Serap Kritik Bupati Bolaang Mongondow Timur, Buka Ruang Diskresi untuk Pemda
Pemerintah pusat diharapkan memperbaiki penanganan Covid-19 menyusul kritik Bupati Bolaang Mongondow Timur Sehan Salim Landjar yang terekam video dan viral. Salah satunya, buka ruang diskresi untuk pemda.
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar/Dian Dewi Purnamasari/KRISTIAN OKA PRASETYADI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah pusat diharapkan memperbaiki penanganan pandemi Covid-19 menyusul kritik Bupati Bolaang Mongondow Timur, Sulawesi Utara, Sehan Salim Landjar, yang terekam video dan viral di media sosial.
Kebijakan dari pusat harus seragam agar tidak membingungkan daerah. Pusat pun hendaknya membuka ruang diskresi bagi pemerintah daerah agar masyarakat yang membutuhkan bantuan bisa segera dibantu.
Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Robert Endi Jaweng saat dihubungi, Senin (27/4/2020), mengingatkan, dalam menangani situasi darurat, seperti pandemi Covid-19, pemerintah pusat mesti satu suara dalam mengeluarkan kebijakan.
Kebijakan berbeda-beda yang dikeluarkan kementerian/lembaga di pusat bisa membingungkan pemda dan dampaknya justru bisa memperlambat penanganan pandemi.
Maka, ia mengusulkan, ketika kementerian atau lembaga di pusat hendak mengeluarkan sebuah kebijakan, ada lembaga yang mengeceknya terlebih dahulu dengan aturan lain yang sudah diterbitkan pemerintah. Peran ini bisa saja diambil oleh Sekretariat Kabinet.
Masalah lain yang terlihat dalam kritik Bupati Sehan, menurut Robert, adalah birokrasi dan sentralisasi. ”Ada kemarahan dari daerah karena penyakit birokratisasi dan sentralisasi. Padahal, dengan situasi yang genting dan berubah cepat, birokrasi normal tidak bisa diterapkan,” ujarnya.
Untuk itu, Presiden Joko Widodo hendaknya memberi ruang diskresi bagi kepala daerah agar dapat mengambil keputusan segera sesuai kondisi riil di daerahnya. Sebab, mereka lebih tahu kondisi daerahnya dan lebih paham solusi untuk mengatasi setiap persoalan yang muncul.
Dalam video yang tersebar luas melalui media sosial, Bupati Sehan marah ke sejumlah menteri karena aturan bantuan sosial yang berbenturan satu sama lain. ”Kami bingung dengan aturan di pusat yang berbeda-beda. Akhirnya, bantuan lamban diterima, padahal rakyat kami di sini kelaparan,” ujarnya.
Kepala Biro Pemerintahan Sulawesi Utara Jemmy mengatakan, pemda menghadapi tekanan besar dalam menangani Covid-19. Di tengah keterbatasan dana di daerah, bantuan dari pusat tidak dapat langsung dicairkan karena aturan yang belum jelas, misalnya alokasi dana desa.
Awalnya, Surat Edaran Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 8 Tahun 2020 melarang dana desa digunakan untuk pembelian sembako, tetapi harus dibelanjakan untuk proyek Padat Karya Tunai Desa. Belakangan, surat edaran Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian memperbolehkan dana desa dibelikan sembako. Pada saat yang sama muncul program Bantuan Langsung Tunai (BLT) dari Kementerian Sosial yang melarang penerimanya menerima bantuan sembako dari pemerintah daerah.
”Ini yang membingungkan dan membuat wali kota dan bupati frustrasi, seperti Bupati Boltim (Bolaang Mongondow Timur),” kata Jemmy.
Sementara itu, Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri M Ardian Noervianto belum bisa menjawab kritik yang dilayangkan Bupati Sehan. Namun, jika memang ada pertanyaan seputar bantuan sosial, ia menganjurkan agar pemda menanyakannya ke Kementerian Sosial. ”Prinsipnya, bantuan sosial dari APBD melengkapi bantuan dari pusat,” ujarnya.