Bekas Anggota KPU Didakwa Menerima Suap dari Kader PDI-P dan Gubernur Papua Barat
Selain didakwa meneriap suap terkait proses pergantian antarwaktu politisi PDI-P, Harun Masiku, bekas anggota KPU, Wahyu Setiawan, juga didakwa menerima uang terkait proses seleksi calon anggota KPU Papua Barat.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Bekas anggota Komisi Pemilihan Umum, Wahyu Setiawan, bersama dengan bekas anggota Badan Pengawas Pemilu, Agustiani Tio Fridelina, didakwa telah menerima hadiah dari kader dan staf sekretariat DPP PDI-P, Saeful Bahri, serta politisi PDI-P, Harun Masiku. Selain itu, Wahyu juga didakwa menerima uang terkait proses seleksi calon anggota KPU Papua Barat.
Dakwaan tersebut dibacakan oleh Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi Takdir Suhan dalam sidang perdana Wahyu dan Agustiani di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (28/5/2020). Sidang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Susanti dan dihadiri oleh jaksa dan penasihat hukum terdakwa. Sementara Wahyu dan Agustiani mengikuti sidang di Gedung KPK melalui telekonferensi dengan didampingi penasihat hukum.
Dalam dakwaannya, jaksa mengatakan, Wahyu selaku anggota KPU periode 2017-2022 menerima hadiah atau janji berupa uang melalui perantara Agustiani secara bertahap sebesar 19.000 dollar Singapura dan 38.350 dollar Singapura. Seluruhnya setara dengan Rp 600 juta.
”(Uang tersebut) diterima dari Saeful bersama dengan Harun. Patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya,” kata jaksa.
Uang tersebut diberikan agar Wahyu mengupayakan KPU menyetujui permohonan penggantian antarwaktu (PAW) PDI-P dari Riezky Aprilia sebagai anggota DPR Daerah Pemilihan Sumatera Selatan 1 kepada Harun Masiku. Hal tersebut bertentangan dengan kewajiban Wahyu selaku anggota KPU yang termasuk penyelenggara negara. Ketentuan tersebut diatur dalam Pasal 5 angka 4 dan angka 6 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang penyelenggara negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Kasus ini bermula setelah salah satu calon anggota legislatif, Nazarudin Kiemas, meninggal sebelum pelaksanaan pemilu legislatif. Namun, Nazarudin tetap memperoleh 34.276 suara di daerah pemilihan 1 Sumatera Selatan.
Dalam rapat pleno Dewan Pimpinan Pusat PDI-P diputuskan Harun ditetapkan sebagai caleg pengganti terpilih yang menerima pelimpahan suara dari Nazarudin. Atas keputusan tersebut, Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto menugaskan tim hukum PDI-P, Donny Tri Istiqomah, mengajukan surat permohonan ke KPU.
Mengetahui hal tersebut, Harun bertemu dengan Saeful yang ditugaskan untuk membantu Donny. Harun meminta tolong kepada Saeful agar dirinya dapat menggantikan Riezky dengan cara apa pun sehingga bisa menjadi anggota DPR. Permintaan tersebut disanggupi oleh Saeful.
Karena KPU tidak mengabulkan permohonan PDI-P, Saeful menghubungi Agustiani selaku kader PDI-P. Agustiani mengenal Wahyu karena pernah menjadi anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
”Pada intinya Saeful meminta tolong kepada Agustiani untuk menyampaikan kepada Wahyu selaku anggota KPU yang memiliki kewenangan antara lain menerbitkan keputusan KPU terkait hasil pemilu agar dapat mengupayakan persetujuan dari KPU terkait penggantian caleg DPR di Dapil Sumsel I dari Riezky kepada Harun,” kata Jaksa.
Saeful pun menawarkan uang sejumlah Rp 750 juta dan Wahyu meminta Rp 1 miliar. Permintaan Wahyu tersebut disanggupi Saeful. Pemberian uang dilakukan secara bertahap melalui Agustiani, yakni sebesar 19.000 dollar Singapura dan 38.350 dollar Singapura.
Agustiani menyampaikan permintaan Saeful tersebut kepada Wahyu melalui Whatsapp dan dibalas dengan isi pesan, ”Siap, mainkan”. Saeful pun menawarkan uang sejumlah Rp 750 juta dan Wahyu meminta Rp 1 miliar. Permintaan Wahyu tersebut disanggupi Saeful. Pemberian uang dilakukan secara bertahap melalui Agustiani, yakni sebesar 19.000 dollar Singapura dan 38.350 dollar Singapura.
Pada 8 Januari 2020, Wahyu menghubungi Agustiani agar mengirim sebagian uang yang telah diterima dari Saeful sebesar Rp 50 juta. Namun, sebelum mengirim uang tersebut, Wahyu dan Agustiani diamankan KPK. Petugas KPK juga mengamankan barang bukti uang 38.350 dollar Singapura dari Agustiani.
Jaksa mengatakan, perbuatan Wahyu dan Agustiani melanggar Pasal 11 UU No 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20/2001 tentang Perubahan Atas UU No 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Seleksi anggota KPU Papua Barat
Selain menerima suap dari kader PDI-P, Wahyu juga didakwa menerima uang sebesar Rp 500 juta dari Sekretaris KPU Papua Barat Rosa Muhammad Thamrin Payapo. Jaksa menduga, uang tersebut diberikan terkait proses seleksi calon anggota KPU Provinsi Papua Barat periode 2020-2025.
Rosa yakin Wahyu dapat membantunya dalam proses seleksi calon anggota KPU Papua Barat. Ada keinginan dari masyarakat Papua agar anggota KPU Papua Barat yang terpilih ada yang berasal dari putra daerah asli Papua.
Rosa melaporkan kepada Gubernur Papua Barat Dominggus Mandacan bahwa Wahyu dapat membantu memperjuangkan calon anggota KPU Papua Barat terpilih dengan imbalan uang.
Setelah kembali dari Jakarta, Rosa melaporkan kepada Gubernur Papua Barat Dominggus Mandacan bahwa Wahyu dapat membantu memperjuangkan calon anggota KPU Papua Barat terpilih dengan imbalan uang. Dominggus merespons laporan dari Rosa tersebut dengan mengatakan, ”Nanti kita lihat perkembangan”.
Proses seleksi pun diikuti sekitar 70 peserta, 33 orang di antaranya merupakan orang asli Papua. Pada tahap proses wawancara dan tes kesehatan, ternyata hanya menyisakan delapan peserta. Tiga di antaranya putra daerah Papua, yaitu Amus Atkana, Onesimus Kambu, dan Paskalis Semunya.
Hal tersebut membuat masyarakat asli Papua protes di kantor KPU dengan tuntutan agar peserta seleksi yang nanti terpilih menjadi anggota KPU Papua Barat harus ada yang berasal dari putra daerah Papua.
Dengan kondisi tersebut, Dominggus mengupayakan sejumlah uang seperti yang dibicarakan sebelumnya. Sementara itu, Rosa menghubungi Wahyu agar peserta seleksi yang tersisa, yakni Amus Atkana dan Onesimus Kambu sebagai putra daerah Papua, dibantu dalam proses seleksi agar terpilih.
Pada 3 Januari 2020, Rosa diberi uang sebesar Rp 500 juta oleh Dominggus. Rosa pun memberi tahu Wahyu tentang uang Rp 500 juta yang sudah berada di tangannya. Pada 7 Januari 2020, Rosa mengirim uang kepada Wahyu melalui nomor rekening istri dari sepupu Wahyu yang bernama Ika Indrayani. Jaksa mengatakan, perbuatan Wahyu melanggar Pasal 11 UU No 31/1999.
Seusai pembacaan dakwaan, Wahyu dan Agustiani tidak mengajukan keberatan sehingga sidang selanjutnya langsung pada pembuktian. Jaksa akan menyiapkan 15 saksi. Sidang akan digelar pada Kamis (4/6/2020) dengan menerapkan protokol kesehatan untuk mencegah penyebaran Covid-19.