Sudah 162 Orang Diperiksa Kejaksaan, Tersangkanya Belum Juga Ada
Meskipun Kejaksaan Agung telah memeriksa 162 orang dalam dugaan tindak pidana korupsi penyalahgunaan bantuan dana KONI, Kejagung belum juga menemukan para tersangkanya. Kasus ini sebelumnya menyeret petinggi Kejagung.
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kejaksaan Agung telah memeriksa 162 orang dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi penyalahgunaan bantuan dana pemerintah kepada Komite Olahraga Nasional Indonesia atau KONI Pusat. Meski demikian, hingga kini, tim penyidik Kejagung belum menetapkan para tersangka.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Hari Setiyono, Selasa (9/6/2020), di Jakarta, mengatakan, tim penyidik masih memeriksa saksi-saksi untuk mendapatkan bukti-bukti penyimpangan yang terjadi dalam pemberian bantuan dana KONI Pusat pada 2017. ”Pemeriksaan itu dilakukan untuk memenuhi permintaan Badan Pemeriksa Keuangan melalui suratnya,” kata Hari.
Hingga saat ini, penyidik Kejagung telah memeriksa tak hanya beberapa pejabat Kementerian Pemuda dan Olahraga, pejabat dan staf KONI Pusat, tetapi juga para peserta Rapat Koordinasi tentang Pengawasan dan Pelaporan Percepatan Program Peningkatan Prestasi Olahraga tahun 2017. Total 162 orang saksi telah diperiksa penyidik.
Kejagung sebelumnya membentuk tim jaksa penyelidik untuk mengusut dugaan aliran dana kepada bekas Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Adi Toegarisman, sebagaimana kesaksian Miftahul Ulum. Pada saat bersamaan, juga proses penyidikan kasus tindak pidana korupsi bantuan dana KONI Pusat pada Kemenpora Tahun Anggaran 2017.
Asisten bekas Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi, Miftahul Ulum, dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, 15 Mei 2020, menyebutkan, ada dana Rp 7 miliar diberikan kepada Kejagung dan Rp 3 miliar untuk BPK. Sementara sisa uang dari Rp 11,5 miliar yang didakwaan telah diterima Imam tidak diketahui Ulum diberikan kepada siapa. Adi Toegarisman sempat memberikan pernyataan bantahan. Menurut dia, tuduhan Ulum tidak benar. Adi Toegarisman mengaku tidak pernah menerima aliran dana Rp 7 miliar (Kompas.com, 18/5/2020).
Pemeriksaan itu dilakukan untuk memenuhi permintaan Badan Pemeriksa Keuangan melalui suratnya.
Mereka diduga menerima honor kegiatan pengawasan dan pendampingan, honor rapat serta penggantian transpor kegiatan pengawasan dan pendampingan yang dilaksanakan oleh KONI Pusat. Honor tersebut bersumber dari bantuan dana KONI Pusat tahun2017 yang sebelumnya diduga telah disalahgunakan.
Menurut Hari, terdapat 715 orang yang akan diperiksa lagi sebagai saksi. Hal itu sesuai dengan hasil telaah BPK yang dituangkan dalam surat kepada Kejagung pada 8 Mei lalu.
Dalam surat itu, BPK meminta agar Kejagung melakukan pemeriksaan tambahan untuk menggali penyimpangan yang terjadi dalam pemberian bantuan dana KONI Pusat tahun 2017. Namun, kata Hari, sampai saat ini belum ada penetapan tersangka ataupun jumlah kerugian negaranya.
Menata pengelolaan anggaran olahraga
Ketua Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada Oce Madril mengatakan, pengusutan perkara dugaan tindak pidana korupsi penyalahgunaan dana hibah ke KONI Pusat mesti didorong agar diusut hingga tuntas oleh penegak hukum. Terdapat kemungkinan adanya penyimpangan lain selain kasus dugaan suap menyangkut mantan Menpora Imam Nahrawi yang kini telah masuk tahap persidangan.
”Penegak hukum perlu mengembangkan dugaan selain kasus dugaan suap, termasuk dugaan adanya aktor lain yang terlibat. Upaya itu perlu didorong agar pengusutannya tetap demi kepentingan penegakan hukum sehingga jangan sampai berhenti di tengah jalan,” kata Oce.
Menurut Oce, saat ini merupakan momentum bagi penegak hukum untuk membenahi tata kelola anggaran terkait olahraga. Sebab, meski kasus terkait dana olahraga sebelumnya pernah terjadi, tampaknya belum ada pembenahan tata kelola anggaran yang serius di bidang keolahragaan.
Jika perkara telah ditingkatkan ke tahap penyidikan, Oce menambahkan, penyidik mestinya telah memiliki bukti yang cukup, termasuk para aktor yang diduga terlibat. Dengan demikian, mestinya sudah ada penetapan tersangka oleh para penyidik.
Maka, temukan modus dan tersangka dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi dana hibah itu. Karena KPK, kan, sudah menangkap menteri, maka di Kejaksaan Agung mestinya juga menetapkan tersangka lainnya. Jika tidak mampu, kasus itu bisa diserahkan ke KPK.
Manajer Riset Transparency International Indonesia Wawan Heru Suyatmiko mengatakan, Komisi Pemberantasan Korupsi memiliki hak untuk melakukan supervisi dan koordinasi dengan lembaga penegak hukum lain dalam penanganan kasus korupsi. Mestinya, untuk perkara yang sama-sama menyangkut dana hibah pemerintah ke KONI Pusat dari Kemenpora tersebut, ada koordinasi dan supervisi dari KPK terhadap Kejagung.
Koordinasi dan supervisi itu penting karena meskipun penyelidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi dana hibah tersebut sudah dilakukan Kejagung sejak tahun lalu, sampai saat ini tidak ada tersangka. Padahal, saat ini perkara tersebut telah masuk tahap penyidikan. KPK sendiri sudah menindaklanjuti kasus dugaan suap dari dana hibah KONI dan menjadi bekas Menpora Imam Nahrawi sebagai terpidana kasus korupsi.
”Maka, temukan modus dan tersangka dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi dana hibah itu. Karena KPK, kan, sudah menangkap menteri, maka di Kejaksaan Agung mestinya juga menetapkan tersangka lainnya. Jika tidak mampu, kasus itu bisa diserahkan saja ke KPK yang memang memiliki perangkat lebih lengkap dalam menangani kasus korupsi,” kata Wawan.