Melihat potensi korupsi selama pandemi Covid-19, Komisi Pemberantasan Korupsi membentuk tim. Selain itu, keberadaan aparat pengawas internal pemerintah di setiap instansi pemerintahan juga perlu dioptimalkan.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pengadaan alat kesehatan dan dana bantuan sosial sebagai instrumen jaring pengaman sosial paling rentan dikorupsi. Risiko semakin tinggi terutama di 270 daerah yang akan menggelar Pemilihan Kepala Daerah 2020. Melihat situasi ini, Komisi Pemberantasan Korupsi membentuk tim untuk mencegah korupsi terjadi. Selain itu, keberadaan aparat pengawas internal pemerintah perlu dioptimalkan.
Hal tersebut mencuat di dalam diskusi virtual ”Cegah Korupsi di Tengah Pandemi” yang digelar Forum Rekat Anak Bangsa, Sabtu (9/5/2020). Dalam diskusi, hadir sejumlah narasumber, seperti Deputi Pencegahan Komisi Pemberantasan Korupsi Pahala Nainggolan, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, dan Wali Kota Bogor Bima Arya.
Pahala Nainggolan mengatakan, pengadaan alat kesehatan (alkes) harus diwaspadai oleh kepala daerah. Sebab, pengadaan barang dan jasa merupakan kasus yang paling sering dijadikan celah korupsi.
”Kalau sektor kesehatan pasti menyasar ke sektor pengadaan. Nah, di sektor ini paling banyak terdapat beberapa masalah yang timbul atau yang berisiko dikorupsi paling tinggi,” ujar Pahala.
Atas dasar itu, KPK menerbitkan Surat Edaran Nomor 8 Tahun 2020 tentang Penggunaan Anggaran Pelaksanaan Barang/Jasa dalam rangka Percepatan Penanganan Covid-19. Aturan tersebut memuat delapan rambu-rambu terkait pengadaan barang dan jasa saat pandemi Covid-19.
Menurut Pahala, apabila kepala daerah menjalankan pengadaan sesuai dengan rambu-rambu yang dibuat KPK, mereka dipastikan akan aman dari praktik korupsi.
Pahala juga mengingatkan kepala daerah agar mewaspadai penyalahgunaan dana bantuan sosial sebagai instrumen jaring pengaman sosial. Sebaiknya, pemberian bantuan sosial disesuaikan dengan data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS). Tak hanya itu, penggunaan DTKS juga harus disesuaikan dengan keadaan di lapangan agar tepat sasaran.
”Kalau merujuk pada DTKS, yang pertama, dijamin tidak akan salah. Tidak akan salah dalam arti tidak akan pidana,” kata Pahala.
Pahala menyampaikan bahwa KPK telah membentuk dua kelompok kerja pencegahan korupsi. Kelompok pertama yang terdiri dari lima tim guna mengawal anggaran Rp 405,1 triliun yang digelontorkan pemerintah pusat untuk mengatasi Covid-19.
Sementara itu, kelompok kedua yang berisi lima tim akan fokus soal realokasi anggaran pemerintah daerah. Kelompok kerja itu akan bekerja sama dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) serta Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
Berdasarkan data Kemendagri, hingga Sabtu (2/5/2020), seluruh pemerintah daerah atau 457 kabupaten/kota telah melaporkan realokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk penanganan Covid-19. Total anggaran yang direalokasi Rp 63,88 triliun. Di luar pemerintah kabupaten/kota, kementerian/lembaga dan pemerintah provinsi juga merealokasi anggarannya untuk penanganan Covid-19.
”Total penanganan pandemi ini hampir Rp 500 triliun. Itu tak pernah terjadi realokasi sebesar itu. Oleh karena itu, kami all out di pencegahan agar kepala daerah juga nyaman bekerja,” ucap Pahala.
Apalagi, kata Pahala, di tengah pandemi ini, Pilkada 2020 akan digelar. Risiko penyelewengan pengadaan alat kesehatan dan bantuan sosial pun menjadi tinggi.
”Dua hal itu berisiko tinggi, terutama di 270 daerah yang akan mengadakan pilkada. Karena itu juga, paling tidak kami ada video conference seminggu sekali dengan mereka biar merasa sedang dipantau,” kata Pahala.
Pengawasan internal
Ganjar Pranowo menyadari, momen pandemi merupakan kesempatan besar bagi siapa pun pemegang kebijakan dan anggaran untuk melakukan praktik korupsi. Sebab, pemegang kebijakan seperti kepala daerah diberikan keleluasaan untuk membelanjakan barang dan jasa di luar harga pasaran.
Untuk menghindari praktik korupsi tersebut, Ganjar memerintahkan inspektorat daerah atau aparat pengawas internal pemerintah (APIP) untuk meminta seluruh laporan realokasi anggaran yang dilakukan jajaran Pemerintah Provinsi Jawa Tengah.
”Lalu, inspektorat lapor ke saya secara langsung, apa yang dikerjakan, bagaimana cara belanja. Apalagi kita bicara politik kuratif. Politik kuratifnya apa? Di kesehatan. Kesehatan butuh alat banyak banget dan biasanya di alkes ini korupsinya juga banyak. Wong, kondisi normal saja banyak, kok,” paparnya.
Menurut Ganjar, peran APIP sangat krusial di tengah pandemi ini. Dengan kehadiran APIP, kesalahan administrasi yang terjadi di organisasi perangkat daerah (OPD) dapat diperbaiki sehingga tak jatuh ke ranah pidana.
”Peran APIP dioptimalkan untuk pendampingan dan asistensi ke seluruh OPD,” tutur Ganjar.
Bima Arya pun sepakat peran APIP harus dioptimalkan agar praktik korupsi tak terjadi. Selain itu, ruang pengawasan publik juga harus terbuka lebar. Bima Arya menyebut, Pemerintah Kota Bogor telah merealokasi APBD hingga Rp 144 miliar. Itu dikumpulkan guna pengadaan alat kesehatan, jaring pengaman sosial, serta pemulihan ekonomi.
"Situasi saat ini memang tak mudah dan celah-celah (korupsi) selalu ada. Pengawasan seluruh pihak menjadi penting,” katanya.