Mantan Pimpinan KPK: Fokus Perbaiki Kinerja Penindakan dan Sistem Nilai
KPK diharapkan bisa fokus untuk membenahi kinerja penindakan agar kepercayaan publik bisa membaik. Terkait evaluasi terhadap kinerja KPK, Ketua KPK Firli Bahuri meyakini lembaga antikorupsi itu pun sudah punya solusi.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Mantan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi mendorong agar pimpinan KPK periode 2019-2023 segera fokus terhadap penindakan lembaga itu. KPK diharapkan memperkuat sistem nilai di lembaga itu sehingga kinerja penindakan semakin baik dan kepercayaan publik kepada KPK bisa dijaga.
Kinerja KPK selama tiga bulan telah dievaluasi oleh Dewan Pengawas (Dewas). Dari evaluasi itu, ada 18 permasalahan yang mayoritas dari Kedeputian Penindakan. Evaluasi tiga bulan pertama tersebut dilakukan antara Dewas bersama dan pimpinan serta pejabat struktural KPK di Jakarta pada Senin (27/4/2020).
Wakil Ketua KPK periode 2015-2019 Laode M Syarif saat dihubungi, Rabu (29/4/2020), berharap KPK fokus pada perbaikan kinerja penindakan. Hal ini perlu dilakukan agar masyarakat masih merasa memiliki KPK RI yang dihormati dan disenangi oleh masyarakat.
Secara terpisah, Wakil Ketua KPK periode 2015-2019 Saut Situmorang mengatakan, korupsi sudah ada sejak zaman dahulu. Sejak ada korupsi, manusia berupaya menindak dan mencegahnya melalui strategi, struktur, sistem, serta sumber daya manusia yang dimiliki.
”Mereka yang turun membantu mencegah dan menindak (korupsi) datang dari berbagai latar belakang. Visi misinya mungkin sama. Yang membedakan hanya satu, yaitu value (sistem nilai). Selama sistem nilai itu masih bermasalah, maka yang ada justifikasi,” kata Saut.
Saut mengungkapkan, tidak ada yang baru dalam penindakan dan pencegahan korupsi karena yang ada hanya inovasi. Karena itu, yang harus segera diperbaiki oleh KPK saat ini yaitu sistem nilai.
Salah satu sistem nilai tersebut menyangkut cara berpikir memajang tersangka dalam konferensi pers seperti yang dilakukan KPK pada Senin (27/4/2020). Saat itu, KPK memajang dua tersangka baru dalam kasus korupsi yang melibatkan Bupati non-aktif Muara Enim Ahmad Yani.
Saut mempertanyakan tujuan dan nilai dari pemajangan tersangka tersebut. KPK seharusnya menjelaskan kepada publik apa yang mereka lakukan. Menurut Saut, apa yang dilakukan oleh KPK menyangkut transparansi.
Kepercayaan menurun
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana, mengatakan, publik selalu menaruh harapan yang besar kepada KPK sebagai institusi pemberantasan korupsi. Namun, kepercayaan publik saat ini sedang menurun.
Hal tersebut terjadi karena berbagai kontroversial yang ada di KPK semasa KPK periode 2019-2023 yang dipimpin Ketua KPK Firli Bahuri. Contoh yang paling jelas, menurut dia, adalah ketika KPK gagal meringkus dua buronan, yakni bekas caleg DPR RI dari PDI-P, Harun Masiku, dan bekas Sekretaris Mahkamah Agung, Nurhadi.
Ketua KPK Firli Bahuri mengakui adanya permasalahan di KPK saat ini. Menurut dia, selain menemukan permasalahan, dalam rapat evaluasi pimpinan KPK dan Dewas KPK tersebut juga ditemukan solusinya sebagai upaya untuk perbaikan. Tujuannya agar pemberantasan korupsi sebagai pencegahan dan penindakan dapat berjalan secara efektif.
”Kami sungguh memahami bahwa setiap lembaga pasti ada permasalahan. Tidak hanya menemukan permasalahan, tetapi juga menemukan solusi yang menjadi bagian penting dari pertemuan ini. Kesempurnaan manajerial kuncinya memang di evaluasi dan pengawasan bersama,” kata Firli.
Terkait dengan pemajangan tersangka saat konferensi pers, Firli menjelaskan, perubahan teknis tersebut dilakukan untuk menjaga marwah penegakan hukum dalam hal pemberantasan korupsi oleh KPK. Hal tersebut untuk membuat rekayasa sosial kepada warga negara Indonesia, bahwa pelaku kejahatan luar biasa yang mencuri uang rakyat telah ditemukan.
Selain itu, pemajangan tersangka tersebut dilakukan untuk membuat efek jera agar praktik korupsi tidak ditiru. Artinya tidak akan ada pembedaan perlakuan terhadap tersangka korupsi dengan tersangka kejahatan lain pada umumnya. Dengan begitu hadir prinsip equality before the law atau semua orang mempunyai kedudukan yang sama di depan hukum.