Berkas Lima Tersangka Jiwasraya Dilimpahkan ke Jaksa Penuntut Umum
Pertengahan Mei, masa penahanan sebagian tersangka kasus dugaan korupsi Jiwasraya akan berakhir. Tim penyidik Kejaksaan Agung bekerja simultan melimpahkan berkas sekaligus memeriksa saksi untuk melengkapi berkas.
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Berkas perkara lima tersangka kasus dugaan korupsi Asuransi Jiwasraya kini tengah diperiksa jaksa penuntut umum. Pada saat yang sama, tim penyidik Kejaksaan Agung masih terus memeriksa saksi-saksi, termasuk dari Otoritas Jasa Keuangan.
Pelimpahan berkas untuk sebagian tersangka serta pemeriksaan saksi untuk melengkapi berkas perkara pokok dugaan pidana korupsi dan dugaan tindak pidana pencucian uang dilakukan bersamaan di tengah makin dekatnya akhir masa penahanan sebagian tersangka.
”Lima berkas sudah dilimpahkan tahap pertama ke jaksa penuntut umum, masih dalam penelitian. Satu berkas lainnya masih dilengkapi penyidikannya,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Hari Setiyono di Jakarta, Senin (4/5/2020).
Pada Maret lalu, tim penyidik telah menyerahkan tiga berkas penyidikan kepada jaksa penuntut umum. Namun, berkas penyidikan tersebut dikembalikan karena setelah diteliti dinilai belum lengkap. Namun, Hari tidak menyebutkan lima tersangka yang berkasnya sudah dilimpahkan ke jaksa penuntut umum untuk tahap pertama.
Meskipun demikian, secara kronologis, terdapat lima tersangka yang ditahan pertama kali oleh tim penyidik Kejaksaan Agung mulai 14 Januari 2020. Mereka adalah Presiden Komisaris PT Trada Alam Minera Tbk Heru Hidayat, Komisaris Utama PT Hanson Internasional Tbk Benny Tjokrosaputro, mantan Direktur Utama Jiwasraya Hendrisman Rahim, mantan Direktur Keuangan Jiwasraya Hary Prasetyo, dan mantan Kepala Divisi Investasi Jiwasraya Syahmirwan.
Sementara itu, Direktur PT Maxima Integra Joko Hartono Tirto menjadi tersangka keenam pada 6 Februari 2020. Dia juga ditahan oleh penyidik Kejagung setelah penetapan statusnya sebagai tersangka.
Di tingkat penyidikan, sebagaimana diatur dalam KUHAP, penahanan terhadap tersangka dilakukan selama 20 hari dan dapat diperpanjang 40 hari.
Secara terpisah, Joko Sutrasto, anggota tim kuasa hukum Heru Hidayat, ketika dikonfirmasi, mengatakan, sampai saat ini kliennya masih ditahan tim penyidik Kejagung. Namun, masa penahanan untuk proses penyidikan tersebut akan berakhir pada 12 Mei.
Hari Setiyono mengatakan, sampai saat ini tim penyidik masih terus melengkapi berkas penyidikan tidak hanya untuk kasus dugaan tindak pidana korupsi, tetapi juga kasus dugaan tindak pidana pencucian uang. Terdapat dua tersangka untuk kasus tindak pidana pencucian uang, yakni Benny dan Heru.
Untuk kasus tindak pidana pencucian uang, tim penyidik masih memeriksa saksi-saksi. Para saksi tersebut diperiksa antara lain terkait dengan barang bukti tanah milik tersangka ataupun keterkaitan antara alat bukti dengan transaksi keuangan dan aliran dana di perusahaan manajemen investasi.
Selain itu, tim penyidik juga memeriksa saksi dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Para saksi itu utamanya berasal dari Departemen Pengawasan Transaksi Efek OJK pada periode 2015-2016. Keterangan dari saksi akan digunakan untuk pembuktian berkas perkara tindak pidana pidana pencucian uang ataupun berkas perkara pokoknya, yaitu dugaan tindak pidana korupsi.
Secara terpisah, anggota Komite Nasional Kebijakan Governance yang juga pengamat asuransi, Hotbonar Sinaga, mengatakan, sejalan dengan penanganan kasus Asuransi Jiwasraya, perlu dilakukan pembenahan pula pada sistem pengawasan. Pengawasan itu tidak hanya dari OJK, tetapi juga pemerintah, yakni Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
”OJK sudah melakukan fungsinya dengan baik. Hanya pengawasannya harus diperdalam atau mesti lebih detail. Namun, dengan adanya kasus Jiwasraya, saat ini sudah banyak dilakukan perbaikan sehingga diharapkan tidak ada lagi celah,” kata Hotbonar.
Menurut dia, selain dugaan terjadinya pidana, di Asuransi Jiwasraya tampak terjadi pula persoalan tata kelola perusahaan. Pada 2013, sebagai perusahaan asuransi jiwa dengan aset kedua terbesar di Indonesia, posisi direktur investasi dirangkap direktur keuangan. Sementara posisi direktur risiko dan kepatuhan justru tidak ada.
Hal itu, kata Hotbonar, mencerminkan tata kelola yang tak hati-hati. Namun, pemerintah atau kementerian BUMN saat itu juga tak mengingatkan atau sebaliknya membiarkan. Karena itu, Hotbonar berharap agar setelah kasus ini, pengawasan perlu ditingkatkan tidak hanya oleh OJK, tetapi juga pemerintah.
Sementara itu, Senin (4/2/2020), Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin melantik Setia Untung Arimuladi sebagai Wakil Jaksa Agung. Selain itu, dilantik pula Tony Tribagus Spontana sebagai Kepala Badan Pendidikan dan Pelatihan Kejagung dan Fadil Zumhana sebagai Staf Ahli Jaksa Agung Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara.
Dalam sambutannya, Burhanuddin mengatakan, penentuan para pejabat teras di Kejagung didasarkan pada pertimbangan matang, terukur, dan obyektif. Mereka mesti berprestasi, berdedikasi, loyal, dan berintegritas.