Hoaks muncul dan meluas akibat minimnya informasi dari otoritas. Selain itu, keterangan pejabat yang bertabrakan.
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kabar bohong seputar Covid-19 masih banyak beredar, terutama melalui media sosial. Kabar bohong kerap mengarahkan publik pada tindakan yang justru bisa membahayakan kesehatan. Oleh karena itu, pemerintah didorong lebih aktif memberikan informasi. Minimnya informasi membuat hoaks bermunculan dan cepat menyebar.
Berdasarkan data Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), Selasa (21/4/2020), sepanjang 23 Januari hingga 21 April 2020, terdapat 568 kabar bohong terkait Covid-19. Hoaks itu tersebar di berbagai platform media sosial dengan total 1.260 kasus sebaran kabar bohong. Kabar bohong tersebar paling banyak di Facebook (885), Twitter (356), Instagram (11 buah), dan Youtube (8 buah). Dari jumlah tersebut, sebanyak 908 kasus ditindaklanjuti dengan penghapusan dan 352 lainnya masih dalam proses penghapusan.
Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kemenkominfo Semuel Abrijani Pangerapan mengatakan, pihaknya terus memantau kabar bohong yang beredar di masyarakat. Selain langkah penghapusan, pihaknya juga mengklaim sudah giat meluruskan misinformasi.
”Pemerintah membuat beberapa kanal informasi di internet terkait Covid-19 sehingga masyarakat dapat langsung mengaksesnya,” kata Semuel.
Data jumlah hoaks soal Covid-19 yang beredar di masyarakat dan ditemukan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika.
Adapun kabar bohong yang disinyalir dibuat dengan sengaja dan untuk maksud tertentu, pihaknya telah mengadukannya kepada pihak kepolisian.
Ia tak menampik hingga kini kabar bohong masih banyak. Namun, jumlahnya tak lagi banyak seperti pada awal pandemi Covid-19. Selain kabar bohong, yang patut diwaspadai masyarakat adalah penipuan untuk tujuan mencari keuntungan atau melalui aplikasi guna mengambil data pribadi.
Semuel meminta masyarakat agar hati-hati jika mendapat informasi yang disertai tautan karena bisa jadi terdapat program berbahaya (malware) di dalamnya.
Penindakan
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Kepolisian Negara Republik Indonesia Brigadir Jenderal (Pol) Raden Prabowo Argo Yuwono mengatakan, hingga kini, kepolisian telah menangani 96 kasus kabar bohong. Dari pengakuan para tersangka, mereka menyebarkan kabar bohong dengan alasan bercanda, tetapi ada pula yang dipicu oleh ketidakpuasan terhadap pemerintah.
Argo mengatakan, pihaknya akan terus menindak para penyebar kabar bohong. Namun, ia juga mengingatkan bahwa pencegahan penyebaran kabar bohong tak bisa hanya bertumpu pada kepolisian. ”Masyarakat mesti diedukasi agar dapat memanfaatkan media sosial untuk tujuan yang membangun. Harus dicegah oleh semua,” katanya.
Presidium Komunitas Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) Anita Wahid melihat banyak kabar bohong seputar Covid-19 masih beredar di masyarakat saat ini.
Berdasarkan temuan Mafindo dari Januari hingga Maret 2020, ada 287 kabar bohong terkait Covid-19. ”Ini pertama kalinya kami mencatat kabar bohong nonpolitik itu unggul. Biasanya terkait politik,” tambahnya.
Dari kabar bohong soal Covid-19 itu, banyak yang lantas dikaitkan dengan isu lainnya, seperti isu politik, suku, agama, ras, dan antargolongan. Akibatnya, berdampak lebih luas.
”Yang paling signifikan dari ketidakpastian kondisi dan situasi saat ini adalah minimnya informasi yang dikeluarkan otoritas, sementara pejabat mengeluarkan informasi yang kadang saling bertabrakan. Hal itu memicu pemikiran-pemikiran liar di publik,” katanya.
Oleh karena itu, pemerintah didorongnya lebih aktif memberikan informasi, termasuk di dalamnya memverifikasi kabar bohong yang beredar di masyarakat. Berdasarkan pantauan Mafindo, dari 287 kabar bohong yang ditemukan Mafindo, yang diklarifikasi otoritas yang bersangkutan hanya sekitar 17 persen. Kemudian sekitar 8 persen diklarifikasi lembaga lain. Sisanya diverifikasi tim cek fakta dari organisasi masyarakat sipil dan media massa.
Polisi menunjukkan barang bukti pengungkapan penyebaran hoaks terkait Covid-19, Senin (30/3/2020), di Markas Polda Metro Jaya, Jakarta.
Membahayakan kesehatan
Pengajar Ilmu Komunikasi Universitas Multimedia Nusantara dan Aktivis Koalisi Nasional Reformasi Penyiaran, Muhamad Heychael, mengatakan, kabar bohong yang paling berbahaya saat ini adalah kabar bohong terkait kesehatan dan yang dikaitkan dengan teori konspirasi. Kabar bohong seperti itu akan mengarahkan publik kepada tindakan yang salah, bahkan bisa membahayakan kesehatan publik.
Sebagai contoh, kabar bohong yang menyebutkan Covid-19 sama dengan penyakit AIDS. Kemudian kabar bohong yang menjelaskan orang yang tidak pernah ke luar negeri tidak akan terinfeksi Covid-19. ”Info yang beredar di berbagai grup Whatsapp sudah sangat mengkhawatirkan. Kabar bohong semacam ini sudah berbahaya bagi kesehatan publik,” katanya.
Dalam situasi banyaknya kabar bohong yang beredar, Heychael mendorong pemerintah memperbaiki pola komunikasi publiknya. Selain itu, edukasi kepada masyarakat juga harus lebih intens dilakukan.
Bersamaan dengan itu, penting untuk menjaga perekonomian masyarakat di tengah tekanan akibat pandemi. Dengan demikian, diharapkan daya tarik kabar bohong tak lagi kuat.