Wahyu Setiawan Didakwa Juga Terima Suap dari Gubernur Papua Barat
Bekas anggota KPU, Wahyu Setiawan, tak hanya didakwa terima hadiah dari kader dan staf sekretariat DPP PDI-P, Saeful Bahri, serta politisi PDI-P, Harun Masiku, tetapi juga terkait proses seleksi anggota KPU Papua Barat.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Bekas anggota Komisi Pemilihan Umum, Wahyu Setiawan, didakwa menerima hadiah dari kader dan staf sekretariat DPP PDI-P, Saeful Bahri, serta politisi PDI-P, Harun Masiku, juga uang terkait dengan proses seleksi calon anggota KPU Papua Barat. Dalam kasus suap di KPU, Wahyu didakwa bersama bekas anggota Badan Pengawas Pemilu, Agustiani Tio Fridelina.
Dakwaan dibacakan oleh Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi Takdir Suhan dalam sidang perdana di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (28/5/2020), yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Susanti serta dihadiri jaksa dan penasihat hukum terdakwa. Adapun Wahyu dan Agustiani bersama pengacaranya berada di Gedung KPK lewat telekonferensi.
Terkait dengan kasus penerimaan uang dalam proses seleksi calon anggota KPU Papua Barat, berdasarkan catatan Kompas, baru pertama kali dimunculkan di persidangan. Sebelumnya kasus tersebut sama sekali tak pernah terungkap dalam pemberitaan.
Wahyu didakwa telah menerima uang Rp 500 juta dari Sekretaris KPU Papua Barat Rosa Muhammad Thamrin Payapo. Jaksa menduga uang diberikan terkait seleksi calon anggota KPU Provinsi Papua Barat periode 2020-2025. Saat itu, Rosa yakin Wahyu bisa membantu seleksi calon anggota KPU Papua Barat.
Dalam penerimaan uang dari Gubernur Papua Barat, Wahyu didakwa telah menerima uang Rp 500 juta dari Sekretaris KPU Papua Barat Rosa Muhammad Thamrin Payapo. Jaksa menduga uang diberikan terkait seleksi calon anggota KPU Provinsi Papua Barat periode 2020-2025. Saat itu, Rosa yakin Wahyu bisa membantu seleksi calon anggota KPU Papua Barat. Ada keinginan warga Papua agar anggota KPU Papua Barat yang terpilih berasal dari putra daerah Papua. Setelah kembali dari Jakarta, Rosa melapor ke Gubernur Papua Barat Dominggus Mandacan bahwa Wahyu dapat membantunya dengan imbalan uang.
Dominggus merespons laporan Rosa dengan mengatakan, ”Nanti kita lihat perkembangan.” Proses seleksi diikuti oleh 70 peserta, 33 di antaranya asli Papua. Pada tahap wawancara dan tes kesehatan, hanya tersisa delapan peserta, tiga di antaranya putra daerah Papua, yaitu Amus Atkana, Onesimus Kambu, dan Paskalis Semunya. Hal itu membuat warga asli Papua khawatir dan protes di KPU. Tuntutannya harus ada putra daerah Papua yang terpilih.
Dominggus kemudian mengupayakan sejumlah uang seperti dibicarakan sebelumnya. Rosa menghubungi lagi Wahyu agar peserta yang tersisa, yakni Amus Atkana dan Onesimus Kambu, dibantu agar terpilih.
Pada 3 Januari 2020, Rosa diberi uang Rp 500 juta oleh Dominggus. Rosa lalu memberi tahu Wahyu uang sudah di tangannya. Pada 7 Januari 2020, Rosa mengirim uang ke Wahyu lewat rekening istri dari sepupu Wahyu, Ika Indrayani. Jaksa mengatakan, perbuatan Wahyu melanggar Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999.
Tak berkeberatan
Terkait suap di KPU, jaksa mengatakan, Wahyu selaku anggota KPU periode 2017-2022 menerima hadiah atau janji berupa uang lewat perantara Agustiani secara bertahap sebesar 19.000 dollar Singapura dan 38.350 dollar Singapura atau total setara Rp 600 juta.
(Uang) Diterima dari Saeful bersama dengan Harun. Patut diduga hadiah itu diberikan untuk menggerakkan melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajiban.
”(Uang) Dterima dari Saeful bersama dengan Harun. Patut diduga hadiah itu diberikan untuk menggerakkan melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajiban,” kata jaksa.
Uang diberikan agar Wahyu mengupayakan KPU menyetujui permohonan penggantian antarwaktu anggota DPR dari PDI-P, Riezky Aprilia, Daerah Pemilihan Sumatera Selatan 1, kepada Harun. Seusai dakwaan, Wahyu dan Agustiani tak berkeberatan sehingga sidang selanjutnya langsung pada pembuktian pada Kamis depan.
Sementara pada sidang Tipikor lainnya, kader dan staf sekretariat DPP PDI-P, Saeful Bahri, terbukti menyuap bekas anggota KPU, Wahyu Setiawan. Ia divonis 1 tahun dan 8 bulan penjara. Hukumannya lebih ringan dari tuntutan jaksa, 2 tahun 6 bulan.