Draf Revisi RUU MK Harus Diperbaiki untuk Masukkan Konten Penguatan MK
Rancangan revisi UU MK harus diperbaiki dengan menyerap aspirasi publik agar hal-hal yang melemahkan MK dihapus dari draf. Selain itu, MK harus diperkuat lewat aturan seleksi hakim dan perbaikan acara pemeriksaan di MK
Oleh
Dian Dewi Purnamasari
·2 menit baca
Kompas/Wawan H Prabowo
Majelis Hakim Konstitusi menggelar sidang Pengujian Formil Atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK di Mahkamah Konstitusi (MK) Jakarta, Rabu (19/2/2020). Kompas/Wawan H Prabowo
JAKARTA, KOMPAS - Rancangan revisi Undang-Undang tentang Mahkamah Konstitusi dinilai tidak menjawab isu krusial untuk pembenahan MK. Oleh karena itu, draf revisi itu harus diperbaiki untuk memastikan marwah MK terjaga antara lain dengan penguatan proses seleksi hakim konstitusi dan perbaikan hukum acara pemeriksaan.
Hal itu mengemuka dalam diskusi MK dalam Perbandingan: Analisis RUU MK yang berlangsung secara daring, Senin (11/5/2020). Hadir sebagai pembicara mantan hakim MK I Dewa Gede Palguna dan pengajar Hukum Tata Negara Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Iwan Satriawan. Diskusi dimoderatori pengajar Hukum Tata Negara Universitas Padjadjaran Bandung, Lailani.
Adapun draf revisi kedua terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang MK yang beredar di kalangan masyarakat sipil mengatur antara lain mengubah syarat menjadi hakim MK, masa jabatan ketua dan wakil ketua MK, dan menghapus pasal yang mengatur masa jabatan hakim konstitusi selama lima tahun dan dapat dipilih untuk satu kali masa jabatan berikutnya. Hal-hal tersebut dikritik masyarakat sipil (Kompas, 8/4/2020).
I Dewa Gede Palguna menuturkan, revisi UU MK seharusnya membahas substansi perbaikan kewenangan MK, terutama dalam melindungi hak-hak konstitusional warga negara. Caranya dengan merevisi ketentuan hukum acara pemeriksaan yang selama ini hanya diatur di peraturan MK. Padahal, seharusnya hal itu diatur dalam UU.
KOMPAS/KURNIA YUNITA RAHAYU
I Dewa Gede Palguna
”Untuk perkara pembubaran parpol dan impeachment (pemakzulan) presiden misalnya, apakah hukum acaranya cukup dengan peraturan yang ada di MK sekarang? Ini justru tidak dijawab di rancangan revisi UU MK,” kata Palguna.
Seleksi hakim
Tulang punggung pengawalan marwah MK ada di hakim konstitusi. Karena itu, kata Palguna, hakim MK harus memiliki kapasitas dan integritas. Calon hakim MK harus menguasai konstitusi, ketatanegaraan, dan sikap negarawan. Sebelum diseleksi, calon hakim konstitusi harus dilihat kiprah dan pemikirannya.
Palguna juga menilai proses seleksi hakim konstitusi di tiga lembaga, yaitu presiden, DPR, dan Mahkamah Agung, harus distandardisasi. Jangan sampai pemilihan hakim konstitusi dibayangi kepentingan politik dan merugikan MK.
”MK harus memiliki hakim konstitusi yang memiliki kapasitas dan integritas. Dengan demikian, proses seleksi calon hakim konstitusi harus terbuka, transparan, dan diawasi publik,” kata Palguna.
Karena itu, kata Palguna, rancangan revisi UU MK harus diperbaiki dan menyerap aspirasi publik.
Iwan Satriawan menjelaskan, ada tiga hal krusial yang seharusnya diatur di revisi UU MK. Hal itu di antaranya mekanisme penelusuran (tracking) calon hakim konstitusi, mekanisme pengangkatan hakim konstitusi, dan pembatasan perilaku hakim konstitusi, baik saat menjabat maupun setelah pensiun.
kompas/HERU SRI KUMORO
Hakim Mahkamah Konstitusi, Patrialis Akbar, mengenakan rompi tahanan saat keluar dari Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta seusai diperiksa terkait dugaan penerimaan gratifikasi, Jumat (27/1) pukul 00.40 WIB. Kompas/Heru Sri Kumoro
Jika ketiganya dapat diatur dan diimplementasikan, dia yakin para hakim konstitusi dapat dicegah keterlibatannya dalam perkara yang mencoreng nama baik MK.