antarumat beragama dan solidaritas di Indonesia masih tergolong baik dan bahkan menjadi contoh bangsa di dunia,” kata Helmy.
Di masa pandemi ini, NU juga telah melakukan berbagai kegiatan sosial yang bersifat pencegahan (preventif) ataupun pemulihan (kuratif), seperti program jaring pengaman sosial. Menurut data PBNU, mereka telah menyalurkan lebih dari 1 juta paket bahan pokok ke seluruh Nusantara. Badan amil zakat NU juga berhasil meningkatkan zakat dari Rp 500 juta menjadi Rp 200 miliar per tahun. Dana itu dihimpun dari infak dan zakat yang disalurkan melalui PBNU.
”Dana tersebut disalurkan untuk kegiatan kemanusiaan melalui program kesehatan dan kegiatan pemberdayaan ekonomi masyarakat,” ujar Helmy.