Kebutuhan Anggaran Peralatan Protokol Kesehatan Pilkada Disiasati dari Pencairan NPHD
Kemendagri mendorong pemda mencairkan NPHD Pilkada 2020 ke KPU dan Bawaslu sebelum tahapan dimulai kembali pada 15 Juni. Persoalan anggaran peralatan protokol kesehatan Covid-19 dikhawatirkan mengganggu pilkada.
Oleh
Nikolaus Harbowo
·4 menit baca
Kompas
Mendagri Tito Karnavian
JAKARTA, KOMPAS - Kementerian Dalam Negeri meminta pemerintah daerah segera mencairkan dana hibah Pilkada 2020 agar bisa digunakan lebih dulu untuk pengadaan alat protokol kesehatan Covid-19 sebelum tahapan pilkada kembali dimulai pada 15 Juni. Kemendagri juga akan menyiapkan payung hukum agar dana hibah itu bisa digunakan untuk pembelian alat protokol kesehatan.
Kebutuhan pengadaan alat protokol kesehatan Covid-19 dibutuhkan agar pilkada bisa tetap berlangsung 9 Desember 2020. Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) pada 3 Juni mengusulkan tambahan anggaran Rp 2,8 triliun hingga Rp 5,9 triliun, bergantung pada tingkat keketatan penerapan protokol Covid-19. Jumlah ini di luar sisa anggaran NPHD pilkada Rp 9 triliun saat tahapan pilkada dihentikan akibat pandemi Covid-19 akhir Maret.
Menyikapi hal itu, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, Jumat (5/6/2020), dalam rapat koordinasi melalui telekonferensi meminta 270 kepala daerah di wilayah yang menggelar pilkada segera mencairkan dana yang disepakati dalam Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) Pilkada 2020.
”Usulan atau NPHD yang sudah disepakati segera dicairkan, berapa pun dicairkan kepada penyelenggara KPU ataupun Bawaslu daerah agar mereka betul-betul memiliki napas, memiliki ruang fiskal melanjutkan tahapan yang direncanakan 15 Juni,” ujarnya.
KOMPAS/ANTONY LEE
Kesimpulan RDP Komisi II DPR bersama penyelenggara pemilu dan pemerintah terkait tambahan anggaran Pilkada 2020, Rabu (3/6/2020).
Tito juga mengingatkan agar pencairan NPHD tak diperumit dan disalahgunakan.
Aturan hukum
Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Kemendagri Bahtiar menambahkan, pemerintah kini sedang menyusun aturan pencairan NPHD untuk pengadaan alat protokol kesehatan yang perlu digunakan saat tahapan pilkada.
”Tetapi, kalau KPU mau lakukan itu, harus didukung kebijakan pemerintahan tentang tata cara menggeser anggaran. Harus ada payung hukum agar tak bermasalah,” tuturnya.
KOMPAS/PRADIPTA PANDU
Bahtiar
Selain itu, Kemendagri juga akan mengeluarkan aturan terkait dukungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah untuk Pilkada 2020. Dia menyebut, aturan itu tidak akan seketat seperti pengalokasian dana untuk penanganan Covid-19. "Jadi, nanti diatur lebih lanjut secara teknis oleh daerah. Disesuaikan dengan kebutuhan pemda,” ujar Bahtiar.
Secara terpisah, Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah menyampaikan, sejauh ini anggaran pilkada masih cukup. Jika dibutuhkan anggaran tambahan, lanjutnya, bisa diambil dari alokasi yang belum terpakai.
”Dalam anggaran yang sudah teralokasi kemarin termasuk item untuk calon perseorangan. Ternyata dalam perjalanannya (di Bengkulu) tak ada, sehingga anggaran ini bisa digunakan untuk keperluan kalau ada kebutuhan baru," kata Rohidin.
Wakil Gubernur Sulawesi Utara Steven Kandouw menjamin anggaran cukup, bahkan bisa ditambah jika nantinya ada kekurangan. Menurut dia, anggaran tambahan bisa berasal dari alokasi pendanaan kegiatan perangkat pemerintah daerah yang telah ditiadakan.
Usulan atau NPHD yang sudah disepakati segera dicairkan, berapa pun dicairkan kepada penyelenggara KPU ataupun Bawaslu daerah agar mereka betul-betul memiliki napas, memiliki ruang fiskal melanjutkan tahapan yang direncanakan 15 Juni
Restrukturisasi anggaran
Ketua Bawaslu Abhan berharap pemerintah bisa menyediakan alat protokol kesehatan. Menurut dia, tidak ada waktu lagi apabila uang dicairkan ke rekening Bawaslu. "Ini sudah tinggal 10 hari lagi. Andai uang di rekening Bawaslu, kami butuh waktu untuk pengadaan. Saya tanya sekretariat butuh waktu 12-20 hari," katanya.
Kompas/Heru Sri Kumoro
Ketua Badan Pengawas Pemilu Abhan
Abhan berpendapat, jika restrukturisasi APBD dialokasikan untuk keperluan alat kesehatan. Sebab, masih ada keperluan lain yang lebih membutuhkan dukungan APBD, yakni honorarium petugas ad hoc, sebagai implikasi penambahan jumlah TPS untuk mengurangi jumlah pemilih dalam satu TPS dari 800 menjadi 500 orang.
Anggota KPU, I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi, menyampaikan, saat ini Peraturan KPU tentang Perubahan Tahapan Pilkada 2020 masih dalam proses pengadministrasian. Namun, kata Raka, KPU sampai saat ini tetap mengacu pada kesimpulan rapat dengan DPR dan pemerintah bahwa tahapan lanjutan pilkada dimulai 15 Juni dan pemungutan suara pada 9 Desember 2020.
Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi Titi Anggraini menyampaikan, di masa pandemi, selain soal keselamatan warga negara, kualitas pilkada serta akuntabilitas pengelolaan dana juga penting dijaga. Pelonggaran pencairan anggaran NPHD tak boleh menimbulkan masalah baru, yakni korupsi yang bisa menjerat penyelenggara pemilu, serta mempengaruhi independensi mereka.
KOMPAS/ELSA EMIRIA LEBA
Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini
”Sulit berharap implementasi teknis tahapan pilkada bisa berkualitas, akibat penyelenggara pemilu yang juga disibukkan dengan kerja geser-menggeser anggaran. Praktik yang selama ini sangat tak mudah karena ada kecenderungan politisasi,” kata Titi.