Atasi Defisit di BPJS Kesehatan, KPK Segera Bertemu Tiga Kementerian
Akhir Maret lalu, KPK merekomendasikan sejumlah solusi guna mengatasi defisit di BPJS Kesehatan kepada Presiden Joko Widodo. Presiden lantas menginstruksikan tiga kementerian untuk menindaklanjutinya.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemberantasan Korupsi telah menyerahkan rekomendasi kepada Presiden Joko Widodo untuk mengatasi defisit pada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan. Kini, tiga kementerian diminta menindaklanjuti rekomendasi tersebut.
Seperti diberitakan sebelumnya, pada 13 Mei 2020, pemerintah memutuskan menaikkan iuran peserta program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) mulai Juli 2020. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto saat itu menjelaskan keputusan menaikkan iuran JKN-KIS demi menjaga keberlanjutan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan (Kompas, 14 Mei 2020).
Pelaksana Tugas Juru Bicara Pencegahan KPK Ipi Maryati Kuding, Senin (8/6/2020), mengatakan, KPK telah menerima tembusan surat dari Presiden melalui Sekretariat Negara (Setneg) yang ditujukan kepada Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Menteri Kesehatan, dan Menteri Dalam Negeri.
”Dalam surat tersebut Setneg meminta ketiga kementerian itu menindaklanjuti rekomendasi KPK terkait defisit BPJS Kesehatan sesuai kewenangan masing-masing,” kata Ipi.
Melihat hal tersebut, KPK akan mengagendakan pertemuan dengan ketiga kementerian agar bisa membahas langkah selanjutnya. Sebelumnya, pada 30 Maret 2020, KPK mengirimkan surat kepada Presiden. Dalam surat tertulis rekomendasi sejumlah alternatif solusi untuk menekan beban biaya yang harus ditanggung BPJS Kesehatan tanpa harus menaikkan iuran Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat.
Rekomendasi tersebut adalah pemerintah, khususnya Kementerian Kesehatan, agar menyelesaikan Pedoman Nasional Praktik Kedokteran. Selain itu, perlu ada penertiban kelas rumah sakit.
Kebijakan urun biaya (co-payment) sebaiknya segera diimplementasikan untuk peserta mandiri sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 51 Tahun 2018 tentang Urun Biaya dan Selisih Biaya dalam Program Jaminan Kesehatan.
Ipi menambahkan, kebijakan pembatasan manfaat untuk klaim atas penyakit katastropik sebagai bagian dari upaya pencegahan sebaiknya juga segera diimplementasikan.
Rekomendasi selanjutnya adalah akselerasi implementasi kebijakan coordination of benefit (COB) dengan asuransi kesehatan swasta. Terkait tunggakan iuran dari peserta mandiri, KPK merekomendasikan agar pemerintah mengaitkan kewajiban membayar iuran BPJS Kesehatan dengan pelayanan publik.
”KPK berharap ketiga kementerian tersebut menindaklanjuti rekomendasi KPK secara serius,” kata Ipi.
Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar mengatakan, rekomendasi KPK tersebut bisa menurunkan defisit BPJS jika dijalankan dengan baik.
”Rekomendasi tersebut sudah pernah disampaikan sejak 2018, tetapi tidak pernah dijalankan,” kata Timboel.
Timboel mengungkapkan, pada 2017 juga telah ada Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2017 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional. Namun, inpres tersebut tidak dilaksanakan dengan baik oleh kementerian terkait. Selain itu, ada badan pengawas rumah sakit yang dibentuk oleh Kementerian Kesehatan, tetapi hingga sekarang juga tidak berjalan dengan baik.
Sependapat dengan KPK, Timboel mengusulkan agar pemerintah meningkatkan pemasukan untuk menekan defisit BPJS.
Ia mengusulkan ada optimalisasi program Pekerja Penerima Upah (PPU) Badan Usaha seperti badan usaha milik negara. Selain itu, pemerintah dapat memaksimalkan pemasukan dari pajak rokok.