Penghapusan KASN di RUU ASN Merusak Kualitas Birokrasi
Komisi Aparatur Sipil Negara dinilai hanya menggemukkan alur birokrasi dalam pengawasan ASN. Akibatnya, terjadi saling lempar kewenangan antara KASN dan Kemenpan RB. DPR pun usulkan dilikuidasi. Benarkah seperti itu?
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Aparatur Sipil Negara diusulkan untuk dihapus di revisi Undang-Undang ASN. Penghapusan tersebut diklaim agar terjadi efektivitas birokrasi dalam upaya pengawasan ASN. Sementara itu, KASN menilai, pembubaran instansinya berpotensi merusak sistem merit yang selama ini sudah terbangun.
Wakil Ketua Badan Legislasi DPR Achmad Baidowi saat dihubungi di Jakarta, Kamis (9/4/2020), mengatakan, keberadaan KASN selama ini hanya mempergemuk alur birokrasi dalam pengawasan ASN. Akibatnya, malah terjadi saling lempar kewenangan antara KASN dan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB).
Oleh karena itu, lanjut Baidowi, berdasarkan pengawasan DPR selama ini, KASN lebih baik dihapuskan dari UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN.
”Semangatnya adalah miskin struktur, tetapi kaya fungsi. Bukan malah kaya struktur tetapi miskin fungsi. Ya, sudah daripada saling lempar kewenangan, satu pintu sajalah, daripada buang-buang anggaran juga,” ujar Baidowi.
Sebelumnya dalam rapat pleno Baleg pada Rabu (19/2), Baleg DPR memutuskan RUU hasil harmonisasi revisi UU ASN yang disetujui menjadi usul inisiatif Dewan. Tahapan selanjutnya, pimpinan DPR akan berkirim surat kepada Presiden dan mengirim kan draf DPR.
”Semangatnya adalah miskin struktur, tetapi kaya fungsi. Bukan malah, kaya struktur tetapi miskin fungsi. Ya sudah daripada saling lempar kewenangan, satu pintu sajalah, daripada buang-buang anggaran juga.”
Baidowi menyampaikan, berangkat dari pengawasan DPR, fungsi KASN tak ada hubungannya dengan peningkatan kualitas kerja dan peningkatan disiplin ASN. Lagi pula, menurut dia, rekomendasi yang selama ini disampaikan oleh KASN tidak memiliki argumentasi yang kuat.
Oleh karena itu, lanjut Baidowi, lebih baik fungsi pengawasan diambil alih sepenuhnya oleh Kemenpan RB.
”Kami khawatirkan (KASN) hanya akan menjadi alat politik oleh kelompok tertentu. Intinya, pokok pembinaan ASN ada di Kemenpan RB. Itu yang kami kembalikan fungsinya. Kalau ada persoalan tentang ASN, ya, merujuk ke Kemenpan RB, baik disiplin, penghargaan, maupun sanksi,” ucap Baidowi.
Baidowi juga tak sepakat penambahan kewenangan kepada KASN sehingga kelak bisa mengeluarkan rekomendasi hingga pemecatan ASN. Apabila itu terjadi, akan terjadi tabrakan kewenangan antara KASN dan Kemenpan RB.
”Dia minta kewenangannya diperkuat, lho, kalau kewenangannya diperkuat nanti gimana dengan Kemenpan RB, bisa jadi Kemenpan RB dibunuh sama KASN. Tak baik menjadi matahari kembar dalam bidang ASN. Pada saat yang menggaji itu Kementerian Keuangan melalui Kemenpan RB, tetapi yang punya kewenangan menindak, memecat, justru instansi lain. Kan, ini kacau,” tutur Baidowi.
Merusak sistem merit
Sementara itu, Ketua KASN Agus Pramusinto tak sepakat apabila KASN disebut memiliki tupoksi yang sama dengan Kemenpan RB. Menurut dia, semua instansi yang bergerak di bidang ASN memiliki tugas dan fungsinya masing-masing.
Kemenpan RB memiliki tugas dalam membuat kebijakan, sementara KASN dalam mengawasi ASN. Sementara itu, Lembaga Administrasi Negara (LAN) bertugas membuat pendidikan dan pelatihan bagi ASN, sedangkan BKN bertugas dalam hal administrasi kepegawaian.
”Kemenpan RB sendiri bebannya berat kalau harus mengawasi,” ujar Agus menambahkan.
Menurut Agus, penghapusan KASN tidak tepat di tengah sistem politik yang multipartai sekarang ini. Sebab, sistem politik tersebut membutuhkan lembaga nonstruktural independen, seperti KASN, yang mampu mengontrol pejabat pembina kepagawaian (PPK) di semua instansi, baik kementerian, lembaga, maupun pemerintah daerah. Dengan begitu, proses perekrutan, mutasi, dan promosi pegawai dapat berjalan sesuai sistem merit.
”Sistem merit itu yang betul-betul bisa kami awasi. Pembentukan KASN ini, kan, perlawanan dari PPK agar mereka enggak bisa milih orang seenaknya dan mereka enggak bisa juga bawa tim suksesnya,” kata Agus.
Seharusnya, menurut Agus, revisi UU ASN memperkuat kewenangan KASN sehingga bisa sampai tahap pemberian sanksi, bukan malah menghapusnya. Seperti diketahui, selama ini KASN hanya bisa memberikan rekomendasi sanksi kepada PPK. Rekomendasi pun kerap diabaikan sehingga berhenti di tengah jalan.
Namun, di tengah kelemahan itu, KASN telah menandatangani kesepakatan dengan BKN dan LAN. Apabila rekomendasi KASN tak dijalankan PPK, ASN yang ditunjuk oleh PPK tanpa prosedur tak bisa naik pangkat. Kemudian, ASN tersebut jua akan ditolak oleh LAN untuk mengikuti diklat.
KASN ke depan juga berencana membuat kesepakatan dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Apabila ada pelanggaran sistem merit oleh PPK di suatu daerah, itu akan ada semacam temuan yang bisa mengganggu status laporan keuangan daerah tersebut.
”Itu sedang kami bahas dan hanya itu yang bisa kami lakukan di tengah lemahnya kewenangan kami di UU ASN yang ada sekarang. Sebab, kalau memperkuat yang lain harus lewat UU,” kata Agus.
Namun, Agus mempersilakan apabila DPR ingin merevisi UU ASN dengan substansi penghapusan KASN. Namun, dia mengingatkan bahwa rencana tersebut bisa merusak sistem merit yang telah dibangun selama ini.
”Revisi boleh saja, tetapi kami berharap justru penguatan KASN agar jangan sampai yang sudah kami bangun selama ini dengan sistem merit dihancurkan. Sebab, roh dari sistem merit, salah satunya, adalah keberadaan KASN,” tutur Agus.
Di tengah tahapan Pemilihan Kepala Daerah 2020 ini, KASN bahkan telah melihat adanya mobilisasi ASN. Dari catatan KASN hingga 7 April, ada 119 rekomendasi dari Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) terkait pelanggaran netralitas ASN. Jenis pelanggaran, salah satunya, ASN ikut deklarasi calon kepala daerah.
”Kalau enggak diawasi KASN, ASN dan PPK bisa seenaknya,” ucap Agus.
Harus diperkuat
Guru Besar dan Dekan Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia Eko Prasojo menilai, kehadiran KASN sangat krusial dalam proses pengangkatan jabatan seorang ASN. Oleh karena itu, menurut dia, penghapusan KASN malah justru akan memperburuk sistem merit yang selama ini sudah terbangun.
”Yang tidak suka dengan KASN karena mau mengangkat pejabat semaunya saja. KASN itu bertugas mengawasi pengangkatan jabatan sehingga profesionalitas ASN terjamin, tidak seenaknya saja. Pembubaran KASN akan memperburuk kualitas birokrasi,” ujar Eko.
Eko tidak sependapat kehadiran KASN malah memperumit alur birokrasi dalam pengawasan ASN. Malah, kehadiran KASN sangat membantu kerja Kemenpan RB.
”Yang tidak suka dengan KASN karena mau mengangkat pejabat semaunya saja. KASN itu bertugas mengawasi pengangkatan jabatan sehingga profesionalitas ASN terjamin, tidak seenaknya saja. Pembubaran KASN akan memperburuk kualitas birokrasi"
”Kemenpan RB tidak mengawasi, tetapi membuat kebijakan. Menpan mengoordinasikan semua. Tidak ada masalah dengan Kemenpan RB. Bahkan, Kemenpan RB sangat terbantu,” ucapnya.
Eko menambahkan, apabila ada kekurangan dari kerja KASN, seharusnya kewenangannya diperkuat, bukan malah dibubarkan. Misalnya, KASN memiliki kewenangan pembatalan pengangkatan jabatan dan mengikat.
”Kalau ada yang tidak sempurna dalam implementasinya, ya, harus diperbaiki, bukan dibubarkan. Diperkuat saja kewenangannya,” kata Eko.