KPK: Tidak Perlu Ragu Manfaatkan Dana Bencana Covid-19
Komisi Pemberantasan Korupsi menekankan pemerintah daerah tidak perlu ragu dalam pengadaan barang dan jasa terkait Covid-19 sepanjang tidak ada unsur korupsi. KPK akan mengawal pengadaan barang dan jasa itu.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemberantasan Korupsi meminta kepada pengguna anggaran menggunakan dana penanganan Covid-19 dengan sebaik-baiknya. KPK tetap akan akan mengawal pelaksanaan pengadaan barang/jasa agar tidak dikorupsi.
Sepanjang unsur-unsur pidana korupsi tidak terjadi, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengingatkan agar proses pengadaan barang dan jasa (PBJ) dapat dilaksanakan tanpa keraguan.
Ketua KPK Firli Bahuri di Jakarta, Rabu (8/4/2020), mengatakan, pengadaan barang dan jasa terkait kebutuhan bencana merupakan tanggung tanggung jawab pengguna anggaran (PA). Meskipun demikian, PA tidak perlu takut secara berlebihan sehingga menghambat penanganan bencana.
”Laksanakan pengadaan barang sesuai dengan ketentuan dan pendampingan oleh Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP). Dalam kondisi darurat, pengadaan barang dan jasa boleh dengan cara swakelola,” kata Firli dalam rapat koordinasi melalui telekonferensi kepada seluruh sekretaris daerah dan bupati/wali kota.
Arahan tersebut disampaikan Firli dalam rangka menjamin akuntabilitas pelaksanaan anggaran dan pengadaan barang/jasa di daerah. Sebelumnya, KPK sudah mengeluarkan Surat Edaran KPK Nomor 08 Tahun 2020 tentang Penggunaan Anggaran Pelaksanaan PBJ dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19 terkait dengan Pencegahan Tindak Pidana Korupsi.
KPK menyadari bahwa di tengah situasi darurat, harga barang/jasa terkait penanganan Covid-19 mengalami kenaikan signifikan karena permintaan yang meningkat dan produsen yang terbatas. Hal ini menyebabkan kondisi pasar tidak normal, maka diharapkan pelaksanaan anggaran dan PBJ dapat juga dilakukan dengan mengedepankan harga terbaik (value for money).
”PBJ dalam kondisi darurat cukup menekankan pada prinsip efektif, transparan, dan akuntabel. Misalnya, dengan cara mendokumentasikan dan membuka setiap tahapan pengadaan dalam rangka mencari harga terbaik tersebut,” kata Firli.
Sesuai Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, Firli menekankan pentingnya pemenuhan nilai manfaat yang sebesar-besarnya dan tidak selalu dengan harga terendah. Karena itu, pelaksanaan pembelanjaan anggaran pemerintah harus memberikan nilai tambah bagi pemenuhan kebutuhan.
PBJ dalam kondisi darurat cukup menekankan pada prinsip efektif, transparan, dan akuntabel. Misalnya, dengan cara mendokumentasikan dan membuka setiap tahapan pengadaan dalam rangka mencari harga terbaik.
Firli menegaskan, KPK berkomitmen mengawal anggaran dan PBJ dalam rangka penanganan Covid-19. Pengawalan yang dilakukan KPK di antaranya adalah dengan membentuk tim khusus yang bekerja bersama Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 di tingkat pusat dan daerah serta dengan pemangku kepentingan lain.
Tim itu juga akan memantau serta mengevaluasi alokasi dan penggunaan anggaran penanganan Covid-19 agar bebas korupsi. ”Sepanjang unsur-unsur pidana korupsi tidak terjadi, proses PBJ tetap dapat dilaksanakan tanpa keraguan,” kata Firli.
Peneliti Transparency International Indonesia, Agus Sarwono, mengingatkan adanya kerawanan dalam penggunaan dana bencana yang mudah dikorupsi. Salah satu bentuk dari korupsi tersebut adanya ketidakwajaran harga. Sebagai contoh, ketika seseorang ingin mengadakan salah satu barang, ia akan memesan dan barang tersebut dikirim serta langsung dibayar. Adapun perjanjian kontrak dengan kedua belah pihak dilakukan setelah pembayaran.
”Terkait kewajaran harga ini agak mengerikan. Siapa yang menjamin tidak ada kerja sama antara pejabat pengadaan dan penyedia?” ujar Agus.
Selain itu, pemerintah daerah juga bisa mengadakan barang sendiri. Hal tersebut membuat mereka memiliki peluang besar untuk melakukan korupsi karena setiap daerah memiliki perbedaan harga.
Kepala Subbagian Hubungan Masyarakat LKPP Andy Martanto mengatakan, PBJ dilaksanakan sesuai Surat Edaran Kepala LKPP Nomor 3/2020 tentang Penjelasan atas Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa dalam Rangka Penanganan Covid-19.
Ia menjelaskan, PA atau kuasa pengguna anggaran (KPA) menetapkan kebutuhan barang/jasa. Selanjutnya, PA/KPA memerintahkan pejabat pembuat komitmen (PPK) melaksanakan PBJ.
Dalam pelaksanaan PBJ, PPK memilih dan menunjuk penyedia untuk melaksanakan pekerjaan. Karena dalam kondisi darurat, penyedia ditunjuk terlebih dahulu dengan surat penunjukan penyedia barang/jasa (SPPBJ).
”(Hal tersebut dilakukan) karena darurat dan mendesak serta volume pekerjaan masih belum bisa dipastikan (sehingga) harga total belum bisa dipastikan,” katanya.
Adapun metode pengadaan yang dapat dilakukan PPK adalah menggunakan penyedia atau bisa juga dengan swakelola. Pada tahap akhir, dilakukan penyelesaian pembayaran. Ada tiga proses dalam penyelesaian pembayaran, yakni pembuatan kontrak, pembayaran, dan audit.
Dalam penyelesaian pembayaran, ada perbedaan antara pengadaan barang dan jasa. Untuk pengadaan barang dibuat lebih sederhana, yakni pembayaran dapat dilakukan atas barang yang sudah diterima. Adapun untuk konstruksi, konsultan, dan jasa lainnya dibayar berdasarkan kontrak setelah dilakukan penghitungan bersama dan berita acara serah terima pekerjaan.
Untuk menjaga kewajaran harga yang ditawarkan penyedia, penyedia diminta menyiapkan dokumen pendukung. Setelah pekerjaan selesai, akan diaudit untuk memastikan kewajaran harga dalam kondisi darurat tersebut.