Keselamatan Publik dan Kualitas Pemilu Jadi Taruhan
Pemerintah dan DPR serta penyelenggara pemilihan didesak untuk menunda pelaksaan pilkada yang sedianya dilakukan pada Desember 2020 menjadi tahun depan. Hal ini penting untuk menjaga keselamatan masyarakat dari Covid-19
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar
·4 menit baca
Kompas/Heru Sri Kumoro
Spanduk dan baliho bakal calon wali kota Tangerang Selatan terpasang di perampatan jalan di Pondok Aren, Tangerang Selatan, Banten, Minggu (10/5/2020). Pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang atau Perppu Nomor 2 Tahun 2020 sebagai dasar hukum penundaan Pemilihan Kepala Daerah 2020 akibat pandemi Covid-19. Waktu pemungutan suara pemilihan yang semula dijadwalkan digelar pada September 2020 ditunda menjadi digelar pada Desember 2020
JAKARTA, KOMPAS — Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pilkada Sehat mendesak agar pemilihan kepala daerah yang direncanakan dilaksanakan Desember 2020 diundur ke 2021. Keselamatan publik dan kualitas pemilu perlu menjadi pertimbangan utama para pemangku kepentingan.
Pada situs change.org, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pilkada Sehat membuat petisi ”Keselamatan dan Kesehatan Publik Terancam, Tunda Pilkada ke 2021”. Di dalam petisi itu, Koalisi Masyarakat Sipil menilai Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2 Tahun 2020 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota tidak berangkat dari pemahaman bahwa jika pemungutan dan penghitungan suara dilaksanakan pada Desember 2020, maka tahapan pilkada lanjutan harus dimulai sejak awal Juni.
Sampai saat ini belum ada kepastian bahwa Juni akan menjadi akhir dari penyebaran Covid-19.
Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pilkada Sehat melihat sampai saat ini belum ada kepastian bahwa Juni akan menjadi akhir dari penyebaran Covid-19. Demikian pula sampai saat ini tidak ada prediksi yang dapat memperkirakan akhir pandemi Covid-19 di Indonesia.
”Belum ada tanda-tanda bahwa kita sudah melewati puncak wabah, apalagi mendekati akhir wabah. Jika mengacu pada tren ini, pandemi masih akan berlangsung di Indonesia setidaknya beberapa bulan ke depan,” demikian pernyataan Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pilkada Sehat di dalam petisi tersebut.
Pendiri Network for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit), Hadar Nafis Gumay, ketika dihubungi, Senin (25/5/2020), mengatakan, meskipun dilaksanakan pada Desember, persiapan pilkada harus sudah dilaksanakan selambatnya mulai pertengahan Juni. Persiapan tersebut antara lain pengecekan dukungan perseorangan dan verifikasi daftar pemilih, yang prosedurnya harus dilakukan dari pintu ke pintu.
KOMPAS/INGKI RINALDI
Pendiri Network for Democracy and Electoral Integrity, Hadar Nafis Gumay, Jumat (11/1/2019)
”Itu akan membuka risiko besar terhadap keselamatan dan kesehatan publik. Itu yang terutama,” kata Hadar.
Menurut Hadar, Dewan Perwakilan Rakyat, pemerintah, dan Komisi Pemilihan Umum dimungkinkan untuk membuat terobosan dengan melaksanakan proses tersebut berdasarkan data pada rukun tetangga dan rukun wilayah (RT/RW) atau mengumpulkan masyarakat sekaligus, tanpa perlu mendatangi satu per satu. Namun, kualitas data yang tersedia kemungkinan besar bukan merupakan data mutakhir.
Selain itu, terobosan semacam itu memerlukan perubahan peraturan yang berarti juga memerlukan waktu. Demikian pula KPU perlu melakukan pelatihan daring kepada seluruh petugas di lapangan. Proses tersebut dinilai terlalu mepet jika pelaksanaan pemungutan suara tetap dilakukan pada Desember 2020.
”Jangan sampai karena bencana maka standar diturunkan. Kita harus selamatkan semua, pertama kondisi kesehatan masyarakat dan semua yang terlibat, dan kedua tetap menjaga kualitas pemilihan kita terutama untuk menjaga hak masyarakat,” ujar Hadar.
Jangan sampai karena bencana maka standar diturunkan. Kita harus selamatkan semua, pertama kondisi kesehatan masyarakat dan semua yang terlibat, dan kedua tetap menjaga kualitas pemilihan kita terutama untuk menjaga hak masyarakat,
Oleh karena itu, menurut Hadar, petisi yang disuarakan Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pilkada Sehat diharapkan dapat kembali mengingatkan pemerintah dan DPR agar menunda pilkada dari 2020 ke 2021. Hal itu diharapkan dapat diputuskan pada rapat konsultasi antara Komisi II DPR dengan pemerintah dan penyelenggara pemilu pada Rabu (27/5) meskipun sampai saat ini arah pemerintah adalah tetap melaksanakan pilkada pada Desember 2020.
ARSIP PRIBADI
Direktur Eksekutif Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia dan pengajar di Departemen Ilmu Politik FISIP Universitas Indonesia Aditya Perdana
Direktur Eksekutif Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia Aditya Perdana mengatakan, pemerintah tampak punya keinginan kuat untuk menyelenggarakan pilkada pada Desember 2020. Salah satu sebabnya terkait dengan rumitnya proses penggantian pejabat sementara bupati atau wali kota di banyak daerah oleh Kementerian Dalam Negeri.
Dengan adanya pandemi, kata Aditya, dibutuhkan dana untuk penerapan protokol Covid-19 pada pilkada. Namun, di banyak daerah, realokasi anggaran sudah berjalan dan dana yang ada sudah dialihkan untuk penanganan Covid-19.
Kita memang hanya bisa mendesak agar para pengambil keputusan mengutamakan kesehatan publik.
Menurut Aditya, keinginan pemerintah untuk tetap melaksanakan pilkada pada Desember 2020 terkait erat dengan konsep tatanan baru atau new normal yang sudah beberapa kali digaungkan. Pilkada merupakan bagian dari normal baru tersebut karena di dalamnya terdapat aktivitas ekonomi.
”Kita memang hanya bisa mendesak agar para pengambil keputusan mengutamakan kesehatan publik. Petisi itu ingin membuka mata mereka meskipun tampaknya rapat konsultasi pada besok Rabu itu akan berat karena kalau melihat sinyal dari pemerintah bahwa Pilkada sebagai bagian dari new normal,” kata Aditya.
Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia Tandjung mengatakan, setiap aspirasi dari masyarakat akan didengarkan dan akan menjadi bahan pertimbangan DPR, pemerintah, dan penyelenggara pemilu.
KOMPAS/KURNIA YUNITA RAHAYU
Ketua Komisi II DPR dari Fraksi Partai Golkar Ahmad Doli Kurnia Tandjung
”Itu, kan, aspirasi yang juga perlu kami dengarkan. Sebagai anggota masyarakat yang menyampaikan aspirasi, saya kira, bagus-bagus saja. Dan, itu akan menjadi salah satu pertimbangan kami nanti,” ujar Doli.
Doli menyampaikan, rencananya, rapat antara pemerintah, DPR, dan penyelenggara pemilu akan digelar pada Rabu (27/5/2020). Agenda rapat membahas rancangan Peraturan KPU tentang Tahapan, Program, dan Jadwal Pilkada 2020.
Nanti kita akan mendengarkan situasi terakhir dari pemerintah. Saya kira, pasti pemerintah sudah mempertimbangkan matang-matanglah, langkah-langkah apa yang akan diambil berkaitan dengan itu.
Dalam rapat tersebut, Menteri Dalam Negeri akan memaparkan situasi terkini terkait pandemi Covid-19. Dari informasi yang diterima Doli, Mendagri juga telah mendengar masukan dari Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Menteri Kesehatan, serta sejumlah ahli kesehatan dan ahli epidemiologi.
”Nanti kita akan mendengarkan situasi terakhir dari pemerintah. Saya kira, pasti pemerintah sudah mempertimbangkan matang-matanglah, langkah-langkah apa yang akan diambil berkaitan dengan itu,” ucap Doli.